PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32
TAHUN 2004
TENTANG
PEDOMAN
SATUAN POLISI PAMONG PRAJA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 120 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah, perlu mengatur susunan organisasi, formasi,
kedudukan, wewenang, hak, tugas dan kewajiban Satuan Polisi Pamong Praja;
b. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1998 tentang
Polisi Pamong Praja sudah tidak sesuai dengan jiwa dan semangat Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, sehingga perlu diganti;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a dan
huruf b, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Satuan Polisi
Pamong Praja;
Mengingat : 1. Pasal
5 ayat (2) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3952);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan
dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090);
5. Peraturan
Pemerintah Nomor 8
Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 164,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4262);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEDOMAN SATUAN
POLISI PAMONG PRAJA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut
Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri
dari Presiden beserta para Menteri.
2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat
Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.
3. Kepala…
3. Kepala Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota.
4. Satuan Polisi Pamong Praja adalah perangkat pemerintah
daerah dalam memelihara dan menyelenggarakan ketenteraman dan ketertiban umum
serta menegakkan Peraturan Daerah.
5. Polisi Pamong Praja adalah aparatur Pemerintah Daerah
yang melaksanakan tugas Kepala Daerah
dalam memelihara dan menyelenggarakan ketenteraman dan ketertiban umum,
menegakkan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah.
6. Ketenteraman dan ketertiban umum adalah suatu keadaan
dinamis yang memungkinkan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat dapat
melakukan kegiatannya dengan tenteram, tertib, dan teratur.
BAB II
KEDUDUKAN, TUGAS, DAN
FUNGSI
Satuan
Polisi Pamong Praja dipimpin oleh seorang Kepala dan berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.
Pasal 3
Satuan
Polisi Pamong Praja mempunyai tugas memelihara dan menyelenggarakan
ketenteraman dan ketertiban umum, menegakkan Peraturan Daerah dan Keputusan
Kepala Daerah.
Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Satuan Polisi Pamong
Praja menyelenggarakan fungsi :
a. penyusunan program dan pelaksanaan ketenteraman dan ketertiban
umum, penegakan Peraturan Daerah dan
Keputusan Kepala Daerah;
b. pelaksanaan kebijakan pemeliharaan dan penyelenggaraan
ketenteraman dan ketertiban umum di Daerah;
c. pelaksanaan kebijakan penegakan Peraturan Daerah dan
Keputusan Kepala Daerah;
d. pelaksanaan koordinasi pemeliharaan dan penyelenggaraan
ketenteraman dan ketertiban umum serta penegakan Peraturan Daerah, Keputusan
Kepala Daerah dengan aparat Kepolisian Negara, Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS) dan atau aparatur lainnya;
e. pengawasan terhadap masyarakat agar mematuhi dan menaati
Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah.
BAB III
WEWENANG, HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal
5
Polisi
Pamong Praja berwenang :
a. menertibkan…
a. menertibkan dan menindak warga masyarakat atau
badan hukum yang mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum;
b. melakukan
pemeriksaan terhadap warga masyarakat atau badan hukum yang melakukan
pelanggaran atas Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah;
c. melakukan
tindakan represif non yustisial terhadap warga masyarakat atau badan hukum yang
melakukan pelanggaran atas Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah.
Pasal 6
Polisi
Pamong Praja mempunyai hak kepegawaian sebagai Pegawai Negeri Sipil dan
mendapatkan fasilitas lain sesuai dengan tugas dan fungsinya berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 7
Dalam
melaksanakan tugasnya, Polisi Pamong Praja wajib :
a. menjunjung tinggi norma hukum, norma agama,
hak asasi manusia dan norma-norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang
dimasyarakat;
b. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat
mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum;
c. melaporkan kepada Kepolisian Negara atas ditemukannya atau
patut diduga adanya tindak pidana;
d. menyerahkan kepada PPNS atas ditemukannya atau patut diduga
adanya pelanggaran terhadap Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah.
