PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR  38  TAHUN  2007

TENTANG

PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN

ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN

PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA

 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang :

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 30 ayat (9) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;

Mengingat :

1.     Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2.     Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor  4437)  sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang   Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti    Undang-Undang   Nomor   3    Tahun   2005

 

tentang . . .

-  2  -

 

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

3.       Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor  4724).

 

 

MEMUTUSKAN :

 

 

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA.

 

BAB I

KETENTUAN UMUM

 

Pasal 1

 

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1.    Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan   pemerintahan  negara   Republik    Indonesia

 

sebagaimana . . .

- 3 -

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2.    Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan  oleh  pemerintah  daerah  dan  DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3.    Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.  

4.    Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

5.    Urusan pemerintahan adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi hak dan kewajiban setiap tingkatan dan/atau susunan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi tersebut yang menjadi kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat.

 

6. Kebijakan . . .

 

 

-  4  -

 

6.    Kebijakan nasional adalah serangkaian aturan yang dapat berupa norma, standar, prosedur dan/atau kriteria yang ditetapkan Pemerintah sebagai pedoman penyelenggaraan urusan pemerintahan.

 

BAB II

URUSAN PEMERINTAHAN

 

Pasal 2

 

(1)   Urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah dan urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan.

(2)   Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.

(3)   Urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau  susunan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah semua urusan pemerintahan di luar urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4)   Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas 31 (tiga puluh satu) bidang urusan pemerintahan meliputi:

a.        pendidikan;

b.        kesehatan;

 

c.      pekerjaan umum . . .

-  5 -

 

c.         pekerjaan umum;

d.        perumahan;

e.        penataan ruang;

f.          perencanaan pembangunan;

g.        perhubungan;

h.       lingkungan hidup;

i.          pertanahan;

j.          kependudukan dan catatan sipil;

k.        pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;

l.          keluarga berencana dan keluarga sejahtera;

m.     sosial;

n.       ketenagakerjaan dan ketransmigrasian;

o.        koperasi dan usaha kecil dan menengah;

p.        penanaman modal;

q.        kebudayaan dan pariwisata;

r.         kepemudaan dan olah raga;

s.         kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;

t.          otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;

u.       pemberdayaan masyarakat dan desa;

v.         statistik;

w.       kearsipan;

x.        perpustakaan;

y.        komunikasi dan informatika;

z.         pertanian dan ketahanan pangan;

aa. kehutanan;

bb. energi dan sumber daya mineral;

cc. kelautan dan perikanan;

 

dd. perdagangan . . .

- 6  -

 

dd. perdagangan; dan

ee. perindustrian.

(5)     Setiap bidang urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri dari sub bidang, dan setiap sub bidang terdiri dari sub-sub bidang.

(6)     Rincian ketigapuluh satu bidang urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.

 

Pasal 3

 

Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian.

 

BAB III

PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN

Bagian Kesatu

Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah

 

Pasal 4

 

(1)   Pembagian urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas,   dan    efisiensi   dengan    memperhatikan

keserasian hubungan antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan.

(2) Ketentuan . . .

-  7  -

 

(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan teknis untuk masing-masing sub bidang atau sub-sub bidang urusan pemerintahan  diatur  dengan  Peraturan  Menteri/Kepala Lembaga Pemerintahan Non Departemen yang membidangi urusan pemerintahan yang bersangkutan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri.

 

Pasal 5

 

(1)   Pemerintah mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).

(2)   Selain mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini.

(3)   Khusus untuk urusan pemerintahan bidang penanaman modal, penetapan kebijakan dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.

 

Bagian Kedua

Urusan Pemerintahan yang Menjadi

Kewenangan Pemerintahan Daerah

Pasal 6

 

(1)  Pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah

 

kabupaten . . .

-  8  -

 

kabupaten/kota mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang berdasarkan kriteria pembagian urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) menjadi kewenangannya.

(2)  Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.

 

Pasal 7

 

(1)   Urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar.

(2)    Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a.     pendidikan;

b.     kesehatan;

c.      lingkungan hidup;

d.     pekerjaan umum;

e.     penataan ruang;

f.       perencanaan pembangunan;

g.     perumahan;

h.    kepemudaan dan olahraga;

i.       penanaman modal;

j.       koperasi dan usaha kecil dan menengah;

k.     kependudukan dan catatan sipil;

l.       ketenagakerjaan;

 

m. ketahanan pangan . . .

