UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2009
TENTANG
RUMAH SAKIT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa
pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang
yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang harus diwujudkan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya;
b.
bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan
karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh
perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi, dan
kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan
pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya;
c. bahwa dalam
rangka peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan Rumah Sakit serta pengaturan hak dan kewajiban
masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan, perlu mengatur Rumah Sakit
dengan Undang-Undang;
d. bahwa pengaturan mengenai rumah sakit belum Cukup memadai untuk dijadikan
landasan hukum dalam penyelenggaraan rumah
sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf
d serta untuk memberikan kepastian hukum bagi
masyarakat dan Rumah Sakit, perlu membentuk Undang-Undang tentang Rumah
Sakit;
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat
(1), dan Pasal 34
ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
dan
PRESIDEN REPUBLIK
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG
TENTANG RUMAH SAKIT.
BABI
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat.
2. Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien
yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan
nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut.
3.
Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan
yang meliputi promotif , preventif , kuratif, dan rehabilitatif.
4.
Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung
di Rumah Sakit.
5.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
UndangUndang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
6.
Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota
dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
7. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Rumah Sakit
diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan,
etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti
diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai
fungsi sosial.
Pasal
3
Pengaturan
penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan:
a.
Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
b.
memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien,
masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
c. meningkatkan mutu dan mempertahankan
standar pelayanan rumah sakit; dan
d. memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.
BAB III
TUGAS DAN FUNGSI
Pasal 4
Rumah Sakit
mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.
Pasal 5
Untuk
menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Rumah Sakit mempunyai
fungsi:
a. penyelenggaraan
pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan
rumah sakit;
b.
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan
ketiga sesuai kebutuhan medis;
c.
penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;
dan
d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan
serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan
dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan
bidang kesehatan;
BAB
IV
TANGGUNG JAWAB
PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal
6
(1)
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk:
a.
menyediakan Rumah
Sakit berdasarkan kebutuhan masyarakat;
b.
menjamin pembiayaan pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit bagi fakir miskin, atau orang tidak mampu sesuai
ketentuan peraturan perundangundangan;
c.
membina dan mengawasi
penyelenggaraan Rumah Sakit;
d. memberikan perlindungan kepada
Rumah Sakit agar dapat memberikan pelayanan kesehatan secara
profesional dan bertanggung jawab;
e.
memberikan perlindungan kepada masyarakat pengguna jasa
pelayanan Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
f.
menggerakkan peran serta masyarakat dalam pendirian Rumah
Sakit sesuai dengan jenis pelayanan yang dibutuhkan masyarakat;
g.
menyediakan informasi kesehatan yang dibutuhkan oleh
masyarakat;
h.
menjamin pembiayaan pelayanan
kegawatdaruratandi Rumah Sakit akibat
bencana dan kejadian luar biasa;
i.
menyediakan sumber daya manusia yang dibutuhkan; dan
j. mengatur pendistribusian
dan penyebaran alat kesehatan berteknologi tinggi dan bernilai tinggi.
(2) Tanggung
jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan
kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
BABV
PERSYARATAN
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal
7
(1) Rumah Sakit harus memenuhi
persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan
peralatan.
(2) Rumah
Sakit dapat didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau swasta.
(3) Rumah Sakit yang didirikan oleh
Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus
berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari Instansi yang bertugas di bidang
kesehatan, Instansi tertentu, atau Lembaga Teknis Daerah dengan
pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Rumah Sakit yang
didirikan oleh swasta sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (2) harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya
hanya bergerak di bidang perumahsakitan.
Bagian
Kedua
Lokasi
Pasal
8
(1) Persyaratan lokasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan,
keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian
kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit.
(2) Ketentuan
mengenai kesehatan dan keselamatan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menyangkut Upaya Pemantauan Lingkungan, Upaya Pengelolaan Lingkungan
dan/atau dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan mengenai tata ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peruntukan lokasi
yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota, Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan dan/atau Rencana
Tata Bangunan dan Lingkungan.
(4) Hasil kaj ian kebutuhan
penyelenggaraan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada studi kelayakan dengan menggunakan
prinsip pemerataan pelayanan, efisiensi dan efektivitas, serta
demografi.
Bagian Ketiga
Bangunan
Pasal 9
Persyaratan
bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus memenuhi:
a.
persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan
gedung pada umumnya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b. persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit,
sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta
perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat,
anak-anak, dan orang usia lanjut.
Pasal
10
(1) Bangunan Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 harus dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan yang paripurna, pendidikan dan
pelatihan, serta penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
(2)
Bangunan
rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling sedikit terdiri atas ruang:
a. rawat jalan;
b. ruang rawat inap;
c. ruang gawat darurat;
d. ruang operasi;
e. ruang tenaga kesehatan;
f.
ruang
radiologi;
g. ruang laboratorium;
h. ruang sterilisasi;
i.
ruang
farmasi;
j.
ruang
pendidikan dan latihan;
k. ruang kantor dan administrasi;
l.
ruang
ibadah, ruang tunggu;
m.
ruang penyuluhan kesehatan
masyarakat rumah sakit;
n. ruang menyusui;
o. ruang mekanik;
p. ruang dapur;
q.
laundry;
r. kamar jenazah;
s. taman;
t.
pengolahan
sampah; dan
u.
pelataran parkir
yang mencukupi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan
teknis bangunan Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian
Keempat
Prasarana
Pasal
11
(1) Prasarana Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dapat
meliputi:
a. instalasi air;
b. instalasi mekanikal dan elektrikal;
c. instalasi gas medik;
d. instalasi uap;
e. instalasi pengelolaan limbah;
f.
pencegahan
dan penanggulangan kebakaran;
g.
petunjuk, standar dan sarana evakuasi
saat terjadi keadaan darurat;
h. instalasi tata udara;
i.
sistem
informasi dan komunikasi; dan
j.
ambulan.
(2) Prasarana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja
penyelenggaraan Rumah Sakit
(3) Prasarana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dalam keadaan terpelihara dan berfungsi dengan baik.
(4) Pengoperasian dan pemeliharaan
prasarana Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di
bidangnya.
(5) Pengoperasian dan pemeliharaan
prasarana Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didokumentasi
dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan.
