PP
43/1980, PEDOMAN PEMBERIAN GELAR DOKTOR KEHORMATAN........
PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 1980
TENTANG
PEDOMAN PEMBERIAN GELAR DOKTOR KEHORMATAN (DOCTOR HONORIS CAUSA)
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa
dalam rangka penyeragaman pemberian Gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris
Causa) oleh Perguruan Tinggi perlu dilaksanakan berdasarkan syarat-syarat serta
tatacara yang seragam dan sesuai dengan makna dan tujuannya;
b. bahwa sehubungan dengan tersebut, dipandang
perlu untuk menetapkan Pedoman Pemberian Gelar Doktor Kehormatan;
Mengingat : 1. Pasal
5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan
Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2361);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1980 tentang Pokok-pokok
Organisasi Universitas/Institut Negeri (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 10,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3157).
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEDOMAN
PEMBERIAN GELAR DOKTOR KEHORMATAN (DOCTOR HONORIS CAUSA).
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris
Causa) adalah gelar kehormatan yang diberikan oleh suatu Perguruan Tinggi
kepada seseorang yang dianggap telah berjasa dan atau berkarya luar biasa bagi
ilmu pengetahuan dan umat manusia.
2. Perguruan Tinggi adalah Universitas/Institut
Negeri atau Swasta Disamakan.
3. Menteri adalah Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan.
4. Rektor Perguruan Tinggi adalah Presiden
Universitas/Institut Negeri atau Swasta Disamakan, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961.
5. Senat Perguruan Tinggi adalah Senat Universitas/Institut
atau Senat Guru Besar, yaitu badan normatif tertinggi yang ada pada
Universitas/Institut yang terdiri dari pada Guru Besar, para Wakil Fakultas,
dan para Wakil Lembaga yang ditentukan menurut ketentuan di dalam
Universitas/Institut masing-masing, yang tugas utamanya merumuskan
kebijaksanaan-kebijaksanaan akademik dan kecakapan serta kepribadian staf
pengajar.
6. Organisasi Profesi adalah organisasi keahlian
kesarjanaan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan sosial budaya.
7. Instansi Pemerintah adalah Departemen,
Kesekretariatan Lembaga-lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Sekretariat Negara,
Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Lembaga Pemerintah lainnya.
Pasal 2
(1) Perguruan Tinggi yang memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat memberikan gelar Doktor Kehormatan
kepada Warga Nepra Indonesia atau Warga Nepra Asing, sesuai dengan tatacara
yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah ini.
(2) Gelar Doktor Kehomatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut
Gelar, diberikan sebagai tanda penghormatan bagi jasa dan atau karya:
a. yang
luar biasa di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan, dan
pengajaran;
b. yang
sangat berarti bagi pengembangan pendidikan dan pengajaran dalam satu atau
sekelompok bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan sosial budaya;
c. yang
sangat bermanfaat bagi kemajuan atau kemakmuran dan kesejahteraan Bangsa dan
Negara Indonesia pada khususnya serta umat manusia pada umumnya;
d. yang
secara luar biasa mengembangkan hubungan baik dan bermanfaat antara Bangsa dan
Negara Indonesia dengan Bangsa dan Negara lain di bidang politik, ekonomi, dan
sosial budaya;
e. yang
secara luar biasa menyumbangkan tenaga dan pikiran bagi perkembangan Perguruan
Tinggi.
Pasal 3
Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) harus memenuhi syarat-syarat :
a. pernah menghasilkan sarjana dengan gelar
ilmiah Doktor;
b. memiliki Fakultas atau jurusan yang membina
dan mengembangkan bidang ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan bidang ilmu
pengetahuan yang menjadi ruang lingkup jasa dan atau karya bagi pemberian
Gelar;
c. memiliki Guru Besar Tetap sekurang-kurangnya
3 (tiga) orang dalam bidang sebagaimana dimaksud pada huruf b.
BAB II
TATA CARA
Pasal 4
(1) Pemberian Gelar dapat diusulkan atas saran
dan inisiatif Perguruan Tinggi atau atas saran dan inisiatif Instansi
Pemerintah.