-  9  -

 

m.  ketahanan pangan;

n.    pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;

o.     keluarga berencana dan keluarga sejahtera;

p.     perhubungan;

q.     komunikasi dan informatika;

r.      pertanahan;

s.      kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;

t.       otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;

u.    pemberdayaan masyarakat dan desa;

v.      sosial;

w.    kebudayaan;

x.     statistik;

y.     kearsipan; dan

z.      perpustakaan.

(3)   Urusan pilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

(4)    Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:

a.     kelautan dan perikanan;

b.     pertanian;

c.      kehutanan;

d.     energi dan sumber daya mineral;

e.     pariwisata;

 

f. industri . . .

-  10  -

 

f.       industri;

g.     perdagangan; dan

h.    ketransmigrasian.

(5)    Penentuan urusan pilihan ditetapkan oleh pemerintahan daerah.

 

Pasal 8

 

(1)   Penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) berpedoman pada standar pelayanan minimal yang ditetapkan Pemerintah dan dilaksanakan secara bertahap.

(2)   Pemerintahan daerah yang melalaikan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib, penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Pemerintah dengan pembiayaan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang bersangkutan.

(3)   Sebelum penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah melakukan langkah-langkah pembinaan terlebih dahulu berupa teguran, instruksi,  pemeriksaan,  sampai  dengan penugasan pejabat Pemerintah ke daerah yang bersangkutan untuk memimpin penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib tersebut.

(4)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.

 

Pasal 9 . . .

 

-  11  -

 

Pasal 9

 

(1)   Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria untuk pelaksanaan urusan wajib dan urusan pilihan.

(2)   Di dalam menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan keserasian hubungan Pemerintah dengan pemerintahan daerah dan antar pemerintahan daerah sebagai satu kesatuan sistem dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(3)    Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan pemangku kepentingan terkait dan berkordinasi dengan Menteri Dalam Negeri.

 

Pasal 10

 

(1)     Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) tahun.

(2)     Apabila menteri/kepala lembaga pemerintah non departemen dalam kurun waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria maka pemerintahan daerah dapat menyelenggarakan langsung urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan sampai dengan ditetapkannya norma, standar, prosedur, dan kriteria.

 

Pasal 11 . . .

 

-  12  -

 

Pasal 11

 

Pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dalam melaksanakan urusan pemerintahan wajib dan pilihan berpedoman kepada norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).

 

Pasal 12

 

(1)     Urusan pemerintahan wajib dan pilihan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah sebagaimana dinyatakan dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini ditetapkan dalam peraturan daerah selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini.

(2)     Urusan pemerintahan wajib dan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar penyusunan susunan organisasi dan tatakerja perangkat daerah.

BAB IV

PENGELOLAAN URUSAN PEMERINTAHAN

LINTAS DAERAH

 

Pasal 13

 

(1)   Pelaksanaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas daerah dikelola bersama oleh daerah terkait.

 

(2) Tata . . .

 

-  13  -

 

(2)    Tata cara pengelolaan bersama urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

 

BAB V

URUSAN PEMERINTAHAN SISA

 

Pasal 14

 

(1)   Urusan pemerintahan yang tidak tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini menjadi kewenangan masing-masing tingkatan dan/atau susunan pemerintahan yang penentuannya menggunakan kriteria pembagian urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).

(2)    Dalam hal pemerintahan daerah provinsi atau pemerintahan daerah kabupaten/kota akan menyelenggarakan urusan pemerintahan yang tidak tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini terlebih dahulu mengusulkan kepada Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri untuk mendapat penetapannya.

 

Pasal 15

 

(1)    Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria untuk pelaksanaan urusan sisa.

 

(2) Ketentuan . . .

 

-  14  -

 

(2)    Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3) berlaku juga bagi norma, standar, prosedur, dan kriteria untuk urusan sisa.

 

BAB VI

PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN

 

Pasal 16

 

(1)    Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Pemerintah dapat:

a.     menyelenggarakan sendiri;

b.     melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada kepala instansi vertikal atau kepada gubernur selaku wakil pemerintah di daerah dalam rangka dekonsentrasi; atau

c.      menugaskan sebagian urusan pemerintahan tersebut kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.

(2)    Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), Pemerintah dapat:

a.    menyelenggarakan sendiri;

b.    melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada gubernur selaku wakil pemerintah dalam rangka dekonsentrasi; atau

 

c. menugaskan . . .

 

-  15  -

 

c.     menugaskan sebagian urusan pemerintahan tersebut kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.

(3)    Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah yang berdasarkan kriteria pembagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, pemerintahan daerah provinsi dapat:

a.     menyelenggarakan sendiri; atau

b.     menugaskan sebagian urusan pemerintahan tersebut kepada pemerintahan daerah kabupaten/kota dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.

(4)    Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah yang berdasarkan kriteria pembagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, pemerintahan daerah kabupaten/kota dapat:

a.     menyelenggarakan sendiri; atau

b.     menugaskan dan/atau menyerahkan sebagian urusan pemerintahan tersebut kepada pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.

 

Pasal 17

 

(1)     Urusan pemerintahan selain yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) yang penyelenggaraannya oleh Pemerintah ditugaskan penyelenggaraannya kepada pemerintahan daerah   berdasarkan   asas    tugas  pembantuan,  secara

 

bertahap . . .

 

-  16  -

 

bertahap dapat diserahkan untuk menjadi urusan pemerintahan daerah yang bersangkutan apabila pemerintahan daerah telah menunjukkan kemampuan untuk memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang dipersyaratkan.

(2)     Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi yang penyelenggaraannya ditugaskan kepada pemerintahan daerah kabupaten/kota berdasarkan asas tugas pembantuan, secara bertahap dapat diserahkan untuk menjadi urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersangkutan apabila pemerintahan daerah kabupaten/kota telah menunjukkan kemampuan untuk memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang dipersyaratkan.

(3)     Penyerahan urusan pemerintahan sebagaimana diatur pada ayat (1) dan ayat (2) disertai dengan perangkat daerah, pembiayaan, dan sarana atau prasarana yang diperlukan.

(4)     Penyerahan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diprioritaskan bagi urusan pemerintahan yang berdampak lokal dan/atau lebih berhasilguna serta berdayaguna apabila penyelenggaraannya diserahkan kepada pemerintahan daerah yang bersangkutan.

 

 

(5) Ketentuan . . .

 

 

- 17 -

 

(5)     Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyerahan urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.

 

 

BAB VII

PEMBINAAN URUSAN PEMERINTAHAN

Pasal 18

 

(1)   Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan kepada pemerintahan daerah untuk mendukung kemampuan pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya.

(2)   Apabila pemerintahan daerah ternyata belum juga mampu menyelenggarakan urusan pemerintahan setelah dilakukan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka untuk sementara penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Pemerintah.

(3)   Pemerintah menyerahkan kembali penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila pemerintahan daerah telah mampu menyelenggarakan urusan pemerintahan.

(4)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan urusan pemerintahan yang belum mampu dilaksanakan oleh pemerintahan daerah diatur dengan Peraturan Presiden.

 

 

 BAB VIII . . .

 

-  18  -

 

BAB VIII

KETENTUAN LAIN-LAIN

 

Pasal 19

 

(1)   Khusus untuk Pemerintahan Daerah Provinsi DKI Jakarta rincian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota sebagaimana tertuang dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini secara otomatis menjadi kewenangan provinsi.

(2)    Urusan pemerintahan di Provinsi Papua dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berpedoman pada Peraturan Perundang-undangan yang mengatur otonomi khusus daerah yang bersangkutan.

 

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

 

Pasal 20

 

Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan pembagian urusan pemerintahan, wajib mendasarkan dan menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini.

 

 

Pasal 21 . . .

 

 

 

-  19  -

 

Pasal 21

 

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2000, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.

 

Pasal 22

 

Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000  tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2000, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952) dan semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pembagian urusan pemerintahan dinyatakan tidak berlaku.

 

Pasal 23

 

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 

Agar . . .

 

-  20  -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 9 Juli 2007

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                             ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

 

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 9 Juli 2007

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd

 

         ANDI MATTALATTA

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 82