PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 38 TAHUN 2007
TENTANG
PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN
ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN
PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
: |
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 30
ayat (9) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota; |
Mengingat : |
1.
Pasal 5
ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2.
Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2005 tentang . . . - 2 - tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 3.
Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4724). |
MEMUTUSKAN : |
|
Menetapkan
: |
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBAGIAN URUSAN
PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN
PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA. |
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah
ini yang dimaksud dengan:
1.
Pemerintah
pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana . . .
- 3 -
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
2.
Pemerintahan
daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
daerah dan DPRD
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3.
Daerah
otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
4.
Otonomi
daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
5.
Urusan
pemerintahan adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi hak dan kewajiban
setiap tingkatan dan/atau susunan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus
fungsi-fungsi tersebut yang menjadi kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani,
memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat.
6. Kebijakan . . .
- 4 -
6.
Kebijakan
nasional adalah serangkaian aturan yang dapat berupa norma, standar, prosedur
dan/atau kriteria yang ditetapkan Pemerintah sebagai pedoman penyelenggaraan
urusan pemerintahan.
BAB II
URUSAN PEMERINTAHAN
Pasal 2
(1) Urusan pemerintahan terdiri atas urusan
pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah dan urusan
pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan.
(2) Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi politik luar negeri,
pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.
(3) Urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar
tingkatan dan/atau susunan pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah semua urusan pemerintahan di luar
urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) terdiri atas 31 (tiga puluh satu) bidang urusan pemerintahan meliputi:
a.
pendidikan;
b.
kesehatan;
c. pekerjaan umum . . .
- 5 -
c.
pekerjaan
umum;
d.
perumahan;
e.
penataan
ruang;
f.
perencanaan
pembangunan;
g.
perhubungan;
h.
lingkungan
hidup;
i.
pertanahan;
j.
kependudukan
dan catatan sipil;
k.
pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak;
l.
keluarga
berencana dan keluarga sejahtera;
m.
sosial;
n.
ketenagakerjaan
dan ketransmigrasian;
o.
koperasi
dan usaha kecil dan menengah;
p.
penanaman
modal;
q.
kebudayaan
dan pariwisata;
r.
kepemudaan
dan olah raga;
s.
kesatuan
bangsa dan politik dalam negeri;
t.
otonomi
daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian,
dan persandian;
u.
pemberdayaan
masyarakat dan desa;
v.
statistik;
w.
kearsipan;
x.
perpustakaan;
y.
komunikasi
dan informatika;
z.
pertanian
dan ketahanan pangan;
aa. kehutanan;
bb. energi dan sumber daya mineral;
cc. kelautan dan perikanan;
dd. perdagangan . . .
- 6 -
dd. perdagangan; dan
ee. perindustrian.
(5) Setiap bidang urusan pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) terdiri dari sub bidang, dan setiap sub bidang terdiri
dari sub-sub bidang.
(6)
Rincian
ketigapuluh satu bidang urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 3
Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah
disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta
kepegawaian.
BAB III
PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN
Bagian Kesatu
Urusan
Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah
Pasal 4
(1)
Pembagian
urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) berdasarkan
kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan
keserasian hubungan antar tingkatan dan/atau
susunan pemerintahan.
(2) Ketentuan . . .
- 7 -
(2)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pengaturan teknis untuk masing-masing sub bidang atau
sub-sub bidang urusan pemerintahan diatur dengan Peraturan
Menteri/Kepala Lembaga Pemerintahan Non
Departemen yang membidangi urusan pemerintahan yang bersangkutan setelah
berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri.
Pasal 5
(1) Pemerintah mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(2).
(2)
Selain
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangannya sebagaimana tercantum dalam lampiran
Peraturan Pemerintah ini.
(3)
Khusus
untuk urusan pemerintahan bidang penanaman modal, penetapan kebijakan dilakukan
sesuai peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Urusan Pemerintahan yang
Menjadi
Kewenangan Pemerintahan Daerah
Pasal 6
(1) Pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan
daerah
kabupaten . . .
- 8 -
kabupaten/kota mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang berdasarkan kriteria pembagian urusan pemerintahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) menjadi kewenangannya.
(2) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.
Pasal 7
(1)
Urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(2) adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan
daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan
pelayanan dasar.
(2)
Urusan
wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
pendidikan;
b.
kesehatan;
c.
lingkungan
hidup;
d.
pekerjaan
umum;
e.
penataan
ruang;
f.
perencanaan
pembangunan;
g.
perumahan;
h.
kepemudaan
dan olahraga;
i.
penanaman
modal;
j.
koperasi
dan usaha kecil dan menengah;
k.
kependudukan
dan catatan sipil;
l.
ketenagakerjaan;
m. ketahanan pangan . . .