(6) Ketentuan lebih
lanjut mengenai prasarana Rumah
Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Bagian
Kelima
Sumber Daya Manusia
Pasal
12
(1) Persyaratan sumber daya manusia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) yaitu Rumah Sakit harus memiliki
tenaga tetap yang meliputi tenaga medis dan penunjang medis, tenaga
keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga
manajemen Rumah Sakit, dan tenaga nonkesehatan.
(2) Jumlah dan jenis
sumber daya manusia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan jenis dan klasi4ikasi Rumah Sakit.
(3) Rumah Sakit harus memiliki data
ketenagaan yang melakukan praktik atau pekerjaan dalam penyelenggaraan Rumah
Sakit.
(4) Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga tidak tetap dan konsultan sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
Pasal
13
(1)
Tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran di Rumah Sakit wajib memiliki Surat Izin
Praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‑undangan.
(2) Tenaga kesehatan
tertentu yang bekerja di Rumah Sakit wajib memiliki izin sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja
sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien.
(4) Ketentuan
mengenai tenaga medis dan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal
14
(1) Rumah Sakit dapat mempekerjakan
tenaga kesehatan asing sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
(2) Pendayagunaan tenaga kesehatan asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan
dengan mempertimbangkan kepentingan alih teknologi dan ilmu pengetahuan serta ketersediaan
tenaga kesehatan setempat.
(3) Pendayagunaan tenaga kesehatan asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan bagi tenaga kesehatan asing yang telah memiliki
Surat Tanda Registrasi dan Surat Ijin Praktik.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan tenaga kesehatan asing pada ayat (1) ayat (2) dan ayat
(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian
Keenam
Kefarmasian
Pasal
15
(1) Persyaratan kefarmasian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus
menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu,
bermanfaat, aman dan terjangkau.
(2)
Pelayanan sediaan farmasi di Rumah Sakit harus mengikuti
standar pelayanan kefarmasian.
(3)
Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh
Instalasi farmasi sistem satu pintu.
(4) Besaran harga perbekalan farmasi pada
instalasi farmasi Rumah Sakit harus wajar dan berpatokan kepada harga patokan
yang ditetapkan Pemerintah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar
pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Bagian
Ketujuh
Peralatan
Pasal
16
(1)
Persyaratan
peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) meliputi peralatan medis dan nonmedis harus memenuhi standar
pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan laik pakai.
(2)Peralatan
medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diuji dan dikalibrasi secara
berkala oleh Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi penguj ian
fasilitas kesehatan yang berwenang.
(3)Peralatan
yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi ketentuan dan harus diawasi oleh
lembaga yang berwenang.
(4)Penggunaan
peralatan medis dan nonmedis di Rumah Sakit harus dilakukan sesuai dengan
indikasi medis pasien.
(5)Pengoperasian
dan pemeliharaan peralatan Rumah Sakit harus dilakukan oleh petugas yang
mempunyai kompetensi di bidangnya.
(6)Pemeliharaan
peralatan harus didokumentasi dan dievaluasi secara berkala dan
berkesinambungan
(7)Ketentuan
mengenai pengujian dan/atau kalibrasi peralatan medis, standar yang berkaitan
dengan keamanan, mutu, dan manfaat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal
17
Rumah
Sakit yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal
8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12,
Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan
Pasal 16 tidak diberikan izin mendirikan, dicabut atau tidak
diperpanjang izin operasional Rumah Sakit.
BAB VI
JENIS DAN KLASIFIKASI
Bagian Kesatu
Jenis
Pasal 18
Rumah
Sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan
pengelolaannya.
Pasal 19
(1) Berdasarkan jenis pelayanan yang
diberikan, Rumah Sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit
Khusus.
(2) Rumah Sakit Umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis
penyakit.
(3) Rumah Sakit Khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit
tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau
kekhususan lainnya.
Pasal 20
(1) Berdasarkan pengelolaannya Rumah
Sakit dapat dibagi menjadi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit privat.
(2) Rumah
Sakit publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikelola oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba.
(3) Rumah Sakit publik yang dikelola
Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan
Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Rumah Sakit publik yang dikelola
Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit privat.
Pasal 21
Rumah
Sakit privat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20 ayat (1) dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk
Perseroan Terbatas atau Persero.
Pasal 22
(1)
Rumah Sakit dapat ditetapkan menjadi Rumah Sakit pendidikan setelah
memenuhi persyaratan dan standar
rumah sakit pendidikan.
(2)
Rumah Sakit pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri
setelah berkoordinasi dengan Menteri yang membidangi urusan pendidikan.
Pasal 23
(1)
Rumah Sakit pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 merupakan Rumah Sakit
yang menyelenggarakan pendidikan dan
penelitian secara terpadu dalam
bidang pendidikan profesi kedokteran,
pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan
lainnya.
(2) Dalam penyelenggaraan
Rumah Sakit Pendidikan dapat
dibentuk Jejaring Rumah Sakit Pendidikan.
(3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai Rumah Sakit pendidikan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian
Kedua
Klasifikasi
Pasal
24
(1)
Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan,
rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas
dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit.
(2)
Klasifikasi Rumah Sakit umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Rumah Sakit umum kelas A;
b. Rumah Sakit umum kelas B
c.
Rumah Sakit umum kelas C;
d. Rumah Sakit umum kelas D.
(3) Klasifikasi
Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas:
a. Rumah Sakit khusus kelas A;
b.
Rumah
Sakit khusus kelas B;
c.
Rumah Sakit khusus kelas C.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
BAB
VII
PERIZINAN
Pasal 25
(1)
Setiap penyelenggara Rumah Sakit wajib memiliki izin.
(2)
Izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari izin mendirikan dan izin
operasional.
(3)
Izin mendirikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan untuk jangka waktu
2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun.
(4)
Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan untukjangka waktu
5 (
(5) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberikan setelah memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini.
Pasal 26
(1) Izin Rumah Sakit kelas A dan Rumah
Sakit penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri diberikan oleh
Menteri setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang
kesehatan pada Pemerintah Daerah Provinsi.
(2) Izin
Rumah Sakit penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapat rekomendasi dari instansi yang melaksanakan urusan penanaman modal
asing atau penanaman modal dalam negeri.