(2) Usul pemberian Gelar atas saran dan
inisiatif Perguruan Tinggi diajukan oleh Rektor bersangkutan kepada Menteri
dengan disertai pertimbangan-pertimbangan lengkap atas karya atau jasa yang
bersangkutan, untuk memperoleh persetujuan Menteri.
(3) Usul pemberian Gelar atas saran dan
inisiatif Instansi Pemerintah diajukan oleh Menteri yang membawahkan bidang
tugas Instansi Pemerintah yang bersangkutan kepada Menteri, dengan tembusan
kepada Perguruan Tinggi yang akan memberikan Gelar, dengan disertai pertimbangan-pertimbangan
lengkap atas karya atau jasa yang bersangkutan, untuk memperoleh pertimbangan
Menteri.
Pasal 5
(1) Setiap usul pemberian Gelar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dinilai oleh Perguruan Tinggi dan
dipertimbangkan oleh Menteri secara seksama sesuai dengan syarat-syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2) Penilaian oleh Perguruan Tinggi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Senat Perguruan Tinggi atau
Panitia yang ditunjuknya, apabila dipandang perlu dengan mendengar pertimbangan
Organisasi Profesi yang bersangkutan, yang disampaikan kepada Menteri.
(3) Pertimbangan oleh Menteri sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan bantuan panitia atau staf yang
ditunjuknya.
Pasal 6
(1) Penilaian oleh Perguruan Tinggi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) disampaikan oleh Rektor Perguruan
Tinggi kepada Menteri sebagai bahan pertimbangan baginya, baik dalam hal Gelar
dapat diberikan maupun dalam hal Gelar tidak dapat diberikan.
(2) Penilaian usul pemberian Gelar oleh
Perguruan Tinggi dan pertimbangan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bersifat
rahasia.
Pasal 7
(1) Pelaksanaan pemberian Gelar dilakukan oleh
Perguruan Tinggi dengan persetujuan Menteri.
(2) Pemberian Gelar sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) disertai dengan pemberian Piagam yang ditandatangani oleh Rektor
Perguruan Tinggi.
Pasal 8
(1) Dalam hal pemberian Gelar diusulkan atas
saran dan inisiatif Perguruan Tinggi maka pemberian Gelar tidak dilangsungkan
apabila Menteri tidak dapat menyetujuinya.
(2) Dalam hal pemberian Gelar diusulkan atas
saran dan inisiatif Instansi Pemerintah, pemberian gelar tidak dilangsungkan
apabila Perguruan Tinggi yang bersangkutan tidak dapat menyetujuinya.
(3) Dalam hal pemberian Gelar diusulkan atas
saran dan inisiatif Instansi Pemerintah, serta Perguruan Tinggi yang
bersangkutan dapat menyetujuinya, sedang Menteri tidak dapat menyetujuinya,
maka pemberian Gelar tidak dapat dilaksanakan.
(4) Apabila ada perbedaan pendapat antara
Menteri dan Menteri yang membawahkan/mengkoordinasikan bidang tugas Instansi
Pemerintah yang bersangkutan mengenai usul pemberian Getar, maka masalahnya
disampaikan kepada Presiden untuk memperoleh keputusannya.
Pasal 9
Pemberian Gelar diresmikan sesuai dengan tatacara yang
berlaku pada Perguruan Tinggi.
Pasal 10
Penerima Gelar berhak mencantumkan di depan namanya Gelar
Doktor Kehormatan, disingkat Dr. H.C.
BAB III
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 11
Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini maka
peraturan-peraturan tentang pemberian Gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris
Causa) yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak
berlaku lagi.
Pasal 12
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah
ini diatur lebih lanjut oleh Menteri setelah berkonsultasi dengan Menteri
Negara Penertiban Aparatur Negara.
Pasal 13
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26
Desember 1980.
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 Desember 1980
MENTERI/SEKRETARIS
NEGARA
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
SUDHARMONO, SH.