- 9 -
m. ketahanan pangan;
n.
pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak;
o.
keluarga
berencana dan keluarga sejahtera;
p.
perhubungan;
q.
komunikasi
dan informatika;
r.
pertanahan;
s.
kesatuan
bangsa dan politik dalam negeri;
t.
otonomi
daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian,
dan persandian;
u.
pemberdayaan
masyarakat dan desa;
v.
sosial;
w.
kebudayaan;
x.
statistik;
y. kearsipan; dan
z. perpustakaan.
(3) Urusan pilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (2) adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan
potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
(4) Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
meliputi:
a.
kelautan
dan perikanan;
b.
pertanian;
c.
kehutanan;
d.
energi
dan sumber daya mineral;
e.
pariwisata;
f. industri . . .
- 10 -
f.
industri;
g.
perdagangan;
dan
h. ketransmigrasian.
(5)
Penentuan
urusan pilihan ditetapkan oleh pemerintahan daerah.
Pasal 8
(1)
Penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2) berpedoman pada standar pelayanan minimal yang ditetapkan
Pemerintah dan dilaksanakan secara bertahap.
(2)
Pemerintahan daerah yang melalaikan penyelenggaraan
urusan pemerintahan yang bersifat wajib, penyelenggaraannya dilaksanakan oleh
Pemerintah dengan pembiayaan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah yang bersangkutan.
(3)
Sebelum
penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah
melakukan langkah-langkah pembinaan terlebih dahulu berupa teguran, instruksi, pemeriksaan, sampai dengan
penugasan pejabat Pemerintah ke daerah yang bersangkutan untuk memimpin
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib tersebut.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 9 . . .
- 11 -
Pasal 9
(1) Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen
menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria untuk pelaksanaan urusan
wajib dan urusan pilihan.
(2) Di dalam menetapkan norma, standar, prosedur, dan
kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan keserasian
hubungan Pemerintah dengan pemerintahan daerah dan antar pemerintahan daerah
sebagai satu kesatuan sistem dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(3) Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan pemangku kepentingan terkait dan
berkordinasi dengan Menteri Dalam Negeri.
Pasal 10
(1) Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dilakukan selambat-lambatnya dalam
waktu 2 (dua) tahun.
(2)
Apabila
menteri/kepala lembaga pemerintah non departemen dalam kurun waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) belum menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
maka pemerintahan daerah dapat menyelenggarakan langsung urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangannya dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan
sampai dengan ditetapkannya norma, standar, prosedur, dan kriteria.
Pasal 11 . . .
- 12 -
Pasal 11
Pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota
dalam melaksanakan urusan pemerintahan wajib dan pilihan berpedoman kepada
norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1).
Pasal 12
(1) Urusan pemerintahan wajib dan pilihan yang menjadi
kewenangan pemerintahan daerah sebagaimana dinyatakan dalam lampiran Peraturan
Pemerintah ini ditetapkan dalam peraturan daerah selambat-lambatnya 1 (satu)
tahun setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini.
(2)
Urusan
pemerintahan wajib dan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar
penyusunan susunan organisasi dan tatakerja perangkat daerah.
BAB IV
PENGELOLAAN URUSAN PEMERINTAHAN
LINTAS DAERAH
Pasal 13
(1)
Pelaksanaan
urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas daerah dikelola bersama
oleh daerah terkait.
(2) Tata .
. .
- 13 -
(2)
Tata cara pengelolaan bersama
urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada
peraturan perundang-undangan.
BAB V
URUSAN PEMERINTAHAN SISA
Pasal 14
(1) Urusan pemerintahan yang tidak tercantum dalam
lampiran Peraturan Pemerintah ini menjadi kewenangan masing-masing tingkatan
dan/atau susunan pemerintahan yang penentuannya menggunakan kriteria pembagian
urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).
(2)
Dalam hal
pemerintahan daerah provinsi atau pemerintahan daerah kabupaten/kota akan
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang tidak tercantum dalam lampiran
Peraturan Pemerintah ini terlebih dahulu mengusulkan kepada Pemerintah melalui
Menteri Dalam Negeri untuk mendapat penetapannya.
Pasal 15
(1) Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen
menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria untuk pelaksanaan urusan
sisa.
(2)
Ketentuan . . .
