PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 37 TAHUN 2009
TENTANG
DOSEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 47 ayat (3), Pasal 51 ayat (2), Pasal 53 ayat (4), Pasal 55 ayat (4), Pasal 56 ayat (2), Pasal 57 ayat (3), Pasal 61 ayat (2), Pasal 62 ayat (2), Pasal 63 ayat (2), Pasal 64 ayat (2), Pasal 74 ayat (5), dan Pasal 76 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Dosen; |
Mengingat |
: |
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586); |
MEMUTUSKAN:
Menetapkan |
: |
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG DOSEN. |
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
2. Dosen tetap adalah dosen yang bekerja penuh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu.
3. Satuan pendidikan tinggi adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi.
4. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk dosen.
5. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada dosen sebagai tenaga profesional.
6. Gaji adalah hak yang diterima oleh dosen atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan tinggi atau Satuan Pendidikan Tinggi dalam bentuk finansial secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
7. Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan tinggi yang dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.
8. Satuan kredit semester yang selanjutnya disingkat SKS adalah beban belajar mahasiswa dan beban pembelajaran dosen dalam sistem kredit semester.
9. Perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian tertulis antara dosen dengan penyelenggara pendidikan tinggi atau Satuan Pendidikan Tinggi yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
10. Pemerintah adalah pemerintah pusat.
11. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
12. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
13. Daerah khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain; daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain.
14. Departemen adalah departemen yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
15. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
BAB II
Pasal 2
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Sertifikat pendidik untuk dosen diberikan setelah memenuhi syarat sebagai berikut:
a. memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
b. memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli; dan
c. lulus sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(1) Sertifikasi pendidik untuk dosen dilaksanakan melalui uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidik.
(2) Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio.
(3) Penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan penilaian pengalaman akademik dan profesional dengan menggunakan portofolio dosen.
(4) Penilaian portofolio dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk menentukan pengakuan atas kemampuan profesional dosen, dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan:
a. kualifikasi akademik dan unjuk kerja tridharma perguruan tinggi;
b. persepsi dari atasan, sejawat, mahasiswa dan diri sendiri tentang kepemilikan kompetensi pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian; dan
c. pernyataan diri tentang kontribusi dosen yang bersangkutan dalam pelaksanaan dan pengembangan tridharma perguruan tinggi.
(5) Dosen yang lulus penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mendapat sertifikat pendidik.
(6) Dosen yang tidak lulus penilaian portofolio melakukan kegiatan-kegiatan pengembangan profesionalisme guna memenuhi kelengkapan dokumen portofolionya untuk dinilai kembali dalam program sertifikasi periode berikutnya.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 5
(1) Sertifikasi pendidik untuk dosen diselenggarakan oleh perguruan tinggi terakreditasi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Penyelenggara sertifikasi pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan pada kriteria memiliki program studi yang relevan dan/atau satuan pendidikan tinggi yang terakreditasi A.
(3) Dalam hal kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum terpenuhi, Menteri dapat menentukan kriteria lain yang diperlukan untuk penetapan perguruan tinggi sebagai penyelenggara sertifikasi pendidik untuk dosen.
(4) Jumlah peserta sertifikasi pendidik untuk dosen setiap tahun ditetapkan oleh Menteri.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Sertifikasi pendidik untuk dosen harus dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
Pasal 7
Sertifikat pendidik untuk dosen berlaku selama yang bersangkutan melaksanakan tugas sebagai dosen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1) Tunjangan profesi diberikan kepada dosen yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki sertifikat pendidik yang telah diberi nomor registrasi dosen oleh Departemen;
b. melaksanakan tridharma perguruan tinggi dengan beban kerja paling sedikit sepadan dengan 12 (dua belas) SKS dan paling banyak 16 (enam belas) SKS pada setiap semester sesuai dengan kualifikasi akademiknya dengan ketentuan:
1) beban kerja pendidikan dan penelitian paling sedikit sepadan dengan 9 (sembilan) SKS yang dilaksanakan di perguruan tinggi yang bersangkutan; dan
2) beban kerja pengabdian kepada masyarakat dapat dilaksanakan melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan oleh perguruan inggi yang bersangkutan atau melalui lembaga lain;
c. tidak terikat sebagai tenaga tetap pada lembaga lain di luar satuan pendidikan tinggi tempat yang bersangkutan bertugas;
d. terdaftar pada Departemen sebagai dosen tetap; dan
e. berusia paling tinggi:
1) 65 (enam puluh lima) tahun; atau
2) 70 (tujuh puluh) tahun bagi dosen dengan jabatan profesor yang mendapat perpanjangan masa tugas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Menteri dapat menetapkan ketentuan batas usia lebih tinggi dari 65 (enam puluh lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e angka 1) untuk dosen yang:
a. bertugas pada satuan pendidikan tinggi di daerah khusus;
b. berkeahlian khusus; atau
c. dibutuhkan atas dasar pertimbangan kepentingan nasional.