(3)
Izin Rumah Sakit kelas B diberikan oleh Pemerintah Daerah Provinsi setelah mendapatkan
rekomendasi dari pejabat yang berwenang di
bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
(4)
Izin
Rumah Sakit kelas C dan kelas D diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota setelah mendapat rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang
kesehatan pada Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota.
Pasal
27
Izin
Rumah Sakit dapat dicabut jika:
a. habis masa berlakunya;
b.
tidak lagi memenuhi persyaratan dan standar;
c.
terbukti melakukan pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan; dan/atau
d.
atas perintah pengadilan dalam
rangka penegakan hukum.
Pasal 28
Ketentuan
lebih lanjut mengenai perizinan diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB VIII
KEWAJIBAN DAN HAK
Bagian Kesatu
Kewajiban
Pasal 29
(1) Setiap Rumah Sakit
mempunyai kewajiban:
a.
memberikan informasi
yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat;
b.
memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan
kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit;
c.
memberikan
pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai
dengan kemampuan pelayanannya;
d. berperan aktif dalam memberikan
pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan kemampuan pelayanannya;
e. menyediakan sarana dan pelayanan bagi
masyarakat tidak mampu atau miskin;
f.
melaksanakan
fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/ miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang
muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana
dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan;
g. membuat,
melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;
h. menyelenggarakan rekam medis;
i.
menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah,
parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak,
lanjut usia;
j.
melaksanakan
sistem rujukan;
k.
menolak keinginan pasien yang bertentangan
dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan;
l.
memberikan informasi yang benar,
jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien;
m. menghormati dan melindungi hak-hak pasien;
n. melaksanakan etika Rumah Sakit;
o. memiliki sistem pencegahan kecelakaan
dan penanggulangan bencana;
p. melaksanakan program pemerintah di
bidang kesehatan baik secara regional maupun
nasional;
q.
membuat daftar tenaga medis yang melakukan
praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya;
r.
menyusun dan melaksanakan
peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws);
s. melindungi dan
memberikan bantuan hukum bagi
semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas; dan
t.
memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok.
(2) Pelanggaran atas kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenakan sanksi admisnistratif
berupa:
a. teguran;
b. teguran tertulis; atau
c. denda dan pencabutan izin Rumah Sakit.
(3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai kewajiban Rumah
Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Hak Rumah Sakit
Pasal 30
(1) Setiap Rumah
Sakit mempunyai hak:
a. menentukan jumlah, jenis, dan
kualifikasi sumber daya manusia sesuai dengan
klasifikasi Rumah Sakit;
b. menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi,
insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c.
melakukan
kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan pelayanan;
d.
menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
e.
menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;
f. mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan;
g. mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h. mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit yang ditetapkan sebagai
Rumah Sakit pendidikan.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai promosi layanan kesehatan sebagaimana dmaksud pada ayat (1) huruf
g diatur dengan Peraturan Menteri.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai insentif pajak sebagaimana dmaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Kewajiban Pasien
Pasal 31
(1) Setiap
pasien mempunyai kewajiban terhadap Rumah
Sakit atas pelayanan yang diterimanya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban
pasien diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Hak Pasien
Pasal 32
Setiap
pasien mempunyai hak:
a. memperoleh informasi mengenai tata
tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
b. memperoleh
informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
c. memperoleh
layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan
tanpa diskriminasi;
d.
memperoleh layanan kesehatan yang
bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional;
e.
memperoleh layanan yang efektif dan
efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi;
f. mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
g.
memilih dokter dan kelas perawatan
sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang
berlaku di Rumah Sakit;
h. meminta konsultasi tentang penyakit
yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat
Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah
Sakit;
i. mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data-data medisnya;
j.
mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan
tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin
terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan;
k. memberikan
persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang
dideritanya;
l.
didampingi
keluarganya dalam keadaan kritis;
m. menjalankan
ibadah sesuai agama atau kepercayaan
yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya;
n. memperoleh
keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di Rumah Sakit;
o. mengajukan usul, saran, perbaikan
atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya;
p. menolak pelayanan bimbingan rohani
yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya;
q. menggugat dan/atau
menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai
dengan standar baik secara perdata
ataupun pidana; dan
r. mengeluhkan
pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai
dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IX
PENYELENGGARAAN
Bagian Kesatu
Pengorganisasian
Pasal 33
(1) Setiap Rumah Sakit harus memiliki
organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel.
(2) Organisasi Rumah Sakit paling sedikit
terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan
medis, unsur keperawatan, unsur penunjang
medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi
umum dan keuangan.
Pasal
34
(1) Kepala Rumah Sakit harus seorang
tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan
keahlian di bidang perumahsakitan.
(2) Tenaga struktural yang menduduki
jabatan sebagai pimpinan harus berkewarganegaraan
(3) Pemilik
Rumah Sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala Rumah Sakit.
Pasal 35
Pedoman organisasi Rumah Sakit ditetapkan dengan Peraturan
Presiden.
Bagian Kedua
Pengelolaan Klinik
Pasal 36
Setiap
Rumah Sakit harus menyelenggarakan tata kelola Rumah Sakit dan tata kelola
klinis yang baik.
Pasal 37
(1)
Setiap
tindakan kedokteran yang dilakukan di Rumah Sakit harus mendapat persetujuan
pasien atau keluarganya.
(2)
Ketentuan
mengenai persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal
38
(1)
Setiap Rumah Sakit harus menyimpan rahasia kedokteran.
(2)
Rahasia kedokteran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dibuka untuk kepentingan kesehatan
pasien, untuk pemenuhan permintaan aparat penegak hukum dalam rangka penegakan
hukum, atas persetujuan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan
perundangundangan.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal
39
(1)
Dalam penyelenggaraan Rumah Sakit harus dilakukan audit.
(2)
Audit sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat berupa audit kinerja dan audit medis.
(3)
Audit kinerja dan audit medis
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan secara internal
dan eksternal.
(4) Audit kinerja eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan oleh tenaga pengawas.
(5) Pelaksanaan audit medis berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh
Menteri.
Bagian
Ketiga
Akreditasi
Pasal 40
(1) Dalam upaya
peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun
sekali.
(2) Akreditasi Rumah
Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu lembaga independen baik
dari dalam maupun dari luar negeri berdasarkan
standar akreditasi yang berlaku.
(3) Lembaga
independen sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditetapkan oleh Menteri.
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai akreditasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Menteri.
Bagian
Keempat
Jejaring
dan Sistem Rujukan
Pasal
41
(1) Pemerintah dan
asosiasi Rumah Sakit membentuk
jejaring dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan.
(2) Jejaring
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
informasi, sarana prasarana, pelayanan, rujukan, penyediaan alat, dan
pendidikan tenaga.
Pasal
42
(1) Sistem rujukan merupakan penyelenggaraan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab secara timbal balik
baik vertikal maupun horizontal, maupun
struktural dan fungsional terhadap kasus penyakit atau masalah penyakit
atau permasalahan kesehatan.
(2) Setiap Rumah
Sakit mempunyai kewajiban merujuk pasien
yang memerlukan pelayanan di luar kemampuan pelayanan rumah sakit.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
sistem rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri.
Bagian Kelima
Keselamatan
Pasien
Pasal 43
(1) Rumah Sakit wajib menerapkan standar
keselamatan pasien.
(2) Standar
keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan
pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
(3) Rumah Sakit melaporkan kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh Menteri.
(4) Pelaporan insiden keselamatan pasien
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat secara anonim dan ditujukan untuk
mengkoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar keselamatan
pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keenam
Perlindungan Hukum Rumah Sakit
Pasal 44
(1) Rumah
Sakit dapat menolak mengungkapkan segala informasi kepada publik yang
berkaitan dengan rahasia kedokteran.
(2) Pasien
dan/atau keluarga yang menuntut Rumah Sakit dan menginformasikannya melalui
media massa, dianggap telah melepaskan hak rahasia kedokterannya kepada umum.
(3) Penginformasian
kepada media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memberikan kewenangan kepada Rumah Sakit untuk mengungkapkan rahasia kedokteran pasien sebagai hak jawab Rumah Sakit.
Pasal
45
(1)
Rumah Sakit tidak bertanggungjawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya
menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien
setelah adanya penjelasan medis yang komprehensif.
(2)
Rumah
Sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan
nyawa manusia.
Bagian
Ketujuh
Tanggung
jawab Hukum
Pasal
46
Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua
kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.
Bagian
Kedelapan
Bentuk
Pasal
47
(1) Rumah Sakit dapat berbentuk Rumah Sakit statis, Rumah
Sakit bergerak, dan Rumah Sakit lapangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara
penyelenggaraan Rumah Sakit bergerak dan Rumah
Sakit lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
BABX
PEMBIAYAAN
Pasal 48
(1) Pembiayaan Rumah Sakit dapat
bersumber dari penerimaan Rumah Sakit, anggaran Pemerintah, subsidi Pemerintah,
anggaran Pemerintah Daerah, subsidi Pemerintah Daerah atau sumber lain yang
tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan lebih
lanjut mengenai subsidi atau bantuan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 49
(1) Menteri
menetapkan pola tarif nasional.
(2) Pola tarif
nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan komponen
biaya satuan pembiayaan dan dengan memperhatikan kondisi regional.
(3) Gubernur
menetapkan pagu tarif maksimal berdasarkan pola tarif nasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang berlaku untuk rumah sakit di Provinsi yang bersangkutan.
(4) Penetapan
besaran tarif rumah sakit harus berdasarkan pola tarif nasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan pagu tarif maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal
50
(1) Besaran tarif kelas III Rumah Sakit
yang dikelola Pemerintah ditetapkan oleh Menteri.
(2) Besaran tarif kelas III Rumah Sakit
yang dikelola Pemerintah Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(3) Besaran tarif kelas III Rumah Sakit selain
rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh
Pimpinan Rumah Sakit dengan memperhatikan besaran tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 51
Pendapatan Rumah
Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah digunakan seluruhnya
secara langsung untuk biaya operasional Rumah Sakit dan tidak dapat dijadikan
pendapatan negara atau Pemerintah Daerah.
BAB
XI
PENCATATAN
DAN PELAPORAN
Pasal
52
(1)
Setiap Rumah Sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan
tentang semua kegiatan penyelenggaraan
Rumah Sakit dalam bentuk Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit.
(2)
Pencatatan
dan pelaporan terhadap penyakit wabah atau penyakit
tertentu lainnya yang dapat menimbulkan wabah, dan pasien penderita
ketergantungan narkotika dan/atau psikotropika dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 53
(1) Rumah Sakit wajib menyelenggarakan
penyimpanan terhadap pencatatan dan pelaporan yang dilakukan untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pemusnahan
atau penghapusan terhadap berkas pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB
XII
PEMBINAAN
DAN PENGAWASAN
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal 54
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
Rumah Sakit dengan melibatkan organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan organisasi kemasyaratan lainnya
sesuai dengan tugas dan fungsi masingmasing.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk:
a. pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkau
oleh masyarakat;
b.
peningkatan
mutu pelayanan kesehatan;
c.
keselamatan
pasien;
d.
pengembangan
jangkauan pelayanan; dan
e. peningkatan
kemampuan kemandirian Rumah Sakit.
(3) Dalam
melaksanakan tugas pengawasan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengangkat tenaga pengawas sesuai kompetensi dan
keahliannya.
(4) Tenaga pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
melaksanakan pengawasan yang bersifat teknis medis dan teknis perumahsakitan.
(5) Dalam rangka
pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat mengambil
tindakan administratif berupa:
a. teguran;
b. teguran tertulis; dan/atau
c. denda dan pencabutan izin.
(6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4),
dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal
55
(1) Pembinaan dan pengawasan nonteknis perumahsakitan yang melibatkan unsur masyarakat dapat
dilakukan secara internal dan eksternal.
(2) Pembinaan dan pengawasan secara
internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Dewan Pengawas Rumah Sakit.
(3)
Pembinaan dan pengawasan secara eksternal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Badan Pengawas Rumah Sakit
Bagian
Kedua
Dewan Pengawas Rumah Sakit
Pasal 56
(1) Pemilik Rumah Sakit dapat membentuk
Dewan Pengawas Rumah Sakit.
