PP 46/1959, SUMPAH KETUA, WAKIL KETUA DAN........
PERATURAN PEMERINTAH REPULIK INDONESIA
NOMOR 46 TAHUN 1959
TENTANG
SUMPAH
KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Menimbang : Bahwa berhubung dengan sifat tugas Badan
Pengawas Kegiatan Aparatur Negara yang mengandung banyak rahasia negara perlu
diadakan peraturan sumpah buat para anggota Badan itu;
Mengingat
: 1. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 1 tahun 1959
pasal 3 ayat (3);
2.
Undang-undang Dasar pasal
5 ayat (2);
Mendengar : Musyawarah
Kabinet Kerja pada tanggal 28 September 1959;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH
TENTANG SUMPAH ANGGOTA BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA.
Pasal 1.
Sumpah atau janji
Ketua, Wakil Ketua dan anggota-anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara
yang dimaksud dalam Peraturan Presiden No. 1 tahun 1959 pasal 3 ayat (3)
berbunyi seperti berikut:
"Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya,
untuk menjadi anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara, langsung atau
tak langsung, dengan nama atau dengan dalih apapun, tiada memberikan atau
menjanjikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga".
"Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya,
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tiada
sekali-kali menerima atau akan menerima, langsung ataupun tak langsung, dari
siapapun juga sesuatu janji atau pemberian".
"Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya
akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk melakukan pengawasan dan meneliti
kegiatan- kegiatan Aparatur Negara, supaya segala kegiatan-kegiatan itu sesuai
dengan kebijaksanaan umum Presiden Republik Indonesia/ Panglima
Tertinggi".
"Saya bersumpah/berjanji bahwa
saya, selama memegang jabatan dalam Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara dan
selama lima tahun setelah saya berhenti dari jabatan itu akan memegang rahasia
baik dalam perkataan maupun dalam perbuatan saya, sesuatu yang menurut perintah
atau menurut sifatnya, harus saya rahasiakan".
"Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya,
senantiasa dengan setia akan memelihara Undang-undang Dasar Republik Indonesia
dan segala peraturan yang berlaku bagi Republik Indonesia".
Pasal 2.
(1) Ketua,
Wakil Ketua dan anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara tidak boleh
memegang jabatan di dalam perusahaan partikulir atau badan partikulir yang
langsung atau tidak langsung memberi hasil uang atau benda kepadanya.
Larangan
ini berlaku juga terhadap isteri Ketua, Wakil Ketua dan anggota Badan Pengawas
Kegiatan Aparatur Negara.
(2) Larangan termaksud dalam ayat (1)
pasal ini berlaku sampai satu tahun sesudah Ketua, Wakil Ketua dan anggota
Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara meletakkan jabatannya.
Dalam
hal ini tanggal yang disebutkan dalam surat Keputusan Presiden untuk
menghentikan Ketua, Wakil Ketua dan anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur
Negara berlaku sebagai tanggal permulaan jangka waktu satu tahun tersebut.
(3) Atas
larangan termuat dalam ayat (1) dan (2) pasal ini dapat diberi perkecualian
oleh Presiden setelah mendengar pendapat Badan Pengawas Kegiatan Aparatur
Negara.
Pasal 3.
(1) Selama
bekas Ketua, Wakil Ketua atau anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara
dikenakan larangan termaksud pasal 2 ayat (2) kepadanya setiap bulan diberikan
uang kehormatan dan tunjangan-tunjangan sepenuhnya seperti yang diterima pada
bulan terakhir ia memegang jabatan dalam Badan Pengawas Kegiatan Aparatur
Negara.
Uang
kehormatan dan tunjangan ini tidak diberikan kalau Presiden memberikan
perkecualian termaksud dalam pasal 2 ayat (3).
(2) Apabila
bekas Ketua, Wakil Ketua atau anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara
meninggal dunia selama waktu yang termaksud dalam pasal 2 ayat (2), maka
Presiden atas usul Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara dapat memutuskan
memberikan uang kehormatan dan tunjangan termaksud dalam ayat (1) pasal ini
seluruhnya atau sebagian kepada jandanya atau ahli waris lainnya yang sah.
Pasal 4.
(1) Ketua,
Wakil Ketua dan anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara yang selama
memegang jabatannya dan selama waktu dimaksudkan dalam pasal 2 ayat (2) dengan
sengaja membuka rahasia jabatan baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan,
dihukum dengan hukuman tutupan selama-lamanya tiga tahun atau denda
sebanyak-banyaknya tiga puluh ribu rupiah.
(2) Ketua,
Wakil Ketua dan anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara yang selama
waktu dimaksudkan dalam pasal 2 ayat (2) karena kelalaiannya mengakibatkan
terbukanya rahasia jabatan, dihukum dengan hukuman tutupan selama-lamanya satu
tahun atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh ribu rupiah.
Pasal 5.
Pelanggaran atas
larangan termaksud dalam pasal 2 dihukum dengan hukuman tutupan selama-lamanya
satu tahun atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh ribu rupiah.
Pasal 6.
Ketua, Wakil Ketua
dan anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara yang selama waktu empat
tahun setelah berakhirnya waktu dimaksudkan dalam pasal 2 ayat (2) dengan sengaja
membuka rahasia jabatan, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan, dihukum
dengan hukuman tutupan selama-lamanya satu tahun atau denda sebanyak-banyaknya
sepuluh ribu rupiah.
Pasal 7.
Peraturan Pemerintah
ini mulai berlaku pada hari diundangkannya.
Agar supaya setiap
orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Bogor
pada tanggal 28 September 1959.
Presiden Republik Indonesia,
pada tanggal 29 September 1959.
SOEKARNO.
Diundangkan
pada tanggal 29 September 1959.
Menteri Muda Kehakiman,
SAHARDJO.
LEMBARAN NEGARA TAHUN 1959 NOMOR 116.
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 46 TAHUN 1959
tentang
SUMPAH KETUA, WAKIL KETUA
DAN ANGGOTA BADAN
PENGAWAS KEGIATAN APARATUR
NEGARA.
PENJELASAN UMUM.
Tugas dan wewenang Badan Pengawas Kegiatan Aparatur
Negara yang dimuat dalam Bab II dan III Peraturan Presiden No. 1 tahun 1959
secara resmi memberi jalan kepada Ketua, Wakil Ketua dan anggota Badan Pengawas
Kegiatan Aparatur untuk mengetahui segala keadaan yang terbuka dan yang rahasia
didalam setiap aparatur Negara.
Untuk keselamatan negara harus dicegah jangan sampai
pengetahuan tentang rahasia-rahasia aparatur negara itu diketahui oleh fihak
yang tidak wewenang mengetahuinya. Oleh karena itu dianggap perlu diadakan
sumpah dan ketentuan-ketentuan lain untuk menghalangi kebocoran rahasia-rahasia
itu dari kalangan Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL.
Pasal 1.
Selain ucapan-ucapan yang biasa dimuat didalam sumpah
pejabat negara maka didalam sumpah Ketua, Wakil Ketua dan anggota Badan
Pengawas Kegiatan Aparatur Negara dipentingkan ucapan untuk memegang rahasia
sesuatu yang menurut perintah atau menurut sifatnya harus dirahasiakan.
Yang dimaksud dengan kata-kata "menurut perintah
atau menurut sifatnya"disini adalah menurut perintah Presiden, menurut
penapat Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara dalam keseluruhannya sendiri
dan menurut keterangan yang jelas dari sumber resmi atau semi resmi dari mana
keterangan-keterangan itu didapatnya. Ukuran dan alasan untuk merahasiakan
sesuatu pada umumnya adalah kemungkinan, bahwa akan menghambat, mempersulit,
merugikan atau meniadakan kesempatan untuk dijalankan tindakan Presiden,
Pemerintah atau salah suatu aparat Negara, karena diketahuinya
keterangan-keterangan oleh fihak yang tidak atau belum wenang mengetahuinya.
Pasal 2.
Ketentuan-ketetuan didalam pasal 2 ini dimaksudkan pula
untuk mencegah kemungkinan digunakannya pengetahuan tentang
keterangan-keterangan resmi atau semi resmi yang rahasia untuk kepentingan
suatu perusahaan atau badan partikelir. Yang dimaksudkan dengan sifat partikelir
ialah semua badan yang tidak dimiliki, sehingga atau seluruhnya, oleh Negara
Republik Indonesia atau Daerah-darah otonom didalamnya.
Dengan ketentuan dalam pasal ini maka dicegah jangan
sampai Ketua, Wakil Ketua atau angota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara
bekerja actief dalam suatu badan partikelir dari mana ia mendapat penghasilan. Larangan yang dimaksudkan dalam pasal ini hendaknya
diartikan sebagai berikut :
Ketua,
Wakil Ketua dan anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara dilarang mempunyai
saham atau memegang jabatan dalam perusahaan atau badan yang bersifat
partikelir seluruhnya. Mereka diperbolehkan mempunyai saham (kalau ada) dan
memangku jabatan dalam perusahaan atau badan yang bersifat sebagian partikelir
dan sebagian resmi serta perusahaan atau badan yang bersifat resmi seluruhnya. Akan
tetapi selama memegang jabatan dalam perusahaan atau badan disamping jabatan
Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara itu, tidak diperbolehkan merangkap
hasilnya. Dalam hal ini yang berkepentingan dipersilakan memiliki hasil dari
satu jabatan saja.
Larangan
tersebut diatas diperpanjang sampai satu tahun sesuah Ketua, Wakil Ketua atau
anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara meletakkan jabatannya.
Meskipun
seorang pejabat Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara sudah lepas dari
hubungannya resmi dengan badan ini, namun rahasia-rahasia yang diketahui
olehnya masih dapat merukan Negara dalam jangka satu tahun setelah ia
melepaskan hubungan dengan Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara.
Meskipun
diketahui bahwa ada banyak rahasia-rahasia resmi yang mempunyai daya lebih dari
satu tahun lama, namun jangka satu tahun disini dirasakan sudah cukup lama
untuk tidak merugikan kepentingan materieel dan bekas Ketua, Wakil Ketua atau
anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara. Tentang kewajiban khusus untuk
memegang rahasia selanjutnya, lihatlah pasal 6 yang memperpanjang waktu dengan
4 tahun.
Sesudah
lampau waktu satu tahun itu tentang kewajiban menyimpan rahasia dinas
berlakulan ketentuan umum termuat dalam K.U.H.p. pasal 322, yang berbunyi
seperti berikut :
(1) Barangsiapa dengan sengaja membuka
sesuatu rahasia yang ia wajib menyimpannya oleh karena jabatan atau
pekerjaannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya enam ratus
rupiah.
(2) Jika kejahatan ini dilakukan terhadap
seseorang yang tertentu, maka ini hanya dituntut atas pengaduanorang itu.
Larangan
ini dilakukan pula terhadap isteri untuk menghindari, jangan sampai maksud
larangan ini menjadi tak berguna karena jabatan-jabatan didalam
perusahaan-perusahaan dan badan-badan partikelir yang tidak dapat dirangkap
dengan jabatan di Badan Pengawas, Kegiatan Aparatur Negara formeel digeserkan
kepada isteri atau anak sedang sebenarnya pejabat Badan Pengawas Kegiatan
Aparatur Negara itu masih tetap melangsungkan hubungannya dengan
perusahaan-perusahaan atau badan-badan partikelir itu seerti sediakala.
Pasal 3.
Karena
dikenakan larangan ini maka selama satu tahun itu kepadanya diberikan tiap-tiap
bulan uang kehormatan dan tunjangan sepenuhnya seperti yang diterima olehnya
dalam bulan terakhir waktu ia masih menjabat Ketua, Wakil Ketua atau anggota
Badan Pengawas Kegiatan,Aparatur Negara.
Pasal 4.
Kata-kata
,membuka rahasia" atau "terbuka rahasia" berarti, bahwa hal-hal
yang harus dirahasiakan itu diberitahukan kepada atau diketahui oleh pihak lain
diluar kalangan Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara yang tidak atau belum
wenang mengetahui hal-hal tersebut. Rahasia dapat dibuka dengan kata-kata, yang
ditulis atau diucapkan. Lagi pula rahasia dapat dibuka dengan
perbuatan-perbuatan; seorang anggota Bdan Pengawas Kegitan Aparatur Negara
dapat berbuat sedemikian rupa, sehingga orang lain yang memperhatikannya dengan
mudah dapat mengambil kesimpulan yang pada hakekatnya sama dengan mengetahui
hal yang harus dirahasiakan itu. Misalnya seorang anggota Badan Pengawas
Kegiatan Aparatur Negara didalam menjalankan tugasnya mengetahui rencana
rahasia dari Pemerintah untuk mengubah peraturan-peraturan moneter. Kemudian
anggota itu menjalankan perbuatan-perbuatan yang mudah diketahui oleh
orang-orang lain untuk menarik keuntungan sebelum perubahan moneter itu
berlaku. Karena kedudukannya sebagai Anggota Pengawas Kegiatan Aparatur Negara
maka perbuatannya yang demikian itu mudah ditiru orang banyak yang percaya,
bahwa dengan meniru itu mereka akan mendapat keuntungan juga: atau
setidak-tidaknya tidak akan kerugian. Perbuatan anggota Badan Pengawas Kegiatan
Aparatur Negara yang demikian itu mungkin dapat menghambat atau mempersulit
dilaksanakannya perubahan peraturan-peraturan moneter yang sedang direncanakan
itu.
Seperti
lazim didalam system hukum pidana maka diadakan perbedaaan dalam ancaman
hukuman bagi tindakan-tindakan pidana yang disengaja dan yang tidak disengaja.
Pasal 5 dan 6.
Didalam
dua pasal ini tidak diadakan perbedaan antara tindak pidana yang
,disengaja" dan "tidak disengaja" karena diduga dalam hal ini
tidak dapat diadakan tindak pidana itu dengan tidak sengaja".
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR 1878.
Diketahui:
Menteri Muda Kehakiman,
SAHARDJO.
--------------------------------
CATATAN
Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN
NEGARA TAHUN 1959 YANG TELAH DICETAK ULANG
PP 34/1974, PENYERTAAN
MODAL NEGARA REPUBLIK........