(3) Dosen tetap yang mendapat penugasan sebagai pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan sampai dengan tingkat jurusan tetap memperolah tunjangan profesi sepanjang yang bersangkutan melaksanakan darma pendidikan paling sedikit sepadan dengan 3 (tiga) SKS di perguruan tinggi yang bersangkutan.
(4) Menteri dapat menetapkan persyaratan pemberian tunjangan profesi yang berbeda dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), untuk pemegang sertifikat pendidik yang bertugas:
a. pada program pendidikan di daerah khusus; atau
b. sebagai pengampu bidang keahlian khusus.
(5) Tunjangan profesi bagi dosen dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Bagian Kedua
(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah atau penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan masyarakat dan ditugaskan oleh Pemerintah pada perguruan tinggi di daerah khusus berhak memperoleh tunjangan khusus yang ditanggung oleh Pemerintah.
(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(3) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada dosen hanya apabila yang bersangkutan melaksanakan kewajibannya sebagai dosen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Penetapan dan rincian kewajiban sebagai dosen, serta evaluasi secara periodik mengenai tunjangan khusus di daerah khusus diatur dengan Peraturan Menteri.
(1) Pemerintah memberikan tunjangan kehormatan kepada profesor yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi setara 2 (dua) kali gaji pokok profesor yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(2) Penyelenggara pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup Pemerintah dan masyarakat.
(3) Satuan pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(4) Tunjangan kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada profesor yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki sertifikat pendidik yang telah diberi nomor registrasi dosen oleh Departemen;
b. melaksanakan tridharma perguruan tinggi dengan beban kerja paling sedikit sepadan dengan 12 (dua belas) SKS dan paling banyak 16 (enam belas) SKS pada setiap semester sesuai dengan kualifikasi akademiknya dengan ketentuan:
1) beban kerja pendidikan dan penelitian paling sedikit sepadan dengan 9 (sembilan) SKS yang dilaksanakan di perguruan tinggi yang bersangkutan; dan
2) beban kerja pengabdian kepada masyarakat dapat dilaksanakan melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan atau melalui lembaga lain;
c. tidak terikat sebagai tenaga tetap pada lembaga lain di luar satuan pendidikan tinggi tempat yang bersangkutan bertugas;
d. terdaftar pada Departemen sebagai dosen tetap; dan
e. berusia paling tinggi:
1) 65 (enam puluh lima) tahun; atau
2) 70 (tujuh puluh) tahun bagi dosen dengan jabatan profesor yang mendapat perpanjangan masa tugas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Profesor yang mendapat penugasan sebagai pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan sampai dengan tingkat jurusan, program studi, atau nama lain yang sejenis, memperoleh tunjangan kehormatan sepanjang yang bersangkutan melaksanakan dharma pendidikan paling sedikit sepadan dengan 3 (tiga) SKS di perguruan tinggi yang bersangkutan.
(6) Tunjangan kehormatan profesor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan kehormatan profesor diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
(1) Tunjangan profesi, tunjangan khusus, dan tunjangan kehormatan bagi dosen tetap yang bukan pegawai negeri sipil diberikan sesuai dengan kesetaraan tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang berlaku bagi dosen pegawai negeri sipil.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
(1) Pemerintah menjamin terwujudnya maslahat tambahan kepada dosen yang diangkat oleh Pemerintah, penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan masyarakat.
(2) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(3) Prestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi keunggulan dalam:
a. menghasilkan mahasiswa berprestasi akademik atau nonakademik di tingkat nasional dan/atau internasional;
b. mengarang atau menyusun naskah buku yang diterbitkan oleh lembaga resmi;
c. menghasilkan karya kreatif atau inovatif yang diakui baik pada tingkat daerah, nasional dan/atau internasional;
d. memperoleh hak atas kekayaan intelektual;
e. memperoleh penghargaan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan/atau olahraga;
f. menghasilkan karya tulis yang diterbitkan di jurnal nasional yang terakreditasi dan/atau jurnal yang mempunyai reputasi internasional;
g. menjalankan tugas dan kewajiban sebagai dosen dengan dedikasi yang baik; atau
h. menghasilkan capaian kinerja melampaui target yang ditetapkan Satuan Pendidikan Tinggi.
(4) Pemberian setiap bentuk maslahat tambahan diprioritaskan kepada dosen yang belum memperoleh maslahat tambahan.
(5) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diberikan kepada dosen yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki sertifikat pendidik yang telah diberi nomor registrasi dosen oleh Departemen;
b. melaksanakan tridharma perguruan tinggi dengan beban kerja paling sedikit sepadan dengan 12 (dua belas) SKS dan paling banyak 16 (enam belas) SKS pada setiap semester sesuai dengan kualifikasi akademiknya dengan ketentuan:
1) beban kerja pendidikan dan penelitian paling sedikit sepadan dengan 9 (sembilan) SKS yang dilaksanakan di perguruan tinggi yang bersangkutan; dan
2) beban kerja pengabdian kepada masyarakat dapat dilaksanakan melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan atau melalui lembaga lain;
c. tidak terikat sebagai tenaga tetap pada lembaga lain di luar satuan pendidikan tinggi tempat yang bersangkutan bertugas; dan
1) 65 (enam puluh lima) tahun; atau
2) 70 (tujuh puluh) tahun bagi dosen dengan jabatan profesor yang mendapat perpanjangan masa tugas.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penilaian prestasi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh satuan pendidikan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 13
Maslahat tambahan diperoleh dalam bentuk:
a. tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi dosen;
b. kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra-putri dosen, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
Pasal 14
Menteri dapat menetapkan persyaratan pemberian maslahat tambahan yang berbeda dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 untuk dosen yang bertugas di daerah khusus atau sebagai pengampu bidang keahlian khusus.
(1) Pemerintah memberikan maslahat tambahan yang berbentuk dana bagi dosen, baik yang diangkat oleh Pemerintah maupun penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan masyarakat dan dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Pemerintah daerah dapat membantu maslahat tambahan bagi dosen, baik yang diangkat oleh Pemerintah maupun penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan masyarakat dan dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pasal 16
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan maslahat tambahan dalam bentuk kesejahteraan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi dapat memberikan maslahat tambahan dalam bentuk kesejahteraan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b.
Bagian Keenam
(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak mendapatkan promosi sesuai dengan prestasi kerja.
(2) Promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kenaikan pangkat dan/atau kenaikan jenjang jabatan akademik.
(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah dapat ditempatkan pada jabatan struktural di luar perguruan tinggi.
(2) Penempatan pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah dosen yang bersangkutan bertugas sebagai dosen paling sedikit selama 8 (delapan) tahun.
(3) Selama menempati jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dosen yang bersangkutan kehilangan haknya untuk memperoleh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan kehormatan, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan.
(4) Dosen yang ditempatkan pada jabatan struktural, dibebaskan sementara dari jabatannya apabila ditugaskan secara penuh di luar jabatan dosen.
(5) Dosen yang ditempatkan pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditugaskan kembali sebagai dosen dan mendapatkan hak-hak dosen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Hak-hak dosen yang ditugaskan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan/atau tunjangan kehormatan diberikan sebesar tunjangan dalam pangkat dan golongan terakhir pada jabatan sebagai dosen sebelum menempati jabatan struktural.
Bagian Ketujuh
(1) Dosen yang melaksanakan tugas keprofesionalan-nya berhak mendapatkan penghargaan.
(2) Dosen yang mendapat penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dosen berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus.
(3) Dosen berprestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dosen yang:
a. menghasilkan mahasiswa berprestasi akademik atau non-akademik di tingkat nasional dan/atau internasional;
b. mengarang atau menyusun naskah buku yang diterbitkan oleh lembaga resmi;
c. menghasilkan karya kreatif atau inovatif yang diakui baik pada tingkat daerah, nasional dan/atau internasional;
d. memperoleh hak atas kekayaan intelektual;
e. memperoleh penghargaan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan/atau olahraga;
f. menghasilkan karya tulis yang diterbitkan di jurnal nasional yang terakreditasi dan/atau jurnal yang mempunyai reputasi internasional;
g. menjalankan tugas dan kewajiban sebagai dosen dengan dedikasi yang baik; atau
h. menghasilkan capaian kinerja melampaui target yang ditetapkan satuan pendidikan tinggi.
(4) Dosen berdedikasi luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dosen yang menjalankan tugasnya dengan komitmen, pengorbanan waktu, tenaga, dan pikiran yang jauh melampaui tuntutan tanggung jawab yang ditetapkan dalam penugasan.
(1) Penghargaan kepada dosen dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(2) Penghargaan tanda jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada dosen yang memiliki pengabdian dan kesetiaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai dosen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Penghargaan kenaikan pangkat istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada dosen yang memiliki prestasi dan dedikasi luar biasa paling banyak 2 (dua) kali selama masa kariernya sebagai dosen.
(4) Penghargaan kenaikan pangkat istimewa dapat diberikan kepada dosen yang bertugas di daerah khusus dan melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk 1 (satu) kali selama masa kariernya sebagai dosen.
(5) Penghargaan dalam bentuk finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada dosen yang memiliki prestasi yang diakui oleh satuan pendidikan tinggi, bupati atau walikota, gubernur, Menteri, dan Presiden.
(6) Penghargaan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan oleh pemimpin satuan pendidikan tinggi, bupati atau walikota, gubernur, Menteri, dan Presiden.
(7) Pemerintah memberi penghargaan purnabakti bagi dosen yang menjelang pensiun berupa tunjangan purnabakti sebesar 5 (lima) kali gaji pokok.
(8) Penghargaan kepada dosen dapat diberikan dalam rangka memperingati ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, ulang tahun provinsi, ulang tahun kabupaten atau kota, ulang tahun satuan pendidikan tinggi, hari pendidikan nasional, dan/atau hari besar lain.
(9) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan oleh masyarakat.
(10) Ketentuan mengenai bentuk dan pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (8) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 21
(1) Dosen yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus mendapat penghargaan.
(2) Penghargaan kepada dosen yang gugur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan tinggi.
(3) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib menyediakan biaya pemakaman, termasuk biaya perjalanan untuk pemakaman dosen yang gugur dalam melaksanakan tugas keprofesionalan sebagai dosen.
Bagian Kedelapan
Perlindungan dalam Melaksanakan Tugas
dan Hak atas Kekayaan Intelektual
(1) Dosen berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi, organisasi profesi, dan/atau masyarakat sesuai dengan kewenangannya.
(2) Rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui perlindungan hukum, perlindungan profesi, dan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Pasal 23
(1) Dosen berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pimpinan perguruan tinggi, mahasiswa, orang tua mahasiswa, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak lain.
(2) Dosen berhak mendapatkan perlindungan profesi terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan atau pelarangan lain yang dapat menghambat dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya.
(3) Dosen berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja dari penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
(1) Dalam rangka kegiatan akademik, dosen mendapat perlindungan untuk menggunakan data dan sumber yang dikategorikan terlarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kegiatan akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan pelaksanaan darma penelitian yang sesuai dengan bidang keahlian dosen yang bersangkutan.
(3) Penggunaan data dan sumber yang dikategorikan terlarang oleh peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan kaidah keilmuan, dengan tetap menjaga kerahasiaannya, dan tidak menimbulkan kerugian negara dan/atau pihak lain.