(2) Dewan Pengawas
Rumah Sakit sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan suatu unit nonstruktural yang bersifat independen dan
bertanggung jawab kepada pemilik Rumah Sakit.
(3) Keanggotaan Dewan Pengawas Rumah
Sakit terdiri dari unsur pemilik Rumah
Sakit, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh
masyarakat.
(4) Keanggotaan Dewan Pengawas Rumah
Sakit berjumlah maksimal 5 (
(5) Dewan Pengawas
Rumah Sakit sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bertugas:
a.
menentukan arah kebijakan Rumah Sakit;
b. menyetujui dan
mengawasi pelaksanaan rencana
strategis;
c.
menilai dan menyetujui pelaksanaan rencana anggaran;
d.
mengawasi pelaksanaan kendali mutu
dan kendali biaya;
e. mengawasi dan
menjaga hak dan kewajiban pasien;
f.
mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban Rumah Sakit; dan
g. mengawasi kepatuhan penerapan etika Rumah Sakit, etika
profesi, dan peraturan perundangundangan;
(6) Ketentuan
lebih lanjut mengenai Dewan Pengawas Rumah Sakit diatur dengan Peraturan
Menteri
Bagian Ketiga
Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia
Pasal 57
(1) Pembinaan dan
pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
54 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Badan Pengawas Rumah Sakit
Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Badan Pengawas
Rumah Sakit Indonesia bertanggung jawab kepada Menteri.
(3) Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia merupakan unit nonstruktural di
Kementerian yang bertanggung jawab dibidang kesehatan dan dalam menjalankan tugasnya
bersifat independen.
(4) Keanggotaan Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia
berjumlah maksimal 5 (lima) orang terdiri dari
1 (satu) orang ketua merangkap anggota dan 4 (empat) orang anggota.
(5) Keanggotaan Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia
terdiri dari unsur pemerintah, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan
tokoh masyarakat.
(6) Badan Pengawas
Rumah Sakit Indonesia dalam melaksanakan tugasnya dibantu sekretariat yang
dipimpin oleh seorang sekretaris.
(7) Biaya untuk
pelaksanaan tugas-tugas Badan Pengawas Rumah
Sakit Indonesia dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja
negara.
Pasal 58
Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia bertugas:
a. membuat pedoman tentang pengawasan Rumah Sakit untuk digunakan oleh Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi;
b. membentuk
sistem pelaporan dan sistem informasi yang
merupakan jejaring dari Badan Pengawas Rumah
Sakit Indonesia dan Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi; dan
c. Melakukan
analisis hasil pengawasan dan memberikan rekomendasi kepada Pemerintah dan Pemerintah
Daerah untuk digunakan sebagai bahan pembinaan.
Pasal 59
(1)
Badan Pengawas Rumah Sakit dapat dibentuk di tingkat provinsi oleh Gubernur dan bertanggung jawab
kepada Gubernur.
(2) Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi
merupakan unit nonstruktural pada Dinas
Kesehatan Provinsi dan dalam
menjalankan tugasnya bersifat independen.
(3) Keanggotaan
Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi terdiri
dari unsur pemerintah, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh
masyarakat.
(4) Keanggotaan Badan Pengawas Rumah
Sakit Provinsi berjumlah maksimal 5 (
(5) Biaya untuk
pelaksanaan tugas-tugas Badan Pengawas
Rumah Sakit Provinsi dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal
60
Badan
Pengawas Rumah Sakit Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1)
bertugas:
a.
mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien di wilayahnya;
b.
mengawasi
dan menjaga hak dan kewajiban Rumah Sakit di wilayahnya;
c. mengawasi penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan
peraturan perundang-undangan;
d.
melakukan pelaporan hasil pengawasan kepada Badan Pengawas Rumah Sakit
e.
melakukan analisis hasil pengawasan dan memberikan
rekomendasi kepada Pemerintah Daerah
untuk digunakan sebagai bahan pembinaan; dan
f. menerima pengaduan dan melakukan upaya penyelesaian
sengketa dengan cara mediasi.
Pasal 61
Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan
Pengawas Rumah Sakit Indonesia dan Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 62
Setiap orang yang dengan sengaja
menyelenggarakan Rumah Sakit tidak memiliki
izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda
paling banyak Rp. 5.000.000.000,00- (lima milyar rupiah).
Pasal 63
(1)
Dalam hal tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 62 dilakukan oleh
korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana
yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3
(tiga) kali dari pidana denda sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 62.
(2) Selain pidana denda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; dan/atau
b. pencabutan status badan hukum.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 64
(1) Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua Rumah Sakit yang sudah ada harus menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku dalam UndangUndang ini, paling lambat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.
(2) Pada saat
undang-undang ini berlaku, Izin penyelenggaraan Rumah Sakit yang telah ada
tetap berlaku sampai habis masa berlakunya.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 65
Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini
berlaku semua peraturan perundang-undangan yang mengatur Rumah Sakit tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 66
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 28 Oktober 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Oktober 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 153
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Wisnu Setiawan
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2009
TENTANG
RUMAH SAKIT
I. UMUM
Cita-cita bangsa Indonesia
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial. Kesehatan
sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan melalui
berbagai upaya kesehatan dalam rangkaian pembangunan kesehatan secara
menyeluruh dan terpadu yang didukung oleh suatu sistem kesehatan nasional.
Sejalan dengan amanat Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan,
kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab
atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan
dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Rumah
Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari
sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan
upaya kesehatan. Penyelenggaran pelayanan kesehatan di Rumah Sakit mempunyai
karakteristik dan organisasi yang sangat
kompleks. Berbagai jenis tenaga kesehatan
dengan perangkat keilmuannya masing-masing berinteraksi satu
sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran yang berkembang sangat pesat yang harus diikuti oleh tenaga
kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan
yang bermutu, membuat semakin kompleksnya permasalahan dalam Rumah
Sakit.
Pada hakekatnya Rumah Sakit berfungsi sebagai tempat
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dan fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya
merupakan tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan
masyarakat.
Dari aspek pembiayaan bahwa Rumah Sakit memerlukan biaya
operasional dan investasi yang besar dalam pelaksanaan kegiatannya, sehingga perlu didukung dengan ketersediaan
pendanaan yang cukup dan berkesinambungan.
Antisipasi dampak globalisasi perlu didukung dengan peraturan
perundang-undangan yang memadai.
Peraturan perundang-undangan yang
dijadikan dasar penyelenggaraan Rumah Sakit saat ini masih pada tingkat
Peraturan Menteri yang sudah tidak sesuai
lagi dengan kebutuhan. Dalam rangka memberikan kepastian dan
perlindungan hukum untuk meningkatkan, mengarahkan dan memberikan dasar bagi
pengelolaan Rumah Sakit diperlukan suatu perangkat hukum yang mengatur Rumah
Sakit secara menyeluruh dalam bentuk Undang-Undang.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Yang dimaksud dengan "nilai kemanusiaan" adalah
bahwa penyelenggaraan Rumah Sakit dilakukan dengan memberikan perlakuan yang baik dan manusiawi dengan tidak
membedakan suku, bangsa, agama, status sosial, dan ras.
Yang dimaksud dengan "nilai
etika dan profesionalitas" adalah bahwa
penyelenggaraan rumah sakit dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
memiliki etika profesi dan sikap profesional, serta mematuhi etika rumah sakit.
Yang
dimaksud dengan "nilai manfaat" adalah bahwa penyelenggaraan
Rumah Sakit harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Yang dimaksud dengan "nilai
keadilan" adalah bahwa penyelenggaraan Rumah Sakit mampu
memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada setiap orang dengan biaya yang
terjangkau oleh masyarakat serta pelayanan yang bermutu.
Yang dimaksud dengan "nilai
persamaan hak dan anti diskriminasi" adalah bahwa
penyelenggaraan Rumah Sakit tidak boleh membedakan masyarakat baik secara
individu maupun kelompok dari semua lapisan.
Yang dimaksud dengan "nilai pemerataan" adalah
bahwa penyelenggaraan Rumah Sakit menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Yang dimaksud dengan "nilai
perlindungan dan keselamatan pasien" adalah bahwa penyelenggaraan Rumah Sakit
tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan semata, tetapi harus mampu
memberikan peningkatan derajat kesehatan dengan tetap memperhatikan
perlindungan dan keselamatan pasien.
Yang dimaksud dengan "nilai keselamatan pasien"
adalah bahwa penyelenggaraan rumah sakit selalu mengupayakan peningkatan
keselamatan pasien melalui upaya majamenen risiko klinik.
Yang dimaksud dengan "fungsi
sosial rumah sakit" adalah bagian dari tanggung jawab yang melekat pada
setiap rumah sakit, yang merupakan ikatan
moral dan etik dari rumah sakit dalam membantu pasien khususnya yang
kurang/tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan
Pasal
3
Huruf
a
Cukup
jelas.
Huruf
b
Yang
dimaksud dengan keselamatan pasien (patient safety" adalah proses
dalam suatu rumah sakit yang memberikan pelayanan
pasien yang lebih
aman. Termasuk di dalamnya
asesmen risiko, identifikasi, dan manajemen risiko terhadap pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan
menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko.
Yang dimaksud dengan sumber daya manusia di Rumah Sakit adalah semua
tenaga yang bekerja di Rumah Sakit baik tenaga
kesehatan dan tenaga non kesehatan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 4
Yang dimaksud dengan Pelayanan
kesehatan perorangan adalah setiap kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit, dan memulihkan kesehatan.
Pasal
5
Huruf
a
Cukup
jelas.
Huruf
b
Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan
paripurna tingkat kedua
adalah upaya kesehatan perorangan tingkat lanjut dengan mendayagunakan
pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik.
Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan
paripurna tingkat ketiga adalah upaya kesehatan perorangan tingkat lanjut dengan mendayagunakan
pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Penapisan teknologi dimaksudkan dalam rangka
perlindungan terhadap keamanan dan keselamatan pasien.
Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Penyediaan Rumah Sakit didasarkan pada
perhitungan rasio tempat tidur dan jumlah penduduk.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Informasi meliputi
jumlah dan jenis pelayanan, hasil pelayanan, ketersediaan tempat tidur,
ketenagaan, serta tarif.
Huruf h
Yang dimaksud
dengan bencana adalah suatu peristiwa yang
terjadi secara mendadak/tidak terencana atau secara perlahan tetapi
berlanjut yang menimbulkan dampak terhadap
pola kehidupan normal atau kerusakan ekosistem, sehingga diperlukan tindakan
darurat dan luar biasa untuk menolong dan menyelamatkan korban yaitu manusia beserta
lingkungannya.
Yang dimaksud
dengan Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan
merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
Huruf i
Cukup jelas.
Hurufj
Yang dimaksud berteknologi tinggi dan bernilai tinggi
adalah teknologi masa depan dan teknologi baru yang mempunyai aspek kemanfaatan
yang tinggi dalam pelayanan kesehatan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Kegiatan usaha hanya bergerak di bidang perumahsakitan
dimaksudkan untuk melindungi usaha rumah sakit agar terhindar dari risiko
akibat kegiatan usaha lain yang dimiliki oleh badan hukum pemilik rumah sakit.
Pasal 8
Ayat (1)
Kajian kebutuhan penyelenggaraan Rumah
Sakit meliputi kajian terhadap kebutuhan akan pelayanan Rumah Sakit, kajian terhadap kebutuhan sarana, prasarana,
peralatan, dana dan tenaga yang dibutuhkan untuk pelayanan yang
diberikan, dan kajian terhadap kemampuan pembiayaan.
Studi kelayakan Rumah Sakit merupakan suatu kegiatan perencanaan Rumah Sakit secara fisik dan nonfisik agar
Rumah Sakit berfungsi secara optimal pada kurun waktu tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan lokasi dan tata
ruang adalah jika dalam satu wilayah sudah ada Rumah Sakit, maka pendirian Rumah Sakit baru tidak menjadi prioritas, termasuk
dalam hal pemekaran wilayah.
Ayat
(4)
Cukup
jelas.
Pasal
9
Huruf
a
Bangunan Rumah Sakit merupakan wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu
dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di
dalam tanah yang berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan pelayanan.