- 14 -
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dan
ayat (3) berlaku juga bagi norma, standar, prosedur, dan kriteria untuk urusan
sisa.
BAB VI
PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN
Pasal 16
(1) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2),
Pemerintah dapat:
a.
menyelenggarakan
sendiri;
b.
melimpahkan
sebagian urusan pemerintahan kepada kepala instansi vertikal atau kepada gubernur
selaku wakil pemerintah di daerah dalam rangka dekonsentrasi; atau
c. menugaskan sebagian urusan pemerintahan tersebut
kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas
pembantuan.
(2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), Pemerintah dapat:
a.
menyelenggarakan
sendiri;
b.
melimpahkan
sebagian urusan pemerintahan kepada gubernur selaku wakil pemerintah dalam
rangka dekonsentrasi; atau
c. menugaskan . . .
- 15 -
c. menugaskan sebagian urusan pemerintahan tersebut
kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas
pembantuan.
(3) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah yang
berdasarkan kriteria pembagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya,
pemerintahan daerah provinsi dapat:
a.
menyelenggarakan
sendiri; atau
b.
menugaskan
sebagian urusan pemerintahan tersebut kepada pemerintahan daerah kabupaten/kota
dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.
(4)
Dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah yang berdasarkan kriteria pembagian
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, pemerintahan daerah kabupaten/kota
dapat:
a.
menyelenggarakan
sendiri; atau
b.
menugaskan
dan/atau menyerahkan sebagian urusan pemerintahan tersebut kepada pemerintahan
desa berdasarkan asas tugas pembantuan.
Pasal 17
(1) Urusan pemerintahan selain yang dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (2) yang penyelenggaraannya oleh Pemerintah ditugaskan penyelenggaraannya
kepada pemerintahan daerah berdasarkan
asas tugas pembantuan, secara
bertahap . . .
- 16 -
bertahap dapat diserahkan untuk menjadi urusan pemerintahan daerah yang
bersangkutan apabila pemerintahan daerah telah menunjukkan kemampuan untuk
memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang dipersyaratkan.
(2) Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
provinsi yang penyelenggaraannya ditugaskan kepada pemerintahan daerah kabupaten/kota
berdasarkan asas tugas pembantuan, secara bertahap dapat diserahkan untuk
menjadi urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersangkutan apabila
pemerintahan daerah kabupaten/kota telah menunjukkan kemampuan untuk memenuhi
norma, standar, prosedur, dan kriteria yang dipersyaratkan.
(3) Penyerahan urusan pemerintahan sebagaimana diatur
pada ayat (1) dan ayat (2) disertai dengan perangkat daerah, pembiayaan, dan
sarana atau prasarana yang diperlukan.
(4) Penyerahan urusan pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diprioritaskan bagi urusan pemerintahan
yang berdampak lokal dan/atau lebih berhasilguna serta berdayaguna apabila
penyelenggaraannya diserahkan kepada pemerintahan daerah yang bersangkutan.
(5) Ketentuan . . .
- 17 -
(5)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara penyerahan urusan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB VII
PEMBINAAN URUSAN PEMERINTAHAN
Pasal 18
(1) Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan kepada
pemerintahan daerah untuk mendukung kemampuan pemerintahan daerah dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya.
(2) Apabila pemerintahan daerah ternyata belum juga
mampu menyelenggarakan urusan pemerintahan setelah dilakukan pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka untuk sementara penyelenggaraannya dilaksanakan
oleh Pemerintah.
(3) Pemerintah menyerahkan kembali penyelenggaraan urusan
pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila pemerintahan daerah
telah mampu menyelenggarakan urusan pemerintahan.
(4)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan urusan pemerintahan yang belum
mampu dilaksanakan oleh pemerintahan daerah diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB VIII . . .
- 18 -
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 19
(1) Khusus untuk Pemerintahan Daerah Provinsi DKI
Jakarta rincian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota
sebagaimana tertuang dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini secara otomatis
menjadi kewenangan provinsi.
(2)
Urusan
pemerintahan di Provinsi Papua dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berpedoman
pada Peraturan Perundang-undangan yang mengatur otonomi khusus daerah yang
bersangkutan.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan secara langsung dengan pembagian urusan pemerintahan, wajib
mendasarkan dan menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 21 . . .
- 19 -
Pasal 21
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku,
semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 54
Tahun 2000, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952) dinyatakan
masih tetap berlaku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan
Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 22
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini,
maka Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah
Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2000, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952) dan semua peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pembagian urusan pemerintahan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 23
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
- 20 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 Juli 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 9 Juli 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI
MATTALATTA
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK