PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 2007
TENTANG
ORGANISASI PERANGKAT DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
a. |
bahwa untuk
penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah perlu dibantu oleh
perangkat daerah yang dapat menyelenggarakan seluruh urusan pemerintahan yang
dilaksanakan oleh pemerintahan daerah; |
||
|
|
b. |
bahwa berdasarkan Pasal
128 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Susunan dan Pengendalian Organisasi Perangkat Daerah
dilakukan dengan berpedoman pada peraturan pemerintah; |
||
|
|
c. |
bahwa Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah
belum cukup memberikan pedoman yang menyeluruh bagi penyusunan dan
pengendalian organisasi perangkat daerah yang dapat menangani seluruh urusan
pemerintahan, sehingga perlu dicabut dan dibentuk peraturan pemerintah yang
baru; |
||
|
|
d. |
Mengingat: . . . |
||
Mengingat |
: |
1. |
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945; |
||
|
|
2. |
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); |
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud
dengan:
1.
Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
2.
Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3.
Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota,
dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
4.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut
DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
5.
Otonomi daerah adalah hak, wewenang,
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturn
perundang-undangan.
6.
Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
7.
Perangkat daerah provinsi adalah unsur pembantu
kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari sekretariat
daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah dan lembaga teknis daerah.
8.
Perangkat daerah kabupaten/kota adalah unsur
pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri
dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah,
kecamatan, dan kelurahan.
9.
Rumah Sakit Daerah adalah sarana kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat yang
dikategorikan ke dalam rumah sakit umum daerah dan rumah sakit khusus daerah.
10.
Menteri adalah Menteri Dalam Negeri.
11.
Unsur pengawasan daerah adalah badan pengawasan daerah
yang selanjutnya disebut Inspektorat Provinsi, Inspektorat Kabupaten, dan
Inspektorat Kota.
12.
Unit Pelaksana Teknis adalah unsur pelaksana tugas teknis
pada dinas dan badan.
13.
Sekretaris Daerah adalah sekretaris daerah provinsi dan
sekretaris kabupaten/kota.
14.
Eselon adalah tingkatan jabatan struktural.
BAB II
PEMBENTUKAN
ORGANISASI PERANGKAT
DAERAH
Pasal 2
(1)
Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah
ditetapkan dengan peraturan daerah dengan berpedoman pada peraturan pemerintah
ini.
(2)
Peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengatur mengenai susunan, kedudukan, tugas pokok organisasi perangkat
daerah.
(3)
BAB III . . .
Rincian tugas, fungsi, dan
tata kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
peraturan gubernur/bupati/walikota.
BAB III
KEDUDUKAN, TUGAS, DAN
FUNGSI
PERANGKAT DAERAH PROVINSI
Bagian Pertama
Sekretariat Daerah
Pasal 3
(1)
Sekretariat daerah merupakan unsur staf.
(2)
Sekretariat daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu gubernur
dalam menyusun kebijakan dan mengoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis
daerah.
(3)
Sekretariat daerah dalam melaksanakan tugas dan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyelenggarakan fungsi:
a.
penyusunan kebijakan pemerintahan daerah;
b.
pengoordinasian pelaksanaan tugas dinas
daerah dan lembaga teknis daerah;
c.
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan
pemerintahan daerah;
d. pembinaan
administrasi dan aparatur pemerintahan daerah; dan
e. pelaksanaan
tugas lain yang diberikan oleh gubernur sesuai dengan tugas dan fungsinya.
(4)
Sekretariat daerah dipimpin oleh sekretaris
daerah.
(5)
Sekretaris daerah berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada gubernur.
Bagian Kedua . . .
Bagian Kedua
Sekretariat Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah
Pasal 4
(1)
Sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah
yang selanjutnya disebut sekretariat DPRD merupakan unsur pelayanan terhadap
DPRD.
(2)
Sekretariat DPRD mempunyai tugas
menyelenggarakan administrasi kesekretariatan, administrasi keuangan, mendukung
pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD, dan menyediakan serta mengoordinasikan
tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
(3)
Sekretariat DPRD dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyelenggarakan fungsi:
a.
penyelenggaraan administrasi kesekretariatan DPRD;
b.
penyelenggaraan administrasi keuangan DPRD;
c.
penyelenggaraan rapat–rapat DPRD; dan
d.
penyediaan dan pengoordinasian tenaga ahli
yang diperlukan oleh DPRD.
(4)
Sekretariat DPRD dipimpin oleh sekretaris dewan.
(5)
Sekretaris dewan secara teknis operasional
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan DPRD dan secara
administratif bertanggung jawab kepada gubernur melalui sekretaris daerah.
Bagian Ketiga . . .
Bagian Ketiga
Inspektorat
Pasal 5
(1)
Inspektorat merupakan unsur pengawas
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(2)
Inspektorat mempunyai tugas melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah provinsi,
pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota
dan pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota.
(3)
Inspektorat dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyelenggarakan fungsi:
a.
perencanaan program pengawasan;
b.
perumusan kebijakan dan fasilitasi
pengawasan; dan
c.
pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan
penilaian tugas pengawasan.
(4)
Inspektorat dipimpin oleh inspektur.
(5)
Inspektur dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya bertanggung jawab langsung
kepada gubernur dan secara teknis administratif mendapat pembinaan dari
sekretaris daerah.
Bagian Keempat
Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah
Pasal 6
(1)
Badan perencanaan pembangunan daerah merupakan unsur perencana penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
(2)
Badan perencanaan pembangunan daerah
mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di
bidang perencanaan pembangunan daerah.
(3)
Badan perencanaan pembangunan daerah dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyelenggarakan fungsi:
a.
perumusan kebijakan teknis perencanaan;
b.
pengoordinasian penyusunan perencanaan
pembangunan;
c.
pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang
perencanaan pembangunan daerah; dan
d.
pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh gubernur
sesuai dengan tugas dan fungsinya.
(4)
Badan perencanaan pembangunan daerah dipimpin
oleh kepala badan.
(5)
Kepala badan berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada gubernur melalui sekretaris daerah.
Bagian Kelima
Dinas Daerah
Pasal 7
(1)
Dinas daerah merupakan unsur pelaksana
otonomi daerah.
(2)
Dinas daerah mempunyai tugas melaksanakan
urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
(3)
Dinas daerah dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyelenggarakan fungsi:
a.
b. penyelenggaraan . . .
perumusan
kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya;
b. penyelenggaraan
urusan pemerintahan dan pelayanan umum sesuai dengan lingkup tugasnya;
c.
pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai
dengan lingkup tugasnya; dan
d. pelaksanaan
tugas lain yang diberikan oleh gubernur sesuai dengan tugas dan fungsinya.
(4)
Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas.
(5)
Kepala dinas berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada gubernur melalui sekretaris daerah.
(6)
Pada dinas daerah dapat dibentuk unit
pelaksana teknis dinas untuk melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional
dan/atau kegiatan teknis penunjang yang mempunyai wilayah kerja satu atau
beberapa daerah kabupaten/kota.
Bagian Keenam
Lembaga Teknis
Daerah
Pasal 8
(1)
Lembaga teknis daerah merupakan unsur
pendukung tugas kepala daerah.
(2)
Lembaga teknis daerah mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik.
(3)
Lembaga teknis daerah dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan
kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya;
b. pemberian
dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan lingkup
tugasnya;
c. pembinaan
dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya; dan
d. pelaksanaan
tugas lain yang diberikan oleh gubernur sesuai dengan tugas dan fungsinya.
(4)
Lembaga teknis daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dapat berbentuk badan, kantor, dan rumah sakit.
(5)
Lembaga teknis daerah yang berbentuk badan
dipimpin oleh kepala badan, yang berbentuk kantor dipimpin oleh kepala kantor,
dan yang berbentuk rumah sakit dipimpin oleh direktur.
(6)
Kepala dan direktur sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada gubernur
melalui sekretaris daerah.
(7)
Pada badan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dapat dibentuk unit pelaksana teknis tertentu untuk melaksanakan kegiatan
teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang yang mempunyai wilayah
kerja satu atau beberapa daerah kabupaten/kota.
Pasal 9
(1)
Rumah sakit dapat berbentuk rumah sakit umum daerah dan rumah sakit
khusus daerah.
(2)
Rumah sakit umum daerah terdiri dari 3 (tiga)
kelas:
a. rumah
sakit umum daerah kelas A;
b.
rumah sakit umum daerah kelas B; dan
c.
rumah sakit umum daerah kelas C.
(3)
Rumah sakit khusus daerah terdiri dari 2
(dua) kelas yaitu:
a. rumah
sakit khusus daerah kelas A; dan
b. rumah
sakit khusus daerah kelas B.
(4)
Penetapan kriteria klasifikasi rumah sakit
umum daerah dan rumah sakit khusus daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) dilakukan oleh menteri kesehatan setelah berkoordinasi secara tertulis
dengan Menteri dan menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan
aparatur negara.
BAB IV
KEDUDUKAN, TUGAS, DAN
FUNGSI
PERANGKAT DAERAH
KABUPATEN/KOTA
Bagian Pertama
Sekretariat Daerah
Pasal 10
(1)
Sekretariat daerah merupakan unsur staf.
(2)
Sekretariat daerah mempunyai tugas dan
kewajiban membantu bupati/walikota dalam
menyusun kebijakan dan mengoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah.
(3)
Sekretariat daerah dalam melaksanakan tugas
dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) menyelenggarakan fungsi:
a.
penyusunan kebijakan pemerintahan daerah;
b.
pengoordinasian pelaksanaan tugas dinas
daerah dan lembaga teknis daerah;
c.
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan
pemerintahan daerah;
d. pembinaan
administrasi dan aparatur pemerintahan daerah; dan
e. pelaksanaan
tugas lain yang diberikan oleh bupati/walikota sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
(4)
Sekretariat daerah dipimpin oleh
sekretaris daerah.
(5)
Sekretaris daerah berkedudukan di bawah dan bertanggung
jawab kepada bupati/walikota.
Bagian Kedua
Sekretariat Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah
Pasal 11
(1)
Sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah
yang selanjutnya disebut sekretariat DPRD merupakan unsur pelayanan terhadap
DPRD.
(2)
Sekretariat DPRD mempunyai tugas
menyelenggarakan administrasi kesekretariatan, administrasi keuangan, mendukung
pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD, dan menyediakan serta mengoordinasikan
tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
(3)
Sekretariat DPRD dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) menyelenggarakan fungsi:
a.
penyelenggaraan administrasi kesekretariatan DPRD;
b.
penyelenggaraan administrasi keuangan DPRD;
c.
penyelenggaraan rapat-rapat DPRD; dan
d.
penyediaan dan pengoordinasian tenaga ahli
yang diperlukan oleh DPRD.
(4)
Sekretariat DPRD dipimpin oleh sekretaris dewan.
(5)
Sekretaris dewan secara teknis operasional
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan DPRD dan secara
administratif bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui sekretaris
daerah.
Bagian Ketiga . . .
Bagian Ketiga
Inspektorat
Pasal
12
(1)
Inspektorat merupakan unsur pengawas
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(2)
Inspektorat mempunyai tugas melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota,
pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan desa dan pelaksanaan
urusan pemerintahan desa.
(3)
Inspektorat dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyelenggarakan fungsi:
a.
perencanaan program pengawasan;
b.
perumusan kebijakan dan fasilitasi
pengawasan; dan
c. pemeriksaan,
pengusutan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan.
(4)
Inspektorat dipimpin oleh inspektur.
(5)
Inspektur dalam melaksanakan tugasnya
bertanggung jawab langsung kepada bupati/walikota dan secara teknis
administratif mendapat pembinaan dari sekretaris daerah.
Bagian Keempat
Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah
Pasal
13
(1)
Badan perencanaan pembangunan daerah merupakan unsur perencana penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
(2)
Badan perencanaan pembangunan daerah
mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di
bidang perencanaan pembangunan daerah.
(3)
Badan perencanaan pembangunan daerah dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menyelenggarakan fungsi:
a.
perumusan kebijakan teknis perencanaan;
b.
pengoordinasian penyusunan perencanaan
pembangunan;
c.
pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang
perencanaan pembangunan daerah; dan
d.
pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati/walikota
sesuai dengan tugas dan fungsinya.
(4)
Badan perencanaan pembangunan daerah dipimpin
oleh kepala badan.
(5)
Kepala badan berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui sekretaris daerah.
Bagian Kelima
Dinas Daerah
Pasal 14
(1)
Dinas daerah merupakan unsur pelaksana
otonomi daerah.
(2)
Dinas daerah mempunyai tugas melaksanakan
urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
(3)
Dinas daerah dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan
kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya;
b.
penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
pelayanan umum sesuai dengan lingkup tugasnya;
c.
pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai
dengan lingkup tugasnya; dan
d.
pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh
bupati/walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.
(4)
Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas.
(5)
Kepala dinas berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui sekretaris daerah.
(6)
Pada dinas daerah dapat dibentuk unit
pelaksana teknis dinas untuk melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional
dan/atau kegiatan teknis penunjang yang mempunyai wilayah kerja satu atau
beberapa kecamatan.
Bagian Keenam
Lembaga Teknis Daerah
Pasal 15
(1)
Lembaga teknis daerah merupakan unsur
pendukung tugas kepala daerah.
(2)
Lembaga teknis daerah mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat
spesifik.
(3)
Lembaga teknis daerah dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan
kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya;
b. pemberian
dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan lingkup
tugasnya;
c. pembinaan
dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya; dan
d. pelaksanaan
tugas lain yang diberikan oleh bupati/walikota sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
(4)
Lembaga teknis daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dapat berbentuk badan, kantor, dan rumah sakit.
(5)
Lembaga teknis daerah yang berbentuk badan
dipimpin oleh kepala badan, yang berbentuk kantor dipimpin oleh kepala kantor,
dan yang berbentuk rumah sakit dipimpin oleh direktur.
(6)
Kepala dan direktur sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada
bupati/walikota melalui sekretaris daerah.
(7) Pada
lembaga teknis daerah yang berbentuk badan dapat dibentuk unit pelaksana teknis
tertentu untuk melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan
teknis penunjang yang mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa kecamatan.
Pasal 16
(1)
Rumah sakit dapat berbentuk rumah sakit umum daerah dan rumah sakit
khusus daerah.
(2)
Rumah sakit umum daerah terdiri dari 4
(empat) kelas:
a. rumah
sakit umum daerah kelas A;
b. rumah
sakit umum daerah kelas B;
c.
rumah sakit umum daerah kelas C; dan
d. rumah
sakit umum daerah kelas D.
(3)
Rumah sakit khusus daerah terdiri dari 2
(dua) kelas yaitu:
a. rumah
sakit khusus daerah kelas A; dan
b. rumah
sakit khusus daerah kelas B.
(4)
Penetapan kriteria klasifikasi rumah sakit
umum daerah dan rumah sakit khusus daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) dilakukan oleh menteri kesehatan setelah berkoordinasi tertulis dengan
Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pendayagunaan aparatur negara.
Bagian Ketujuh
Kecamatan
Pasal 17
(1)
Kecamatan merupakan
wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah kota.
(2)
Camat mempunyai tugas
melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota
untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah.
(3)
Camat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) juga menyelenggarakan tugas umum pemerintahan meliputi:
a. mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
b.
mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan
ketertiban umum;
c.
mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan
perundang-undangan;
d.
mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas
pelayanan umum;
e.
mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di
tingkat kecamatan;
f.
membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau
kelurahan; dan
g.
melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang
lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau
kelurahan.
(4)
Pelimpahan sebagian kewenangan bupati/walikota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota.
(5)
Kecamatan dipimpin oleh
camat.
(6)
Camat berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui sekretaris daerah.
(7)
Pedoman organisasi kecamatan ditetapkan dalam peraturan Menteri
setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.
Bagian Kedelapan
Kelurahan
Pasal 18
(1)
Kelurahan merupakan
wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten/kota dalam wilayah kecamatan.
(2)
Kelurahan dipimpin oleh
lurah.
(3)
Lurah berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui camat.
(4)
Pembentukan, kedudukan,
tugas, susunan organisasi dan tata kerja kelurahan diatur sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
BAB V
BESARAN ORGANISASI
DAN PERUMPUNAN PERANGKAT
DAERAH
Bagian Pertama
Variabel Besaran Organisasi
Pasal 19
(1) Besaran
organisasi perangkat daerah ditetapkan berdasarkan variabel:
a.
jumlah penduduk;
b.
luas wilayah; dan
c.
jumlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD).
(2)
Perhitungan variabel sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam lampiran sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Pemerintah ini.
Bagian Kedua
Jumlah Besaran Organisasi
Paragraf 1
Besaran Organisasi Perangkat Daerah Provinsi
Pasal 20
(1)
Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai
kurang dari 40 (empat puluh) terdiri dari:
a.
sekretariat daerah, terdiri dari paling
banyak 3 (tiga) asisten;
b.
sekretariat DPRD;
c.
dinas paling banyak 12 (dua belas); dan
d.
lembaga teknis daerah paling banyak 8 (delapan).
(2)
Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai
antara 40 (empat puluh) sampai dengan 70 (tujuh puluh) terdiri dari:
a.
sekretariat daerah, terdiri dari paling
banyak 3 (tiga) asisten;
b.
sekretariat DPRD;
c.
dinas paling banyak 15 (lima belas); dan
d.
lembaga teknis daerah paling banyak 10 (sepuluh).
(3)
Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai
lebih dari 70 (tujuh puluh) terdiri dari:
a.
sekretariat daerah, terdiri dari paling
banyak 4 (empat) asisten;
b.
sekretariat DPRD;
c.
dinas paling banyak 18 (delapan belas); dan
d.
lembaga teknis daerah paling banyak 12 (dua belas).
Paragraf 2
Besaran Organisasi Perangkat
Daerah Kabupaten/Kota
Pasal 21
(1)
Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai
kurang dari 40 (empat puluh) terdiri dari:
a.
sekretariat daerah, terdiri dari paling
banyak 3 (tiga) asisten;
b.
sekretariat DPRD;
c.
dinas paling banyak 12 (dua belas);
d.
lembaga teknis daerah paling banyak 8 (delapan);
e.
kecamatan; dan
f.
kelurahan.
(2)
Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai
antara 40 (empat puluh) sampai dengan 70 (tujuh puluh) terdiri dari:
a.
sekretariat daerah, terdiri dari paling
banyak 3 (tiga) asisten;
b.
sekretariat DPRD;
c.
dinas paling banyak 15 (lima belas);
d.
lembaga teknis daerah paling banyak 10 (sepuluh);
e.
kecamatan; dan
f.
kelurahan.
(3)
Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai
lebih dari 70 (tujuh puluh) terdiri dari:
a.
sekretariat daerah, terdiri dari paling banyak
4 (empat) asisten;
b.
sekretariat DPRD;
c.
dinas paling banyak 18 (delapan belas);
d.
lembaga teknis daerah paling banyak 12 (dua belas);
e.
kecamatan; dan
f.
kelurahan.
Bagian Ketiga
Perumpunan Urusan
Pemerintahan
Pasal 22
(1)
Penyusunan organisasi perangkat daerah
berdasarkan pertimbangan adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani.
(2)
Penanganan urusan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri.
(3)
Dalam hal beberapa urusan yang ditangani oleh
satu perangkat daerah, maka penggabungannya sesuai dengan perumpunan urusan
pemerintahan yang dikelompokkan dalam bentuk dinas dan lembaga teknis daerah.
(4)
Perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas
terdiri dari:
a.
bidang pendidikan, pemuda dan olahraga;
b.
bidang kesehatan;
c.
bidang sosial, tenaga kerja dan transmigrasi;
d.
bidang perhubungan, komunikasi dan informatika;
e. bidang
kependudukan dan catatan sipil;
f.
bidang kebudayaan dan pariwisata;
g.
bidang pekerjaan umum yang meliputi bina marga, pengairan, cipta
karya dan tata ruang;
h.
bidang perekonomian yang meliputi koperasi
dan usaha mikro, kecil dan menengah, industri dan perdagangan;
i.
bidang pelayanan pertanahan;
j.
bidang pertanian yang meliputi tanaman
pangan, peternakan, perikanan darat, kelautan dan perikanan, perkebunan dan
kehutanan;
k.
bidang pertambangan dan energi; dan
l.
bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan
aset.
(5)
Perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk badan,
kantor, inspektorat, dan rumah sakit, terdiri dari:
a.
bidang perencanaan pembangunan dan statistik;
b.
bidang penelitian dan pengembangan;
c.
bidang kesatuan bangsa, politik dan perlindungan
masyarakat;
d.
bidang lingkungan hidup;
e.
bidang ketahanan pangan;
f.
bidang penanaman modal;
g.
bidang perpustakaan, arsip, dan dokumentasi;
h.
bidang pemberdayaan masyarakat dan
pemerintahan desa;
i. bidang
pemberdayaan perempuan dan keluarga berencana;
j.
bidang kepegawaian, pendidikan dan pelatihan;
k.
bidang pengawasan; dan
l.
bidang pelayanan kesehatan.
(6)
Perangkat daerah yang dibentuk untuk
melaksanakan urusan pilihan, berdasarkan pertimbangan adanya urusan yang secara
nyata ada sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah.
Pasal 23
Pelaksanaan tugas dan fungsi staf, pelayanan
administratif serta urusan pemerintahan umum lainnya yang tidak termasuk dalam tugas
dan fungsi dinas maupun lembaga teknis daerah dilaksanakan oleh sekretariat daerah.
BAB VI
SUSUNAN ORGANISASI
PERANGKAT DAERAH
Bagian Pertama
Susunan Organisasi
Perangkat Daerah Provinsi
Paragraf 1
Sekretariat Daerah dan
Sekretariat DPRD
Pasal 24
(1)
Sekretariat daerah terdiri dari asisten, dan
masing-masing asisten terdiri dari
paling banyak 3 (tiga) biro, dan masing-masing biro terdiri dari paling
banyak 4 (empat) bagian, dan masing-masing bagian terdiri dari paling banyak 3
(tiga) subbagian.
(2)
Sekretariat DPRD terdiri dari paling banyak 4 (empat) bagian, dan masing-masing bagian
terdiri dari paling banyak 3 (tiga) subbagian.
Paragraf 2
Dinas Daerah
Pasal 25
(1)
Dinas terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan
paling banyak 4 (empat) bidang, sekretariat terdiri dari 3 (tiga) subbagian,
dan masing-masing bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) seksi.
(2)
Unit pelaksana teknis pada dinas terdiri dari
1 (satu) subbagian tata usaha dan
kelompok jabatan fungsional.
(3)
Unit pelaksana teknis dinas yang belum
terdapat jabatan fungsional dapat dibentuk paling banyak 2 (dua) seksi.
Paragraf 3
Lembaga Teknis Daerah
Pasal 26
(1)
Inspektorat terdiri dari 1 (satu) sekretariat
dan paling banyak 4 (empat) inspektur pembantu, sekretariat terdiri dari 3
(tiga) subbagian, serta kelompok jabatan fungsional.
(2)
Badan terdiri dari 1 (satu) sekretariat
dan paling banyak 4 (empat) bidang, sekretariat terdiri dari 3 (tiga) subbagian,
dan masing-masing bidang terdiri dari 2 (dua) subbidang atau kelompok jabatan fungsional.
(3)
Kantor terdiri dari 1 (satu) subbagian tata usaha
dan paling banyak 3 (tiga) seksi.
(4)
Unit pelaksana teknis pada badan terdiri dari 1
(satu) subbagian tata usaha dan kelompok jabatan fungsional.
(5)
Unit pelaksana teknis badan yang belum
terdapat jabatan fungsional dapat dibentuk paling banyak 2 (dua) seksi.
Pasal 27
(1)
Rumah sakit umum daerah kelas A terdiri dari paling
banyak 4 (empat) wakil direktur dan masing-masing wakil direktur terdiri dari
paling banyak 3 (tiga) bagian/bidang dan masing-masing bidang membawahkan
kelompok jabatan fungsional atau terdiri dari 2 (dua) seksi.
(2)
Pada wakil direktur sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang membidangi administrasi umum terdiri dari paling banyak 4 (empat)
bagian dan bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) subbagian.
(3)
Rumah sakit umum daerah kelas B terdiri dari paling
banyak 3 (tiga) wakil direktur, dan masing-masing wakil direktur terdiri dari
paling banyak 3 (tiga) bagian/bidang, masing-masing
bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) subbagian dan masing-masing bidang membawahkan
kelompok jabatan fungsional atau terdiri dari paling banyak 2 (dua) seksi.
(4)
Rumah sakit umum daerah kelas C terdiri dari
1 (satu) bagian dan paling banyak 3 (tiga) bidang, bagian terdiri dari paling
banyak 3 (tiga) subbagian dan masing-masing bidang membawahkan kelompok jabatan
fungsional atau terdiri dari paling banyak 2 (dua) seksi.
(5)
Rumah sakit khusus daerah kelas A terdiri
dari 2 (dua) wakil direktur, masing-masing
wakil direktur terdiri dari paling banyak 3 (tiga) bagian/bidang, masing-masing
bagian terdiri dari 2 (dua) subbagian, dan masing-masing bidang membawahkan
kelompok jabatan fungsional atau terdiri dari 2 (dua) seksi.
(6)
Rumah sakit khusus daerah kelas B terdiri
dari 1 (satu) subbagian tata usaha dan
paling banyak 3 (tiga) seksi.
Bagian Kedua
Susunan Organisasi
Perangkat Daerah Kabupaten/Kota
Paragraf 1
Sekretariat Daerah dan
Sekretariat DPRD
Pasal 28
(1)
Sekretariat daerah terdiri dari asisten, masing-masing
asisten terdiri dari paling banyak 4 (empat) bagian, dan masing-masing bagian
terdiri dari paling banyak 3 (tiga) subbagian.
(2)
Sekretariat DPRD terdiri dari paling banyak 4 (empat) bagian, dan masing-masing bagian
terdiri dari 3 (tiga) subbagian.
Paragraf 2
Dinas Daerah
Pasal 29
(1) Dinas terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan paling
banyak 4 (empat) bidang, sekretariat terdiri dari 3 (tiga) subbagian, dan masing-masing bidang
terdiri dari paling banyak 3 (tiga) seksi.
(2) Unit pelaksana
teknis pada dinas terdiri dari 1
(satu) subbagian tata usaha dan kelompok jabatan fungsional.
Paragraf 3
Lembaga Teknis Daerah
Pasal
30
(1)
Inspektorat terdiri dari 1 (satu)
sekretariat dan paling banyak 4 (empat) inspektur pembantu, sekretariat
terdiri dari 3 (tiga) subbagian, serta kelompok jabatan fungsional.
(2)
Badan terdiri dari 1
(satu) sekretariat dan paling banyak 4 (empat) bidang, sekretariat
terdiri dari 3 (tiga) subbagian, dan masing-masing bidang terdiri
dari 2 (dua) subbidang atau kelompok jabatan fungsional.
(3)
Kantor terdiri dari 1 (satu)
subbagian tata usaha dan paling banyak 3 (tiga) seksi.
(4)
Unit pelaksana teknis pada badan, terdiri
dari 1 (satu) subbagian tata usaha
dan kelompok jabatan fungsional.
Pasal
31
(1)
Rumah sakit umum daerah kelas A terdiri dari
paling banyak 4 (empat) wakil direktur dan masing-masing wakil direktur terdiri
dari paling banyak 3 (tiga) bagian/bidang, masing-masing bidang membawahkan
kelompok jabatan fungsional dan/atau terdiri dari 2 (dua) seksi.
(2)
Pada wakil direktur sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang membidangi administrasi umum terdiri dari paling banyak 4 (empat)
bagian dan bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) subbagian.
(3)
Rumah sakit umum daerah kelas B terdiri dari paling
banyak 3 (tiga) wakil direktur, dan masing-masing wakil direktur terdiri dari
paling banyak 3 (tiga) bagian/bidang,
masing-masing bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) subbagian dan
masing-masing bidang membawahkan kelompok jabatan fungsional atau terdiri dari paling
banyak 2 (dua) seksi.
(4)
Rumah sakit umum daerah kelas C terdiri dari 1 (satu) bagian dan paling banyak 3 (tiga) bidang,
bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) subbagian dan masing-masing bidang membawahkan
kelompok jabatan fungsional atau terdiri dari paling banyak 2 (dua) seksi.
(5)
Rumah sakit umum daerah kelas D terdiri dari 1
(satu) subbagian tata usaha dan 2 (dua) seksi.
(6)
Rumah sakit khusus daerah kelas A terdiri
dari 2 (dua) wakil direktur, masing-masing wakil direktur terdiri dari paling
banyak 3 (tiga) bagian/bidang, masing-masing bagian terdiri dari 2 (dua) subbagian,
dan masing-masing bidang membawahkan kelompok jabatan fungsional atau terdiri
dari 2 (dua) seksi.
(7)
Rumah sakit khusus daerah kelas B terdiri
dari 1 (satu) subbagian tata usaha dan paling banyak 3 (tiga) seksi.
Paragraf 4
Kecamatan dan
Kelurahan
Pasal 32
(1)
Kecamatan terdiri dari 1 (satu) sekretariat,
paling banyak 5 (lima) seksi, dan sekretariat membawahkan paling banyak 3
(tiga) subbagian.
(2)
Kelurahan terdiri dari 1 (satu) sekretariat
dan paling banyak 4 (empat) seksi.
Pasal 33
Jumlah bidang pada dinas dan badan yang
melaksanakan beberapa bidang urusan pemerintahan paling banyak 7 (tujuh)
bidang.
BAB VII
ESELON PERANGKAT DAERAH
Bagian Pertama
Eselon Jabatan Perangkat Daerah Provinsi
Pasal
34
(1)
Sekretaris daerah merupakan jabatan struktural
eselon Ib.
(2)
Asisten, sekretaris DPRD, kepala dinas, kepala
badan, inspektur, dan direktur rumah sakit umum daerah kelas A, merupakan
jabatan struktural eselon IIa.
(3)
Kepala biro, direktur rumah sakit umum daerah
kelas B, wakil direktur rumah sakit umum kelas A, dan direktur rumah sakit khusus
daerah kelas A merupakan jabatan struktural eselon IIb.
(4)
Kepala kantor, kepala bagian, sekretaris pada
dinas, badan dan inspektorat, kepala bidang dan inspektur pembantu, direktur rumah
sakit umum daerah kelas C, direktur rumah sakit khusus daerah kelas B, wakil direktur
rumah sakit umum daerah kelas B, wakil direktur rumah sakit khusus daerah kelas
A, dan kepala unit pelaksana teknis dinas dan badan merupakan jabatan
struktural eselon IIIa.
(5)
Kepala bagian dan kepala bidang pada rumah sakit
daerah merupakan jabatan struktural eselon
IIIb.
(6)
Kepala seksi, kepala subbagian, dan kepala subbidang
merupakan jabatan struktural eselon
IVa.
Bagian Kedua
Eselon Jabatan Perangkat Daerah
Kabupaten/Kota
Pasal
35
(1)
Sekretaris daerah merupakan jabatan
struktural eselon IIa.
(2)
Asisten, sekretaris DPRD, kepala dinas, kepala
badan, inspektur, direktur rumah sakit umum daerah kelas A dan kelas B, dan direktur
rumah sakit khusus daerah kelas A merupakan jabatan struktural eselon IIb.
(3)
Kepala kantor, camat, kepala bagian, sekretaris
pada dinas, badan dan inspektorat, inspektur pembantu, direktur rumah sakit umum
daerah kelas C, direktur rumah sakit khusus
daerah kelas B, wakil direktur rumah sakit umum daerah kelas A dan kelas B, dan
wakil direktur rumah sakit khusus daerah kelas A merupakan jabatan struktural
eselon IIIa.
(4)
Kepala bidang pada dinas dan badan, kepala bagian
dan kepala bidang pada rumah sakit umum daerah, direktur rumah sakit umum daerah
kelas D, dan sekretaris camat merupakan jabatan struktural eselon IIIb.
(5)
Lurah, kepala seksi, kepala subbagian, kepala
subbidang, dan kepala unit pelaksana teknis dinas dan badan merupakan jabatan struktural
eselon IVa.
(6)
Sekretaris kelurahan, kepala seksi pada kelurahan,
kepala subbagian pada unit pelaksana teknis, kepala tata usaha sekolah kejuruan
dan kepala subbagian pada sekretariat kecamatan merupakan jabatan struktural
eselon IVb.
(7)
Kepala tata usaha sekolah lanjutan tingkat pertama
dan kepala tata usaha sekolah menengah merupakan jabatan struktural eselon Va.
BAB
VIII
STAF
AHLI
Pasal
36
(1)
Gubernur, bupati/walikota dalam melaksanakan tugasnya dapat
dibantu staf ahli.
(2)
Staf ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak 5
(lima) staf ahli.
(3)
Staf ahli diangkat dan diberhentikan oleh gubernur, bupati/walikota
dari pegawai negeri sipil.
(4)
Pasal 37 . . .
Tugas dan fungsi staf ahli
gubernur, bupati/walikota ditetapkan oleh gubernur, bupati/walikota di luar
tugas dan fungsi perangkat daerah.
Pasal 37
(1)
Staf ahli gubernur merupakan jabatan struktural eselon IIa, dan staf
ahli bupati/walikota merupakan jabatan struktural eselon IIb.
(2)
Staf ahli dalam pelaksanaan tugasnya secara administratif
dikoordinasikan oleh sekretaris daerah.
BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN
ORGANISASI
Pasal 38
(1)
Pembinaan dan pengendalian organisasi
perangkat daerah provinsi dilakukan oleh Pemerintah.
(2)
Pembinaan dan pengendalian organisasi
perangkat daerah kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur.
Pasal
39
(1)
Pembinaan dan pengendalian organisasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dilaksanakan dengan menerapkan prinsip
koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi dalam penataan organisasi
perangkat daerah.
(2)
Pembinaan dan pengendalian organisasi perangkat daerah dilakukan melalui fasilitasi terhadap
rancangan peraturan daerah tentang organisasi perangkat daerah yang telah
dibahas bersama antara pemerintah daerah dengan DPRD.
(3)
Rancangan peraturan daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada gubernur bagi organisasi perangkat
daerah kabupaten/kota dan kepada Menteri bagi organisasi perangkat daerah
provinsi.
Pasal 40
(1)
Fasilitasi yang dilakukan oleh Menteri dan gubernur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) dilakukan paling lama 15 (lima belas) hari
kerja setelah diterima rancangan peraturan daerah.
(2)
Apabila dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak memberikan fasilitasi, maka rancangan peraturan daerah dapat ditetapkan
menjadi peraturan daerah.
Pasal 41
(1)
Peraturan daerah provinsi tentang organisasi
perangkat daerah harus disampaikan kepada Menteri paling lama 15 (lima belas)
hari kerja setelah ditetapkan.
(2)
Peraturan daerah kabupaten/kota tentang
organisasi perangkat daerah harus disampaikan kepada gubernur paling lama 15 (lima
belas) hari kerja setelah ditetapkan, dengan tembusan Menteri.
(3)
Peraturan daerah tentang organisasi perangkat
daerah dan peraturan pelaksanaannya yang bertentangan dengan ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah ini dapat dibatalkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 42
(1)
Menteri melakukan pemantauan dan evaluasi
penataan organisasi perangkat daerah.
(2)
menyelenggarakan . . .
Dalam
melakukan pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri berkoordinasi
dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pendayagunaan aparatur negara.
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 43
Provinsi, kabupaten/kota
yang baru dibentuk dan belum mempunyai DPRD, pembentukan perangkat daerah ditetapkan
dengan peraturan penjabat kepala daerah setelah mendapat persetujuan dari
Menteri dan pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang pendayagunaan aparatur negara.
Pasal 44
Daerah yang memiliki
status istimewa atau otonomi khusus, pembentukan perangkat daerah untuk
melaksanakan status istimewa dan otonomi khusus berpedoman pada peraturan Menteri
dengan pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pendayagunaan aparatur negara.
Pasal 45
(1)
Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi sebagai
pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan tugas pemerintahan umum lainnya,
pemerintah daerah dapat membentuk lembaga lain sebagai bagian dari perangkat
daerah.
(2)
pemerintahan . . .
Organisasi
dan tata kerja serta eselonisasi lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.
Pasal 46
Pemerintah daerah yang membentuk perangkat daerah sebagai badan
layanan umum berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Pasal 47
(1)
Untuk meningkatkan dan keterpaduan pelayanan
masyarakat di bidang perizinan yang bersifat lintas sektor,
gubernur/bupati/walikota dapat membentuk unit pelayanan terpadu.
(2)
Unit pelayanan terpadu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan gabungan dari unsur-unsur perangkat daerah yang
menyelenggarakan fungsi perizinan.
(3)
Unit pelayanan terpadu didukung oleh sebuah sekretariat
sebagai bagian dari perangkat daerah.
(4)
Pedoman organisasi dan tata kerja unit
pelayanan terpadu ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur
negara.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 48
Kepala bidang pada dinas dan badan perangkat
daerah kabupaten/kota yang telah menduduki jabatan struktural eselon IIIa
sebelum Peraturan Pemerintah ini diundangkan, tetap diberikan hak kepegawaian dan
hak administrasi lainnya dalam jabatan struktural eselon IIIa pada kabupaten/kota.
Pasal
49
Di lingkungan pemerintah daerah ditetapkan
jabatan fungsional sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal
50
(1)
Perangkat daerah yang didukung oleh kelompok jabatan
fungsional, dilakukan penyerasian dan rasionalisasi struktur organisasi.
(2)
Penyerasian dan rasionalisasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 1 (satu) tahun sejak peraturan daerah tentang
organisasi perangkat daerah ditetapkan.
Pasal 51
Pelaksanaan penataan organisasi perangkat
daerah berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini dilakukan
paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 52
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai
berlaku maka Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi
Perangkat Daerah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 53
Agar . . .
Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23
Juli 2007 PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA, ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO |
|
|
Diundangkan
di Jakarta pada
tanggal 23 Juli
2007 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd ANDI MATTALATTA |
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 89
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 2007
TENTANG
ORGANISASI PERANGKAT DAERAH
I. UMUM
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah dibantu
oleh perangkat daerah yang terdiri dari unsur staf yang membantu penyusunan
kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam sekretariat, unsur pengawas yang
diwadahi dalam bentuk inspektorat, unsur perencana yang diwadahi dalam bentuk
badan, unsur pendukung tugas kepala
daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat
spesifik, diwadahi dalam lembaga teknis daerah, serta unsur pelaksana urusan
daerah yang diwadahi dalam dinas daerah.
Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu
organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, yang
terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan, namun tidak berarti bahwa setiap
penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri.
Dengan
perubahan terminologi pembagian urusan pemerintah yang bersifat konkuren
berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, maka dalam implementasi
kelembagaan setidaknya terwadahi fungsi-fungsi pemerintahan tersebut pada
masing-masing tingkatan pemerintahan.
dalam . . .
Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib, diselenggarakan oleh seluruh provinsi,
kabupaten, dan kota, sedangkan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
bersifat pilihan hanya dapat diselenggarakan oleh daerah yang memiliki potensi
unggulan dan kekhasan daerah, yang dapat dikembangkan dalam rangka pengembangan
otonomi daerah. Hal ini dimaksudkan untuk efisiensi dan memunculkan sektor unggulan
masing-masing daerah sebagai upaya optimalisasi pemanfaatan sumber daya daerah
dalam rangka mempercepat proses peningkatan kesejahteraan rakyat.
Peraturan Pemerintah ini
pada prinsipnya dimaksudkan memberikan arah dan pedoman yang jelas kepada daerah
dalam menata organisasi yang efisien, efektif, dan rasional sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan daerah masing-masing serta adanya koordinasi,
integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi serta komunikasi kelembagaan antara
pusat dan daerah.
Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya
mempertimbangkan faktor keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi
sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah
kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang
bertalian dengan urusan yang akan ditangani, sarana dan prasarana penunjang
tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi
masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.
Peraturan Pemerintah ini
menetapkan kriteria untuk menentukan jumlah besaran organisasi perangkat daerah
masing-masing pemerintah daerah dengan variabel jumlah penduduk, luas wilayah
dan jumlah APBD, yang kemudian ditetapkan pembobotan masing-masing variabel
yaitu 40% (empat puluh persen) untuk variabel jumlah penduduk, 35% (tiga puluh
lima persen) untuk variabel luas wilayah dan 25% (dua puluh lima persen) untuk
variabel jumlah APBD, serta menetapkan variabel tersebut dalam beberapa kelas
interval, sebagaimana ditetapkan dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini. Demikian juga mengenai jumlah susunan
organisasi disesuaikan dengan beban tugas masing-masing perangkat daerah.
Perubahan nomenklatur Bagian Tata
Usaha pada Dinas dan Badan menjadi Sekretariat dimaksudkan untuk lebih
memfungsikannya sebagai unsur staf dalam rangka koordinasi penyusunan program
dan penyelenggaraan tugas-tugas Bidang secara terpadu dan tugas pelayanan
administratif.
Bidang pengawasan, sebagai salah satu fungsi dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah, dalam rangka akuntabilitas dan objektifitas hasil
pemeriksaan, maka nomenklaturnya menjadi Inspektorat Provinsi, Inspektorat Kabupaten/Kota
dan dipimpin oleh Inspektur, yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab langsung
kepada kepala daerah.
Selain itu, eselon kepala bidang pada dinas
dan badan perangkat daerah kabupaten/kota diturunkan yang semula eselon IIIa menjadi eselon IIIb,
dimaksudkan dalam rangka penerapan pola
pembinaan karir, efisiensi, dan penerapan koordinasi sesuai peraturan
perundang-undangan di bidang kepegawaian, namun demikian bagi pejabat yang
sudah atau sebelumnya memangku jabatan eselon IIIa, sebelum Peraturan
Pemerintah ini ditetapkan kepada yang bersangkutan tetap diberikan hak-hak kepegawaian
dan hak administrasi lainnya dalam jabatan struktural eselon IIIa, walaupun
organisasinya menjadi eselon IIIb, dan jabatan eselon IIIb tersebut efektif diberlakukan
bagi pejabat yang baru dipromosikan memangku
jabatan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Beberapa perangkat daerah yaitu yang menangani
fungsi pengawasan, kepegawaian, rumah sakit, dan keuangan, mengingat tugas dan
fungsinya merupakan amanat peraturan perundang-undangan, maka perangkat daerah
tersebut tidak mengurangi jumlah perangkat daerah yang ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah ini, dan pedoman teknis mengenai organisasi dan tata kerja
diatur tersendiri.
Pembinaan dan pengendalian organisasi dalam
Peraturan Pemerintah ini dimaksudkan dalam rangka penerapan koordinasi,
integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi antardaerah dan antarsektor, sehingga
masing-masing pemerintah daerah taat asas dan taat norma dalam penataan
kelembagaan perangkat daerah. Dalam ketentuan ini pemerintah dapat membatalkan
peraturan daerah tentang perangkat daerah yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan dengan konsekuensi pembatalan hak-hak keuangan dan
kepegawaian serta tindakan administratif lainnya.
Dalam pelaksanaan pembinaan
dan pengendalian organisasi perangkat daerah, pemerintah senantiasa melakukan
fasilitasi melalui asistensi, pemberian arahan, pedoman, bimbingan, supervisi, pelatihan, serta kerja sama, sehingga
sinkronisasi dan simplifikasi dapat tercapai secara optimal dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Diatur pula dalam Peraturan
Pemerintah ini mengenai pembentukan lembaga lain dalam rangka melaksanakan
kebijakan Pemerintah, sebagai bagian dari perangkat daerah, seperti sekretariat
badan narkoba provinsi, kabupaten dan kota, sekretariat komisi penyiaran, serta
lembaga lain untuk mewadahi penanganan tugas-tugas pemerintahan umum yang harus
dilaksanakan oleh pemerintah daerah, namun untuk pengendaliannya, pembentukannya
harus dengan persetujuan pemerintah atas usul kepala daerah.
Pengertian pertanggungjawaban kepala dinas,
sekretaris DPRD, dan kepala badan/kantor/direktur rumah sakit daerah melalui
sekretaris daerah adalah pertanggungjawaban administratif yang meliputi
penyusunan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, dan
pelaporan pelaksanaan tugas dinas daerah, sekretariat DPRD dan lembaga teknis
daerah, dengan demikian kepala dinas, sekretaris DPRD, dan kepala
badan/kantor/direktur rumah sakit daerah bukan merupakan bawahan langsung sekretaris
daerah.
Dalam implementasi
penataan kelembagaan perangkat daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah ini
menerapkan prinsip-prinsip organisasi, antara lain visi dan misi yang jelas,
pelembagaan fungsi staf dan fungsi lini serta fungsi pendukung secara tegas,
efisiensi dan efektifitas, rentang kendali serta tata kerja yang jelas.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal
2
Cukup jelas.
Pasal
3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal
5
Cukup
jelas.
Pasal
6
Cukup
jelas.
Pasal
7
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Kegiatan teknis operasional yang dilaksanakan unit pelaksana
teknis dinas adalah tugas untuk melaksanakan kegiatan teknis yang secara
langsung berhubungan dengan pelayanan masyarakat sedangkan teknis penunjang
adalah melaksanakan kegiatan untuk mendukung pelaksanaan tugas organisasi
induknya.
Pasal
8
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf b
Pemberian
dukungan termasuk penyelenggaraan tugas dan
fungsi yang menjadi ruang lingkup kewenangannya.
Huruf c
Cukup
jelas.
Huruf d
Cukup
jelas.
Ayat
(4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Kegiatan teknis operasional yang dilaksanakan
unit pelaksana teknis badan adalah tugas untuk melaksanakan kegiatan teknis
yang secara langsung berhubungan dengan pelayanan masyarakat sedangkan teknis
penunjang adalah melaksanakan kegiatan untuk mendukung pelaksanaan tugas
organisasi induknya.
Pasal 9
Cukup
jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup
jelas.
Pasal 13
Cukup
jelas.
Pasal
14
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Kegiatan teknis
operasional yang dilaksanakan unit pelaksana teknis dinas adalah tugas untuk
melaksanakan kegiatan teknis yang secara langsung berhubungan dengan pelayanan
masyarakat sedangkan teknis penunjang adalah melaksanakan kegiatan untuk
mendukung pelaksanaan tugas organisasi induknya.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat
(5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Kegiatan teknis operasional yang dilaksanakan
unit pelaksana teknis badan adalah tugas untuk melaksanakan kegiatan teknis
yang secara langsung berhubungan dengan pelayanan masyarakat sedangkan teknis
penunjang adalah melaksanakan kegiatan untuk mendukung pelaksanaan tugas
organisasi induknya.
Pasal
16
Cukup
jelas.
Pasal
17
Cukup jelas.
Pasal
18
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Ayat
(4)
Yang dimaksud dengan “peraturan
perundang-undangan” adalah Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang
Kelurahan.
Pasal
19
Cukup
jelas.
Pasal
20
Ayat
(1)
Penentuan jumlah perangkat daerah sesuai
dengan jumlah nilai yang ditetapkan berdasarkan perhitungan dari variabel, dan masing-masing
pemerintah daerah tidak mutlak membentuk sejumlah perangkat daerah yang telah
ditentukan sesuai dengan variabel tersebut.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Pasal
21
Ayat (1)
Penentuan jumlah perangkat daerah sesuai
dengan jumlah nilai yang ditetapkan berdasarkan perhitungan dari variabel, dan
masing-masing pemerintah daerah tidak mutlak membentuk sejumlah perangkat
daerah yang telah ditentukan sesuai dengan variabel tersebut.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Pasal
22
Ayat (1)
Urusan pemerintahan yang perlu ditangani terdiri
dari urusan wajib dan urusan pilihan.
Ayat
(2)
Masing-masing urusan pada prinsipnya tidak
mutlak dibentuk dalam lembaga tersendiri, namun sebaliknya masing-masing urusan
dapat dikembangkan atau dibentuk lebih dari satu lembaga perangkat daerah
sesuai dengan prinsip-prinsip organisasi, kebutuhan dan kemampuan daerah masing-masing.
Ayat
(3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Perumpunan dimaksud adalah penanganan urusan
pemerintahan yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang dapat
digabung dalam satu perangkat daerah berbentuk dinas, misalnya urusan koperasi
dan usaha mikro, kecil dan menengah digabung dengan urusan perindustrian dan
perdagangan.
Huruf
a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup
jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d . . .
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf
i
Pelaksanaan urusan bidang pelayanan
pertanahan diselenggarakan oleh perangkat daerah sesuai kewenangan
masing-masing.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf
l
Cukup jelas.
Ayat
(5)
Huruf a . . .
Perumpunan
dimaksud adalah penanganan urusan pemerintahan yang terdiri dari urusan wajib dan
fungsi pendukung yang dapat digabung dalam satu perangkat daerah berbentuk badan
dan/atau kantor, misalnya urusan perencanaan pembangunan digabung dengan urusan
penelitian dan pengembangan.
Huruf
a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Ayat (6) . . .
Cukup
jelas.
Ayat
(6)
Cukup
jelas.
Pasal
23
Perangkat daerah yang menyelenggarakan fungsi
staf seperti bidang hukum, organisasi, hubungan masyarakat, protokol dan
pelayanan administratif, serta fungsi pemerintahan umum lainnya antara lain
bidang penanganan perbatasan dan administrasi kerja sama luar negeri, yang
termasuk sebagai bagian dari urusan pemerintahan, dan tidak termasuk fungsi
dinas maupun lembaga teknis daerah diwadahi dalam sekretariat daerah.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup
jelas.
Pasal 27
Cukup
jelas.
Pasal 28
Cukup
jelas.
Pasal 29
Cukup
jelas.
Pasal 30
Cukup
jelas.
Pasal 31
Cukup
jelas.
Pasal 32 . . .
Pasal 32
Cukup
jelas.
Pasal
33
Untuk menentukan jumlah susunan organisasi
masing-masing perangkat daerah dilakukan berdasarkan analisis jabatan dan
analisis beban kerja.
Pasal
34
Cukup
jelas.
Pasal
35
Cukup
jelas.
Pasal
36
Cukup
jelas.
Pasal
37
Cukup
jelas.
Pasal
38
Cukup jelas.
Pasal
39
Ayat
(1)
Yang dimaksud dengan “koordinasi” adalah
peran serta para pemangku kepentingan dalam menata organisasi perangkat daerah
sesuai dengan lingkup kewenangannya, baik lintas sektor maupun antarstrata
pemerintahan.
Yang dimaksud dengan “integrasi” adalah penyelenggaraan
fungsi-fungsi pemerintahan daerah yang dilaksanakan secara terpadu dalam suatu
organisasi perangkat daerah.
Yang . . .
Yang
dimaksud dengan “sinkronisasi” adalah konsistensi dalam penataan organisasi
perangkat daerah sesuai dengan norma, prinsip, dan standar yang berlaku.
Yang dimaksud dengan “simplifikasi” adalah penyederhanaan
penataan organisasi perangkat daerah yang efisien, efektif, rasional, dan
proporsional.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”fasilitasi” adalah
pemberian pedoman dan petunjuk teknis, arahan, bimbingan teknis, supervisi,
asistensi dan kerja sama serta monitoring dan evaluasi terhadap penyusunan dan
pelaksanaan peraturan daerah tentang organisasi dan tata kerja satuan kerja
perangkat daerah.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Pasal
40
Cukup
jelas.
Pasal
41
Cukup
jelas.
Pasal
42
Cukup
jelas.
Pasal
43
Cukup
jelas.
Pasal
44
Pembentukan perangkat daerah bagi daerah yang
ditetapkan sebagai daerah istimewa dan daerah otonomi khusus secara umum
berpedoman pada Peraturan Pemerintah ini, sedangkan untuk perangkat daerah lainnya dalam rangka
penyelenggaraan tugas dan fungsi dalam kedudukannya sebagai daerah istimewa dan
otonomi khusus disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik dari segi jumlah
dan jenis perangkat daerah dengan berpedoman pada peraturan Menteri.
Pasal 45 . . .
Pasal
45
Ayat
(1)
Yang dimaksud dengan “tugas dan fungsi
sebagai pelaksanaan peraturan perundang-undangan” adalah tugas dan fungsi
penyelenggaraan pemerintahan selain tugas dan fungsi perangkat daerah tetapi
harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan,
misalnya sekretariat komisi penyiaran, sekretariat badan narkoba.
Yang dimaksud dengan “tugas pemerintahan umum
lainnya” adalah penyelenggaraan tugas pemerintahan yang perlu ditangani oleh
pemerintah daerah sesuai dengan karakteristik daerah, misalnya penanganan
perbatasan, kerja sama antardaerah.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Pasal
46
Cukup jelas.
Pasal
47
Cukup jelas.
Pasal
48
Pejabat strukutural eselon IIIa pada semua
satuan kerja perangkat daerah sebelum Peraturan Pemerintah ini ditetapkan,
apabila dimutasikan menjadi kepala bidang pada dinas/badan pada perangkat
daerah kabupaten/kota tetap diberikan hak kepegawaian dan hak administrasi
lainnya dalam jabatan struktural eselon IIIa.
Pasal
49
Cukup
jelas.
Pasal 50 . . .
Pasal
50
Ayat (1)
Perangkat daerah yang dapat didukung oleh
jabatan fungsional seperti jabatan fungsional auditor pada inspektorat, jabatan
fungsional perencana pada badan perencanaan pembangunan daerah, jabatan
fungsional pustakawan pada badan/kantor perpustakaan, jabatan fungsional
arsiparis pada badan/kantor arsip, jabatan fungsional pranata komputer dan
lain-lain, dilakukan penyerasian dan rasionalisasi struktur organisasi dengan
menghapus dan atau mengurangi jabatan struktural pada unit pelaksana.
Ayat
(2)
Pelaksanaan penyerasian dan rasionalisasi
dimaksud dalam hal ini adalah bahwa pembina jabatan fungsional dapat menetapkan
program impassing sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal
51
Cukup
jelas.
Pasal
52
Cukup
jelas.
Pasal
53
Cukup
jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4741
LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 41 Tahun 2007 TANGGAL :
23 Juli 2007
PENETAPAN VARIABEL BESARAN ORGANISASI
PERANGKAT DAERAH
A. PROVINSI
NO |
VARIABEL |
KELAS INTERVAL |
NILAI |
1 |
2 |
3 |
4 |
1. |
JUMLAH PENDUDUK (jiwa) Untuk Provinsi di Pulau
Jawa |
≤ 7.500.000 7.500.001 - 15.000.000 15.000.001 - 22.500.000 22.500.001- 30.000.000 > 30.000.000 |
8 16 24 32 40 |
2. |
JUMLAH PENDUDUK (jiwa) Untuk Provinsi di luar
Pulau Jawa |
≤ 1.500.000 1.500.001 - 3.000.000 3.000.001 - 4.500.000 4.500.001 - 6.000.000 > 6.000.000 |
8 16 24 32 40 |
3. |
LUAS WILAYAH (KM2) Untuk Provinsi di Pulau
Jawa |
≤ 10.000 10.001 - 20.000 20.001 - 30.000 30.001 - 40.000 > 40.000 |
7 14 21 28 35 |
4. |
LUAS WILAYAH (KM2) Untuk Provinsi di luar
Pulau Jawa |
≤ 20.000 20.001 - 40.000 40.001 - 60.000 60.001 - 80.000 > 80.000 |
7 14 21 28 35 |
1 |
2 |
3 |
4 |
5. |
JUMLAH APBD |
≤ Rp500.000.000.000,00 Rp500.000.000.001,00 - Rp1.000.000.000.000,00 Rp1.000.000.000.001,00 - Rp1.500.000.000.000,00 Rp1.500.000.000.001,00 - Rp2.000.000.000.000,00 > Rp2.000.000.000.000,00 |
5 10 15 20 25 |
B. KABUPATEN
NO |
VARIABEL |
KELAS INTERVAL |
NILAI |
1 |
2 |
3 |
4 |
1. |
JUMLAH PENDUDUK (jiwa) Untuk Kabupaten di
Pulau Jawa dan Madura. |
≤ 250.000 250.001 - 500.000 500.001 – 750.000 750.001 – 1.000.000 > 1.000.000 |
8 16 24 32 40 |
2. |
JUMLAH PENDUDUK (jiwa) Untuk Kabupaten di luar
Pulau Jawa dan Madura. |
≤ 150.000 150.001 - 300.000 300.001 – 450.000 450.001 – 600.000 > 600.000 |
8 16 24 32 40 |
3. |
LUAS WILAYAH (KM2) Untuk Kabupaten di
Pulau Jawa dan Madura. |
≤ 500 501 - 1.000 1.001 – 1.500 1.501 – 2.000 > 2.000 |
7 14 21 28 35 |
1 |
2 |
3 |
4 |
4. |
LUAS WILAYAH (KM2) Untuk Kabupaten di luar Pulau Jawa dan
Madura. |
≤ 1.000 1.001 – 2.000 2.001 – 3.000 3.001 – 4.000 > 4.000 |
7 14 21 28 35 |
5. |
JUMLAH APBD |
≤ Rp200.000.000.000,00 Rp200.000.000.001,00 – Rp400.000.000.000,00 Rp400.000.000.001,00 – Rp600.000.000.000,00 Rp600.000.000.001,00 – Rp800.000.000.000,00 > Rp800.000.000.000,00 |
5 10 15 20 25 |
C. KOTA
NO |
VARIABEL |
KELAS INTERVAL |
NILAI |
1 |
2 |
3 |
4 |
1. |
JUMLAH PENDUDUK (jiwa) Untuk Kota di Pulau
Jawa dan Madura. |
≤ 100.000 100.001 - 200.000 200.001 - 300.000 300.001 - 400.000 > 400.000 |
8 16 24 32 40 |
2. |
JUMLAH PENDUDUK (jiwa) Untuk Kota di luar Pulau Jawa dan Madura. |
≤ 50.000 50.001 - 100.000 100.001 - 150.000 150.001 - 200.000 > 200.000 |
8 16 24 32 40 |
1 |
2 |
3 |
4 |
3. |
LUAS WILAYAH (KM2) Untuk Kota di Pulau
Jawa dan Madura. |
≤ 50 51 - 100 101 - 150 151 – 200 > 200 |
7 14 21 28 35 |
4. |
LUAS WILAYAH (KM2) Untuk Kota di luar Pulau Jawa dan Madura. |
≤ 75 76 - 150 151 - 225 226 – 300 > 300 |
7 14 21 28 35 |
5. |
JUMLAH APBD |
≤ Rp200.000.000.000,00 Rp200.000.000.001,00 – Rp400.000.000.000,00
Rp400.000.000.001,00 – Rp600.000.000.000,00
Rp600.000.000.001,00 – Rp800.000.000.000,00
> Rp800.000.000.000,00 |
5 10 15 20 25 |
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG
YUDHOYONO