Pasal
8
Sebagian
anggota Polisi Pamong Praja ditetapkan menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
SUSUNAN ORGANISASI
Pasal 9
(1) Satuan
Polisi Pamong Praja Propinsi terdiri dari Tipe A dan Tipe B.
(2) Satuan
Polisi Pamong Praja Propinsi Tipe A, terdiri dari :
a. Kepala;
b. 1 (satu) Bagian Tata Usaha terdiri dari 2
(dua) Subbagian;
c. 4 (empat) Bidang, masing-masing Bidang terdiri
dari 2 (dua) Seksi.
(3) Satuan Polisi Pamong Praja Propinsi Tipe B,
terdiri dari :
a. Kepala;
b. 1 (satu)
Bagian Tata Usaha terdiri dari 2 (dua) Subbagian;
c. 3 (tiga)
Bidang, masing-masing Bidang terdiri dari 2 (dua) Seksi.
Pasal 10…
Pasal 10
(1) Satuan
Polisi Pamong Praja Kabupaten/Kota terdiri dari Tipe A dan Tipe B.
(2) Satuan Polisi Pamong
Praja Kabupaten/Kota Tipe A, terdiri dari:
a. Kepala;
b. 1 (satu)
Bagian Tata Usaha terdiri dari 2 (dua) Subbagian;
c. 3 (tiga)
Bidang, masing-masing Bidang terdiri dari 2 (dua) Seksi.
(3) Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten/Kota Tipe
B, terdiri dari:
a. Kepala;
b. 1 (satu)
Subbagian Tata Usaha;
c. 3
(tiga) Seksi.
Pasal 11
Pembentukan
organisasi Satuan Polisi Pamong Praja ditetapkan dengan Peraturan Daerah
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
ESELON
Pasal 12
(1) Kepala
Satuan Polisi Pamong Praja Propinsi Tipe A adalah jabatan Eselon II a.
(2) Kepala
Satuan Polisi Pamong Praja Propinsi Tipe B dan Kabupaten/Kota Tipe A adalah
jabatan Eselon II b.
(3) Kepala
Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten/Kota Tipe B, Kepala Bagian dan Kepala
Bidang Satuan Polisi Pamong Praja Propinsi Tipe A adalah jabatan Eselon III a.
(4) Kepala
Bagian dan Kepala Bidang Satuan Polisi Pamong Praja Propinsi Tipe B dan
Kabupaten/Kota Tipe A adalah jabatan Eselon III b.
(5) Kepala
Subbagian dan Kepala Seksi Satuan Polisi Pamong Praja Propinsi Tipe A dan
Kabupaten/Kota Tipe B adalah jabatan Eselon IV a.
(6) Kepala
Subbagian dan Kepala Seksi Satuan Polisi Pamong Praja Propinsi Tipe B dan
Kabupaten/Kota Tipe A adalah jabatan Eselon IV b.
BAB VI
PENGANGKATAN DAN
PEMBERHENTIAN
Persyaratan
untuk dapat diangkat sebagai Polisi Pamong Praja, yaitu:
a. Pegawai…
a. Pegawai
Negeri Sipil;
b. Berijazah
sekurang-kurangnya SLTA dan atau serendah-rendahnya berpangkat Pengatur Muda
(II/a);
c. Tinggi
badan sekurang-kurangnya 160 Cm untuk laki-laki dan 155 Cm untuk Perempuan;
d. Umur
sekurang-kurangnya 21 Tahun;
e. Sehat
jasmani dan rohani;
f. Lulus
Pendidikan dan Pelatihan Dasar Polisi Pamong Praja.
Pasal 14
(1) Polisi Pamong Praja diberhentikan karena :
a. Alih
tugas;
b. Atas
permohonan yang bersangkutan;
c. Melanggar
disiplin Polisi Pamong Praja;
d. Dipidana
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Anggota Polisi Pamong Praja yang diberhentikan
dari satuan Polisi Pamong Praja, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
otomatis diberhentikan sebagai PNS.