Pasal 25
(1) Dosen memperoleh perlindungan hak atas kekayaan intelektual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Hak atas kekayaan intelektual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak cipta, hak paten, hak merek, hak desain industri, hak rahasia dagang, dan hak desain tata letak sirkuit terpadu atas segala bentuk karya akademik dan/atau profesional.
Bagian Kesembilan
Akses Sumber Belajar, Informasi, Sarana dan Prasarana Pembelajaran, serta Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
(1) Dosen memperoleh kesempatan meningkatkan kompetensi, akses ke sumber belajar, akses ke sumber informasi, akses ke sarana dan prasarana pembelajaran, serta kesempatan melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dari Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi, organisasi profesi, dan/atau masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(2) Kesempatan untuk meningkatkan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kesempatan untuk mendapatkan pendidikan lanjut, mengikuti pendidikan dan pelatihan, seminar, lokakarya, serta kegiatan lain yang sejenis.
(3) Kesempatan untuk memperoleh akses sumber belajar dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup kesempatan untuk menggunakan sumber-sumber informasi yang belum terbuka untuk umum dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Kesempatan untuk melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup kesempatan untuk memperoleh dan/atau memanfaatkan sumber daya pendidikan yang dimiliki oleh Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi, dan masyarakat.
Pasal 27
(1) Dosen memperoleh akses untuk memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran yang disediakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi, dan masyarakat.
(2) Dalam memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dosen wajib menaati peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi, dan masyarakat.
Bagian Kesepuluh
Kebebasan Akademik, Kebebasan Mimbar Akademik,
(1) Dosen memiliki kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan.
(2) Kebebasan akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kebebasan yang dimiliki dosen untuk melaksanakan kegiatan akademik yang terkait dengan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan/atau olahraga secara mandiri dan bertanggung jawab.
(3) Kebebasan mimbar akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sebagai bagian dari kebebasan akademik yang memungkinkan dosen menyampaikan pikiran dan pendapat akademik dalam forum akademik yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan tinggi, sesuai dengan kaidah keilmuan, norma, dan nilai, serta dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Otonomi keilmuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kemandirian dan kebebasan suatu cabang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan/atau olahraga yang melekat pada kekhasan atau keunikan cabang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan/atau olahraga dalam mengungkap, menemukan, dan/atau mempertahankan kebenaran menurut paradigma keilmuannya untuk menjamin pertumbuhan ilmu secara berkelanjutan.
Bagian Kesebelas
Pemberian Penilaian dan Penentuan Kelulusan Mahasiswa
(1) Dosen memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan kelulusan mahasiswa sesuai dengan kriteria dan prosedur yang ditetapkan oleh perguruan tinggi dan peraturan perundang-undangan.
(2) Penilaian dan penentuan kelulusan mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dosen secara objektif, transparan, dan akuntabel.
Bagian Keduabelas
Kebebasan untuk Berserikat dalam Organisasi Profesi
(1) Dosen memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi atau organisasi profesi keilmuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kebebasan untuk berserikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengganggu pelaksanaan tridharma perguruan tinggi yang menjadi tanggungjawab keprofesionalan.
(1) Dosen yang diangkat Pemerintah berhak memperoleh cuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan masyarakat berhak memperoleh cuti sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 32
(1) Selain cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, dosen dapat memperoleh cuti untuk studi dan penelitian atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan/atau olahraga dengan tetap memperoleh gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lainnya berupa tunjangan profesi, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen secara penuh.
(2) Cuti untuk studi dan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh pemimpin perguruan tinggi kepada dosen yang mempunyai jabatan fungsional sebagai berikut:
a. asisten ahli atau lektor berhak mendapatkan cuti 5 (lima) tahun sekali;
b. lektor kepala atau profesor berhak mendapatkan cuti 4 (empat) tahun sekali.
(3) Studi dan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:
a. pendidikan nongelar;
b. penelitian;
c. penulisan buku teks;
d. praktik kerja di dunia usaha atau dunia industri yang relevan dengan tugasnya;
e. pelatihan yang relevan dengan tugasnya;
f. pengabdian kepada masyarakat;
g. magang pada satuan pendidikan tinggi lain; atau
h. kegiatan lain yang sejenis.
(4) Hasil studi dan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diwujudkan dalam bentuk dokumen atau laporan akademik yang dipertanggungjawabkan dalam forum ilmiah.
(5) Cuti untuk studi dan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 6 (enam) bulan.
(6) Pelaksanaan cuti untuk studi dan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi.
BAB IV
(1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada dosen dan/atau warga negara Indonesia lain yang memenuhi kualifikasi akademik dosen dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai dosen di daerah khusus di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan situasi luar biasa yang mengakibatkan kelangkaan dosen di daerah khusus sehingga proses penyelenggaraan tridharma perguruan tinggi tidak dapat terlaksana secara normal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Warga negara yang dapat ditugaskan wajib kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. orang yang memiliki kualifikasi akademik magister atau doktor; atau
b. orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dan mendapat pelatihan kependidikan, yang kesetaraan jabatan akademiknya ditetapkan oleh penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi penerima.
(4) Wajib kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan tugas sebagai dosen paling lama 2 (dua) tahun.
(5) Penugasan warga negara sebagai dosen dalam rangka wajib kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
(6) Warga negara yang ditugaskan menjalani wajib kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memperoleh tunjangan wajib kerja setara dengan tunjangan profesi, tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan/atau tunjangan kehormatan bagi profesor selama menjalankan tugas sebagai dosen sesuai dengan penetapan kesetaraan jabatan akademik.
(1) Pemerintah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon dosen untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional atau kepentingan pembangunan daerah.
(2) Penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi menetapkan kebijakan dan pelaksanaan ikatan dinas bagi calon dosen untuk memenuhi kepentingan penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan.
(3) Ikatan dinas bagi calon dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dosen pada satuan pendidikan tinggi dalam rangka memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan peningkatan mutu penyelenggaraan tridharma perguruan tinggi.
(4) Kebutuhan calon dosen penerima ikatan dinas didasarkan pada kebutuhan tenaga dosen menurut bidang keilmuan dan/atau bidang keprofesian secara nasional.
(5) Ikatan dinas diberikan kepada mahasiswa program magister atau program doktor sebagai calon dosen yang memperoleh bantuan biaya pendidikan.
(6) Bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan biaya investasi dari penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi yang mencakup:
a. uang kuliah;
b. uang buku;
c. sarana belajar;
d. uang penelitian;
e. biaya hidup; dan
f. asuransi kesehatan.
(7) Persyaratan penerima ikatan dinas bagi calon dosen meliputi persyaratan akademik dan non-akademik.
(8) Prosedur rekrutmen penerima ikatan dinas bagi calon dosen sekurang-kurangnya meliputi seleksi dan penetapan calon penerima ikatan dinas.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan prosedur rekrutmen calon dosen penerima ikatan dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 35
(1) Sebelum memulai pendidikan ikatan dinas, calon dosen ikatan dinas menandatangani:
a. pernyataan tertulis tentang kesediaannya untuk diangkat menjadi pegawai negeri sipil dan ditempatkan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
b. perjanjian ikatan dinas.
(2) Pemerintah mengangkat calon dosen ikatan dinas yang telah menyelesaikan pendidikan ikatan dinasnya sebagai pegawai negeri sipil, dan menempatkannya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
PENGANGKATAN, PENEMPATAN, DAN PEMINDAHAN
(1) Pengangkatan dan penempatan dosen yang diangkat oleh Pemerintah, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan dan penempatan dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan masyarakat dilakukan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(3) Pengangkatan dan penempatan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), berdasarkan perencanaan kebutuhan dosen secara nasional yang dilaksanakan oleh Departemen melalui koordinasi dengan instansi terkait.
(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah, penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi wajib menandatangani pernyataan kesanggupan untuk ditugaskan di daerah khusus paling sedikit selama 2 (dua) tahun.
(2) Dosen yang bertugas di daerah khusus berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
(3) Rumah dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memenuhi standar kelayakan huni dan digunakan selama dosen yang bersangkutan bertugas di daerah khusus.
(4) Pemeliharaan rumah dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) menjadi tanggung jawab Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
(5) Hak menempati rumah dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dicabut apabila dosen yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajiban sebagai dosen.
(6) Dosen yang telah bertugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak pindah tugas setelah tersedia dosen pengganti.
(7) Dalam hal terjadi kekosongan dosen, Pemerintah wajib menyediakan dosen pengganti untuk menjamin keberlanjutan pelaksanaan tridharma perguruan tinggi pada satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan.
(1) Pemindahan dosen yang diangkat oleh Pemerintah dapat dilakukan antar-satuan pendidikan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemindahan dosen yang diangkat oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kebutuhan dosen baik di tingkat nasional maupun di tingkat satuan pendidikan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemindahan dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan masyarakat, baik atas permintaan sendiri maupun kepentingan penyelenggara, dilakukan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
BAB VI
(1) Dosen yang tidak dapat memenuhi kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan yang bersangkutan telah diberi kesempatan untuk memenuhinya, dikenai sanksi oleh Pemerintah, penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan masyarakat berupa:
a. dialihtugaskan pada pekerjaan tenaga kependidikan yang tidak mempersyaratkan kualifikasi dan kompetensi dosen;
b. diberhentikan tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional, dan tunjangan khususnya; atau
c. diberhentikan dari jabatan sebagai dosen.
(2) Dosen dan/atau warga negara lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai dosen yang menolak wajib kerja di daerah khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3) butir a dan butir b dikenai sanksi oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berupa:
a. penundaan kenaikan pangkat selama 2 (dua) tahun bagi dosen pegawai negeri sipil;
b. pencabutan tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional selama 2 (dua) tahun bagi dosen; dan/atau
c. penghentian pelayanan kepemerintahan tanpa melanggar hak asasi manusia selama 2 (dua) tahun bagi warga negara selain dosen.
Pasal 40
(1) Calon dosen penerima ikatan dinas yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan pernyataan tertulis dan perjanjian ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dosen yang telah melaksanakan ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) tetapi mengingkari pernyataan tertulisnya dikenai sanksi oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berupa:
a. penundaan kenaikan pangkat atau jabatan selama 4 (empat) tahun;
b. penghentian pemberian tunjangan profesi selama 4 (empat) tahun;
c. penghentian pemberian tunjangan fungsional selama 4 (empat) tahun;
d. penghentian pemberian maslahat tambahan selama 4 (empat) tahun; atau
e. pemberhentian dari jabatannya sebagai dosen.
Perguruan tinggi yang sudah ditetapkan sebagai penyelenggara sertifikasi pendidik untuk dosen namun berdasarkan evaluasi Pemerintah tidak memenuhi lagi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dicabut kewenangannya untuk menyelenggarakan sertifikasi pendidik untuk dosen oleh Menteri.
BAB VII
Pasal 42
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dosen yang belum memenuhi kualifikasi akademik magister atau yang setara, dapat mengikuti uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidik apabila sudah:
a. mencapai usia 60 (enam puluh) tahun dan mempunyai pengalaman kerja 30 (tiga puluh) tahun sebagai dosen; atau
b. mempunyai jabatan akademik lektor kepala dengan golongan IV/c, atau yang memenuhi angka kredit kumulatif jabatan fungsional dosen setara dengan lektor kepala dengan golongan IV/c.
(1) Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku, dosen tetap yang mempunyai jabatan akademik guru besar atau profesor memperoleh sertifikat pendidik tanpa melalui penilaian portofolio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(2) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku, dosen tetap dalam jabatan yang bukan guru besar atau profesor dan belum memenuhi kualifikasi akademik magister, harus memenuhi kualifikasi akademik yang dipersyaratkan.
(3) Dalam jangka waktu 6 (enam) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku, dosen tetap dalam jabatan yang bukan guru besar atau profesor dan telah memenuhi kualifikasi akademik sekurang-kurangnya magister harus mengikuti sertifikasi.
(1) Kualifikasi akademik bagi dosen baru mulai berlaku 1 (satu) tahun setelah Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
(2) Dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586), Dosen dalam jabatan yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional dan maslahat tambahan.
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku semua peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang dosen dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Mei 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 Mei 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
ttd.
ANDI MATTALATTA |
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 76
Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Wisnu Setiawan |