Huruf
b
Persyaratan teknis bangunan untuk penyandang cacat, anakanak dan orang usia lanjut memiliki
karakteristik sendiri.
Pasal
10
Cukup
jelas.
Pasal
11
Ayat
(1)
Huruf
a
Cukup jelas.
Huruf
b
Termasuk
catu daya pengganti atau generator.
Huruf
c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Pengelolaan limbah di rumah sakit
dilaksanakan meliputi pengelolaan limbah padat,
cair, bahan gas yang bersifat infeksius, bahan kimia beracun dan sebagian bersifat radioaktif , yang diolah secara terpisah.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Hurufj
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan tenaga tetap
adalah tenaga yang bekerja secara purna waktu.
Yang dimaksud dengan tenaga
nonkesehatan antara lain tenaga administratif , tenaga
kebersihan, dan tenaga keamanan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan kemampuan
meliputi kemampuan dana dan pelayanan Rumah Sakit.
Pasal
13
Ayat
(1)
Cukup jelas.
Ayat
(2)
Yang dimaksud
dengan tenaga kesehatan tertentu adalah tenaga perawat, bidan, perawat gigi, apoteker, asisten apoteker, fisioterapis, refraksionis
optisien, terapis wicara, radiografer, dan okupasi terapis.
Yang dimaksud dengan izin adalah izin kerja
atau izin praktik bagi tenaga kesehatan tersebut.
Ayat
(3)
Yang dimaksud dengan standar profesi adalah
batasan kemampuan (capacity) meliputi pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap profesional
(professional attitude) yang minimal harus dikuasai oleh seorang
individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh
organisasi profesi.
Yang dimaksud dengan standar pelayanan Rumah Sakit adalah pedoman
yang harus diikuti dalam menyelenggarakan Rumah Sakit antara lain Standar Prosedur Operasional, standar pelayanan medis, dan standar
asuhan keperawatan.
Yang
dimaksud dengan standar prosedur operasional adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk
menyelesaikan proses kerja rutin tertentu. Standar prosedur operasional
memberikan langkah yang benar dan terbaik
berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan
fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana
pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi.
Yang dimaksud dengan etika profesi adalah kode etik yang disusun oleh asosiasi atau ikatan
profesi.
Ayat
(4)
Cukup
jelas.
Pasal
14
Cukup
jelas.
Pasal
15
Ayat
(1)
Yang dimaksud
dengan sediaan farmasi adalah obat, bahan obat,
obat tradisional, dan kosmetika.
Yang dimaksud
dengan alat kesehatan adalah bahan, instrumen, aparatus, mesin, serta implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosa,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan/atau membentuk
struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "instalasi farmasi" adalah
bagian dari Rumah Sakit yang bertugas menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan
pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di Rumah
Sakit.
Yang dimaksud dengan sistem satu
pintu adalah bahwa rumah sakit hanya memiliki satu kebijakan kefarmasian
termasuk pembuatan formularium pengadaan, dan pendistribusian alat kesehatan,
sediaan farmasi, dan bahan habis pakai yang
bertujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien.
Ayat (4)
Informasi harga obat (perbekalan farmasi) harus
transparan atau dicantumkan di dalam buku daftar harga yang dapat diakses oleh
pasien.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan peralatan medis adalah peralatan yang digunakan
untuk keperluan diagnosa, terapi, rehabilitasi dan penelitian medik baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Yang dimaksud
dengan peralatan nonmedis adalah peralatan yang
digunakan untuk mendukung keperluan tindakan medis.
Yang dimaksud
dengan standar peralatan medis disesuaikan dengan standar yang mengikuti
standar industri peralatan medik.
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan pengujian adalah keseluruhan tindakan yang meliputi
pemeriksaan
fisik dan pengukuran
untuk membandingkan alat yang diukur dengan standar, atau untuk menentukan besaran atau kesalahan pengukuran.
Yang dimaksud dengan kalibrasi adalah kegiatan peneraan
untuk menentukan kebenaran nilai penunjukkan alat ukur dan/atau bahan ukur.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal
18
Cukup
jelas.
Pasal
19
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Yang dimaksud dengan kekhususan lainnya
adalah jenis pelayanan Rumah Sakit sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
bidang kedokteran.
Pasal
20
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Dalam
ayat ini yang dimaksud dengan badan hukum nirlaba adalah badan hukum yang sisa hasil usahanya tidak dibagikan
kepada pemilik, melainkan digunakan untuk peningkatan
pelayanan, yaitu antara lain Yayasan, Perkumpulan dan Perusahaan Umum.
Ayat
(3)
Yang
dimaksud dengan Pemerintah adalah Pemerintah Pusat termasuk TNI dan POLRI.
Ayat
(4)
Cukup
jelas.
Pasal
21
Cukup
jelas.
Pasal
22
Cukup
jelas.
Pasal
23
Cukup
jelas.
Pasal
24
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit
umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5 (
Rumah
Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat)
spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua)
subspesialis dasar.
Rumah
Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit
4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medik.
Rumah
Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit
2 (dua) spesialis dasar.
Ayat
(3)
Rumah Sakit Khusus kelas A adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik
subspesialis sesuai kekhususan yang lengkap.
Rumah Sakit Khusus kelas B adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik
subspesialis sesuai kekhususan yang terbatas.
Rumah Sakit Khusus kelas C adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik
subspesialis sesuai kekhususan yang minimal.
Ayat
(4)
Cukup
jelas.
Pasal
25
Ayat
(1)
Cukup jelas.
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan izin mendirikan adalah ijin yang diberikan untuk mendirikan
rumah sakit setelah memenuhi persyaratan untuk mendirikan.
Yang
dimaksud dengan izin operasional adalah izin yang diberikan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan setelah
memenuhi persyaratan dan standar.
Ayat
(3)
Cukup
jelas. Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat
(5)
Cukup
jelas.
Pasal
26
Cukup
jelas.
Pasal
27
Cukup
jelas.
Pasal
28
Cukup
jelas.
Pasal
29
Ayat
(1)
Huruf
a
Cukup
jelas.