(3) Pedoman Peraturan disiplin Polisi Pamong Praja
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri.
Pasal 15
Pengisian
jabatan struktural di lingkungan Satuan Polisi Pamong Praja diisi oleh pejabat
fungsional Polisi Pamong Praja.
BAB VII
PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN
(1) Anggota
Satuan Polisi Pamong Praja wajib mengikuti Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
teknis dan fungsional.
(2) Pedoman
penyelenggaraan Diklat bagi anggota Polisi Pamong Praja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri.
BAB VIII
PAKAIAN DINAS,
PERLENGKAPAN DAN
PERALATAN OPERASIONAL
Pasal 17
Pakaian
dinas, perlengkapan dan peralatan operasional Polisi Pamong Praja ditetapkan
dengan Peraturan Daerah, berdasarkan Pedoman yang ditetapkan Menteri Dalam
Negeri.
Pasal 18…
Pasal 18
Untuk
menunjang operasional, Polisi Pamong Praja dapat dilengkapi dengan senjata api
yang pengaturan mengenai jenis dan ketentuan penggunaannya berdasarkan
rekomendasi dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.
BAB IX
TATA KERJA
Pasal 19
Satuan
Polisi Pamong Praja dalam melaksanakan tugas operasional di bidang penegakan,
penertiban, pengamanan, dan penyuluhan diselenggarakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 20
Satuan
Polisi Pamong Praja dalam melaksanakan kewenangannya wajib menerapkan prinsip
koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik secara vertikal maupun horisontal.
Pasal 21
Setiap
pimpinan satuan organisasi dalam lingkungan Satuan Polisi Pamong Praja Propinsi
dan Kabupaten/Kota bertanggung jawab memimpin, membimbing, mengawasi, dan
memberikan petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan, dan bila terjadi
penyimpangan, mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 22
Setiap
unsur pimpinan pada unit kerja wajib
mengikuti dan mematuhi petunjuk-petunjuk dan bertanggung jawab kepada atasan
masing-masing serta menyampaikan laporan berkala tepat pada waktunya.
BAB X
KERJASAMA
DAN KOORDINASI
Pasal 23
(1) Satuan
Polisi Pamong Praja dalam melaksanakan
tugasnya dapat bekerjasama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia
dan lembaga-lembaga lain.
(2) Kerjasama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas hubungan fungsional, saling membantu dan
saling menghormati dengan mengutamakan kepentingan umum dan memperhatikan
hirarki dan kode etik profesi dan birokrasi.
Pasal 24
Dalam
rangka pelaksanaan tugas, Satuan Polisi Pamong Praja Propinsi mengkoordinir
pemeliharaan dan penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum lintas
Kabupaten/Kota.
BAB XI…
PEMBINAAN
Pasal 25
(1) Menteri
Dalam Negeri melakukan pembinaan umum atas Satuan Polisi Pamong Praja.
(2) Gubernur, Bupati dan Walikota melakukan
pembinaan teknis operasional dan
peningkatan kapasitas Satuan Polisi Pamong Praja.
BAB XII
PEMBIAYAAN
Pasal 26
Pembiayaan
pembinaan teknis operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan biaya
pelaksanaan tugas Satuan Polisi Pamong Praja, dibebankan kepada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
BAB XIII
JABATAN FUNGSIONAL
Pasal 27
Polisi
Pamong Praja merupakan jabatan fungsional yang penetapannya dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
(1) Peraturan
Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota yang mengatur pembentukan organisasi dan
eselon Satuan Polisi Pamong Praja, masih
tetap berlaku sebelum diubah/diganti dengan ketentuan yang baru berdasarkan
Peraturan Pemerintah ini.
(2) Penyesuaian
atas Peraturan Pemerintah ini dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak
ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 29
Penetapan
Polisi Pamong Praja sebagai jabatan fungsional, dilakukan paling lambat 5
(lima) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 30
(1) Satuan
Polisi Pamong Praja yang ada di Propinsi dapat ditetapkan sebagai Satuan Polisi
Pamong Praja tipe A, apabila jumlah penduduk Propinsi tersebut lebih dari 8
juta jiwa.
(2) Satuan…
(2) Satuan
Polisi Pamong Praja yang ada di Kabupaten dapat ditetapkan sebagai Satuan
Polisi Pamong Praja tipe A, apabila jumlah penduduk Kabupaten tersebut lebih
dari 2 juta jiwa.
(3) Satuan
Polisi Pamong Praja yang ada di Kota dapat ditetapkan sebagai Satuan Polisi
Pamong Praja tipe A, apabila jumlah penduduk Kota tersebut lebih dari 1 juta
jiwa.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Dengan
berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
1998 tentang Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 8, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3728), dan peraturan lain yang bertentangan dengan
Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 32
Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di Jakarta
pada
tanggal 5 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Oktober
2004
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 112
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32
TAHUN 2004
PEDOMAN
SATUAN POLISI PAMONG PRAJA
Terbitnya
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, telah mengubah
sistem pemerintahan dari yang semula sentralistik menjadi desentralistik.
Perubahan tersebut berakibat kepada status Polisi Pamong Praja, dimana dalam
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah
status Polisi Pamong Praja merupakan Perangkat Wilayah, menjadi Perangkat
Pemerintah Daerah.
Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 1998 tentang Polisi Pamong Praja sebagai peraturan
pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan di Daerah juga menetapkan status Polisi Pamong Praja sebagai Perangkat Wilayah. Hal ini sudah
tidak sesuai dengan jiwa dan semangat Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah. Dengan demikian Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1998
tentang Polisi Pamong Praja perlu diganti.
Dalam
rangka mengantisipasi perkembangan dan dinamika kegiatan masyarakat seirama
dengan tuntutan era globalisasi dan otonomi daerah, maka kondisi ketenteraman
dan ketertiban umum daerah yang kondusif merupakan suatu kebutuhan mendasar
bagi seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya.
Berdasarkan
ketentuan Pasal 43 huruf d dan f
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah
mempunyai kewajiban menegakkan peraturan
perundang-undangan dan memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat.
Sedangkan Pasal 120 ayat (1), menyatakan bahwa dalam rangka menyelenggarakan
ketenteraman dan ketertiban umum serta untuk menegakkan Peraturan Daerah
dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja
sebagai Perangkat Pemerintah Daerah.
Satuan
Polisi Pamong Praja tersebut mempunyai misi strategis dalam membantu Kepala
Daerah untuk menciptakan suatu kondisi daerah yang tenteram, tertib dan teratur
sehingga penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan dengan lancar dan
masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan aman. Oleh karena itu, disamping
menegakkan Peraturan Daerah, Polisi Pamong Praja juga dituntut untuk menegakkan
kebijakan Pemerintah Daerah lainnya yaitu Keputusan Kepala Daerah.
Untuk
mengoptimalkan kinerja Satuan Polisi Pamong Praja, perlu dibangun kelembagaan
yang handal, sehingga tujuan terwujudnya kondisi daerah yang tenteram dan
tertib dapat direalisasikan. Munculnya gangguan ketenteraman dan ketertiban
umum dan timbulnya pelanggaran Peraturan
Daerah identik dengan kepadatan jumlah penduduk di suatu Daerah. Untuk itu,
tipologi Satuan Polisi Pamong Praja dibedakan berdasarkan besaran jumlah penduduk.
Sehubungan…
Sehubungan dengan
hal tersebut dan
sesuai dengan ketentuan,
susunan organisasi, formasi, tugas, fungsi, wewenang, hak, dan kewajiban
Satuan Polisi Pamong Praja ditetapkan dengan Peraturan Daerah, berdasarkan
ketentuan yang ditetapkan Peraturan Pemerintah.
Pasal 2
Pertanggungjawaban
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris
Daerah adalah pertanggungjawaban administratif. Pengertian “melalui” bukan
berarti Kepala Satuan Polisi Pamong
Praja merupakan bawahan langsung Sekretaris Daerah. Secara struktural Kepala
Satuan Polisi Pamong Praja berada langsung di bawah Kepala Daerah.
Pasal 3
Yang
dimaksud dengan Keputusan Kepala Daerah adalah Keputusan Kepala Daerah sebagai pelaksanaan dari
Peraturan Daerah.
Cukup
jelas
Huruf
a
Yang dimaksud
dengan menertibkan adalah
tindakan dalam rangka upaya menumbuhkan ketaatan warga
masyarakat agar tidak melanggar ketenteraman dan ketertiban umum serta
Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah.
Huruf
b
Yang dimaksud dengan pemeriksaan adalah pemeriksaan awal
sampai dengan dilimpahkannya hasil pemeriksaan kepada penyidik apabila
ditemukannya bukti awal adanya pelanggaran.
Huruf c
Yang dimaksud dengan menindak adalah tindakan yang
dilakukan oleh Polisi Pamong Praja terhadap anggota masyarakat badan hukum
lainnya yang melanggar ketentuan dan atau obyek tertentu yang tidak sesuai
dengan Peraturan Daerah, dan Keputusan Kepala Daerah yang bersifat tindakan
represif non yustisial.
Pasal 6
Yang dimaksud dengan fasilitas lain adalah uang saku, pakaian
seragam, dan perlengkapan operasional lainnya.
Pasal 7
Huruf
a
Yang dimaksud norma-norma sosial lainnya adalah adat atau
kebiasaan yang diakui sebagai aturan/etika yang mengikat secara moral kepada
masyarakat setempat.
Huruf b…
Huruf
b
Yang dimaksud membantu menyelesaikan perselisihan adalah
upaya pencegahan agar perselisihan antar warga masyarakat tersebut tidak
menimbulkan gangguan ketenteraman dan ketertiban umum.
Huruf c
Yang dimaksud dengan tindak pidana adalah tindak pidana di
luar yang diatur dalam Peraturan Daerah.
Huruf
d
Bagi Polisi Pamong Praja yang merangkap sebagai PPNS,
apabila mengetahui adanya pelanggaran terhadap Peraturan Daerah atau Keputusan
Kepala Daerah oleh warga masyarakat, dapat langsung mengadakan penyidikan.
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud alih tugas adalah pindah bekerja di unit
kerja selain Satuan Polisi Pamong Praja.
Huruf b
Anggota Polisi Pamong Praja dapat diberhentikan apabila
permohonan berhentinya sudah disetujui oleh atasan yang mempunyai wewenang.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Yang dimaksud dipidana adalah penjatuhan hukuman akibat
yang bersangkutan melakukan tindakan kriminal atau yang dikategorikan pidana
kejahatan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 15…
Pasal 15
Sebelum jabatan fungsional Polisi Pamong Praja ditetapkan,
pengisian jabatan struktural di lingkungan Satuan Polisi Pamong Praja
diprioritaskan pegawai yang telah berkarir di unit kerja Polisi Pamong Praja
yang telah memenuhi syarat kepangkatan. Apabila di lingkungan Satuan Polisi
Pamong Praja tidak ada pegawai yang memenuhi syarat kepangkatan, dapat diisi
oleh pegawai dari unit kerja lain.
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Pemeliharaan
ketenteraman dan ketertiban di seluruh wilayah Propinsi merupakan kewenangan
Gubernur. Dalam hal terjadi gangguan ketenteraman dan ketertiban umum yang
meliputi dua atau lebih wilayah Kabupaten/Kota dalam satu Propinsi,
penanganannya dikoordinir oleh Satuan Polisi Pamong Praja Propinsi.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pembinaan
teknis operasional termasuk di dalamnya pembinaan kemampuan Polisi Pamong Praja
melalui pembinaan etika profesi, pengembangan pengetahuan dan pengalamannya di
bidang Pamong Praja.
Pasal 26…
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4428