Huruf
b
Yang dimaksud dengan standar pelayanan rumah sakit adalah semua
standar pelayanan yang berlaku di rumah sakit, antara lain Standar Prosedur Operasional, standar
pelayanan medis, standar asuhan keperawatan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dImaksud dengan "pasIen
tIdak mampu atau mIskIn" adalah pasIen yang
memenuhI persyaratan yang dIatur dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dImaksud dengan penyelenggaraan rekam medIs dalam
ayat InI adalah dIlakukan sesuaI dengan standar yang secara bertahap
dIuapayakan mencapaI standar InternasIonal
Huruf I
Cukup jelas.
Hurufj
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Rumah
SakIt dIbangun serta dIlengkapI dengan sarana, prasarana dan peralatan yang
dapat dIfungsIkan serta dIpelIhara
sedemIkIan rupa untuk mendapatkan keamanan,
mencegah kebakaran/ bencana dengan
terjaminnya keamanan, kesehatan dan
keselamatan pasien, petugas, pengunjung, dan
lingkungan Rumah Sakit.
Huruf p
Cukup jelas
Huruf r
Yang dimaksud dengan peraturan
internal Rumah Sakit (Hospital bylaws) adalah peraturan organisasi Rumah Sakit (corporate
bylaws) dan peraturan staf medis Rumah Sakit (medical
staff bylaw) yang disusun dalam rangka menyelenggarakan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dan tata
kelola klinis yang baik (good
clinical governance). Dalam peraturan staf medis Rumah Sakit (medical staff bylaw) antara lain diatur
kewenangan klinis (Clinical Privilege).
Huruf s
Cukup jelas.
Huruf t
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal
30
Cukup
jelas.
Pasal
31
Ayat
(1)
Kewajiban pasien yang dimaksud dalam ayat
ini antara lain mematuhi ketentuan yang
berlaku di Rumah Sakit, memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang
diterima di Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan yang berlaku, memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang
masalah kesehatannya kepada tenaga
kesehatan di Rumah Sakit, dan mematuhi kesepakatan dengan Rumah Sakit.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Pasal
32
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf I
Cukup jelas.
Hurufj
Cukup jelas.
Huruf k
Yang dImaksud dengan pemberIan
persetujuan atau penolakan atas tIndakan kedokteran
atau kedokteran gIgI dapat berupa seluruh tIndakan yang
akan dIlakukan atau dapat berupa tIndakan tertentu yang dIsetujuI.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas.
Pasal 33
Ayat (1)
Organisasi Rumah Sakit disusun dengan tujuan untuk mencapai visi dan misi Rumah Sakit dengan
menjalankan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate
Governance) dan tata kelola klinis yang baik (Good Clinical Governance).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pimpinan yang
harus berkewarganegaraan Indonesia adalah direktur
utama, direktur medis dan keperawatan, serta direktur sumber daya
manusia.
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan pemilik Rumah Sakit antara lain komisaris
perusahaan, pendiri yayasan, atau pemerintah daerah.
Yang
dimaksud dengan kepala Rumah Sakit adalah pimpinan tertinggi dengan
jabatan Direktur Utama (Chief Executive Officer) termasuk Direktur
Medis.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Tata kelola rumah sakit yang baik
adalah penerapan fungsi-fungsi manajemen rumah sakit yang
berdasarkan prinsip-prinsip tranparansi, akuntabilitas, independensi dan responsibilitas,
kesetaraan dan kewajaran.
Tata kelola klinis yang baik adalah
penerapan fungsi manajemen klinis yang meliputi kepemimpinan klinik, audit klinis,
data klinis, risiko klinis berbasis bukti,
peningkatan kinerja, pengelolaan keluhan, mekanisme monitor hasil
pelayanan, pengembangan profesional, dan akreditasi rumah sakit.
Pasal 37
Ayat (1)
Setiap tindakan kedokteran harus
memperoleh persetujuan dari pasien kecuali pasien tidak cakap atau pada keadaan
darurat. Persetujuan tersebut diberikan secara lisan atau tertulis. Persetujuan tertulis hanya diberikan
pada tindakan kedokteran berisiko tinggi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "rahasia kedokteran"
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan hal yang ditemukan oleh dokter
dan dokter gigi dalam rangka pengobatan dan dicatat dalam rekam medis yang dimiliki pasien dan bersifat rahasia.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal
39
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Audit kinerja adalah pengukuran kinerja berkala yang meliputi kinerja pelayanan dan
kinerja keuangan.
Audit medis adalah upaya evaluasi secara profesional
terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam
medisnya yang dilaksanakan oleh profesi medis
Ayat (3)
Audit medis internal dilakukan oleh
Komite Medik rumah sakit Audit kinerja
internal dilakukan oleh Satuan Pemeriksaan Internal.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal
42
Cukup
jelas.
Pasal
43
Ayat
(1)
Yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patient
safety) adalah proses dalam suatu Rumah Sakit yang memberikan pelayanan
pasien yang lebih aman. Termasuk di dalamnya asesmen risiko, identifikasi, dan
manajemen risiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk
mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko.
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan insiden keselamatan pasien adalah kesalahan medis (medical error), kejadian yang tidak diharapkan
(adverse event), dan nyaris terjadi (near miss).
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Ayat
(4)
Cukup
jelas.
Ayat
(5)
Cukup
jelas.
Pasal
44
Cukup
jelas.
Pasal 45
Ayat (1)
Pasien berhak menolak atau
menghentikan pengobatan. Pasien yang menolak pengobatan karena
alasan finansial harus diberikan penjelasan bahwa
pasien berhak memperoleh jaminan dari Pemerintah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Ayat (1)
Pola Tarif Nasional adalah pedoman dasar
yang berlaku secara nasional dalam pengaturan dan perhitungan untuk
menetapkan besaran tarif rumah sakit yang berdasarkan komponen biaya satuan (unit
cost).
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "biaya satuan (unit cost)"
adalah hasil perhitungan total biaya operasional
pelayanan yang diberikan Rumah Sakit.
Yang dimaksud kondisi regional termasuk didalamnya indeks
kemahalan setempat
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal
54
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Ayat
(4)
Yang dimaksud dengan pengawasan
teknis medis adalah audit medis
Yang dimaksud dengan pengawasan
teknis perumahsakitan adalah audit kinerja rumah sakit.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK