PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
25 TAHUN 1995
TENTANG
USAHA
PENUNJANG TENAGA LISTRIK
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa tenaga listrik mempunyai peranan penting
dalam pelaksanaan pembangunan karena menunjang dan mendorong kegiatan ekonomi,
yang pada akhirnya turut meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat;
b. bahwa dalam rangka penyediaan dan pemanfaatan
tenaga listrik diperlukan instalasi ketenagalistrikan yang aman, memenuhi
persyaratan teknis dan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup;
c. bahwa kehandalan instalasi ketenagalistrikan
daapat terselenggara antara lain apabila didukung oleh Usaha Penunjang Tenaga
Listrik yang memenuhi persyaratan tertentu, serta mampu memberikan jasa dan
atau melakukan pekerjaan yang terjamin mutunya;
d. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas
dan sesuai dengan ketentuan Undang‑undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang
Ketenagalistrikan, dipandang perlu mengatur Usaha Penunjang Tenaga Listrik
dengan Peraturan Pemerintah;
Mengingat : 1. Pasal
5 ayat (2) Undang‑Undang Dasar 1945;
2. Undang‑undang Nomor 15 Tahun 1985
tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3317);
MEMUTUSKAN :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG USAHA PENUNJANG TENAGA LISTRIK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan
ketenagalistrikan, Tenaga Listrik, Penyediaan Tenaga Listrik, Pemanfaatan
Tenaga Listrik, dan Menteri adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang‑undang
Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan.
Pasal 2
(1) Penyelenggara Usaha Penunjang Tenaga Listrik bertujuan untuk:
a. menunjang
usaha penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik dalam rangka pelayanan tenaga
listrik kepada masyarakat secara merata;
b. menjamin
mutu pelayanan tenaga listrik kepada masyarakat.
(2) Pelaksanaan Usaha Penunjang Tenaga Listrik dilakukan dengan
memperhatikan peraturan perundang‑undangan di bidang ketenagalistrikan,
keselamatan umum dan keselamatan kerja, serta lingkungan hidup.
BAB II
BAB II
USAHA
PENUNJANG TENAGA LISTRIK
Bagian
Pertama
Jenis
dan Izin Usaha Penunjang
Tenaga
Listrik
Pasal 3
Usaha Penunjang Tenaga Listrik meliputi:
a. Konsultasi
yang berhubungan dengan penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik;
b. Pembangunan
dan pemasangan peralatan ketenagalistrikan;
c. pemeliharaan
peralatan ketenagalistrikan;
d. Pengembangan
teknologi peralatan yang menunjang penyediaan tenaga listrik.
Pasal 4
(1) Usaha Penunjang Tenaga Listrik dilakukan oleh badan usaha atau
perseorangan berdasarkan izin Menteri.
(2) Usaha Penunjang Tenaga Listrik yang dilakukan oleh perseorangan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hanya dapat dilaksanakan berdasarkan
pertimbangan tertentu.
(3) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan ayat (1) dan ayat (2) diatur
oleh Menteri.
Pasal 5
Pasal 5
(1) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dapat diberikan
untuk satu atau lebih jenis Usaha Penunjang Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3.
(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) diberikan sesuai
golongan Usaha Penunjang Tenaga Listrik yang ditetapkan lebih lanjut oleh
Menteri.
Bagian
Kedua
Tata
Cara Permohonan Izin Usaha
Penunjang
Tenaga Listrik
Pasal 6
(1) Permohonan izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik diajukan oleh
pengurus atau penanggungjawab perusahaan secara tertulis kepada Menteri.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan
dengan melampirkan sekurang‑kurangnya:
1. Akte
Pendirian, bagi yang berbentuk badan usaha;
2. Nomor
Pokok Wajib Pajak;
3. keterangan
mengenai pengurus badan usaha atau penanggungjawab perusahaan.
(3) Menteri memberikan tanda terima atas permohonan yang diajukan,
setelah permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterima lengkap.
Pasal 7
Pasal 7
(1) Menteri memberikan keputusan atas permohonan izin yang diajukan
paling lambat dalam jangka waktu tiga bulan terhitung sejak permohonan diterima
secara lengkap.
(2) Menteri memberikan persetujuan atas permohonan yang diajukan,
apabila perusahaan yang mengajukan permohonan memenuhi persyaratan:
a. memiiliki
modal kerja yang cukup, sesuai dengan jenis dan penggolongannya;
b. mempunyai
penanggungjawab teknik yang sesuai dengan jenis dan penggolongannya;
c. mempunyai
tenaga kerja termasuk tenaga teknik dalam jumlah yang cukup, sesuai dengan
jenis dan penggolongannya.
d. memiliki
peralatan kerja yang dibutuhkan, sesuai dengan jenis dan penggolongannya;
e. mempunyai
kantor tetap dengan alamat yang jelas;
f. memiliki
rekening pada Bank.
(3) Dalam hal Menteri menolak permohonan yang diajukan, maka
keputusan penolakan beserta alasannya disampaikan secara tertulis kepada
pemohon.
Pasal 8
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan dan
persyaratan pemberian izin diatur oleh Menteri.
BAB III
BAB III
KEWAJIBAN
DAN TANGGUNG JAWAB
PEMEGANG
IZIN USAHA PENUNJANG TENAGA LISTRIK
Pasal 9
(1) pemegang izin melaporkan secara berkala mengenai kegiatan
usahanya kepada Menteri.
(2) ketentuan lebih lanjut mengenai penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal
10
(1) pemegang izin bertanggungjawab atas pelaksanaan Usaha Penunjang
tenaga Listrik.
(2) Dalam hal timbul kerugian akibat pekerjaan yang dilakukan dalam
rangka Usaha Penunjang tenaga Listrik, pemegang izin wajib memberikan ganti rugi.
BAB IV
PENCABUTAN IZIN
Pasal 11
(1) Izin dapat dicabut dalam hal:
a. pemegang
izin tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2); atau
b. pemegang...
b. pemegang
izin tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(2), termasuk persyaratan yang ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri; atau
c. pemegang
izin tidak menyampaikan laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat
(1).
(2) Pencabutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan setelah
pemegang izin diberikan peringatan.
(3) Tata cara pemberian peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2), ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
BAB V
PEMBINAAN
DAN PENGAWASAN
Pasal
12
menteri melakukan pembinaan terhadap Usaha Penunjang Tenaga
Listrik dalam bentuk penyuluhan, bimbingan dan pelatihan.
Pasal
13
(1) Dalam melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12,
menteri menetapkan:
a. pedoman
pelaksnaan di bidang keselamatan kerja dan keselamatan umum;
b. pedoman
teknik dan pengembangan Usaha Penunjang Tenaga Listrik.
(2) Penetapan...
(2) Penetapan pedoman pelaksanaan yang meliputi keselamatan kerja
dilakukan dengan memperhatikan pertimbangan Menteri yang bertanggungjawab di
bidang keselamatan kerja.
Pasal
14
Menteri melakkan pengawasan umum terhadap penyelenggara
Usaha Penunjang Tenaga Listrik.
Pasal 15
(1) Dalam melakukan pengawasan umum, Mentri melakukan pemeriksaan
atas dipenuhinya persyaratan di bidang keselamatan kerja dan keselamatan umum.
(2) Sejauh mengenai pemeriksaan atas dipenuhinya persyaratan di
bidang keselamatan kerja, menteri memperhatikan pertimbangan Menteri
memperhatikan pertimbangan Menteri yang bertanggungjawab di bidang
ketenagakerjaan.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 16
Semua peraturan pelaksanaan yang lebih rendah dari Peraturan
Pemerintah di bidang Usaha Penunjang Tenaga Listrik yang telah berlaku sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintah ini, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dan belum diatur dengan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 17
Pasal 17
(1) Perusahaan yang telah memperoleh izin
sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, tetapi tidak lagi memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini atau peraturan
pelaksanaannya, wajib menyesuaikan diri dalam jangka waktu 1 (satu) tahun
terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
(2) Terhadap permohonan izin yang telah diajukan
sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku, berlaku ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini.
BAB VII
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
18
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku padaa tanggal
diundangkan.
Agar...
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangkan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan
di Jakarta
pada
tanggal 10 Agustus 1995
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 10 Agustus 1995
MENTERI NEGARA
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MOERDIONO
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1995 NOMOR 46
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
25 TAHUN 1995
TENTANG
USAHA
PENUNJANG TENAGA LISTRIK
UMUM
Pembangunan Nasional bertujuan
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdasakan kehidupan bangsa guna mewujudkan
suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan
Pancasila dan Undang‑Undang dasar 1945. Salah satu upaya mewujudkan
tujuan nasional tersebut, adalah pembangunan sektor ketengalistrikan yang mampu
menunjang dan mendorong kegiatan ekonomi maupun kegiatan di sektor‑sektor
produktif lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut, di bidang ketenagalistrikan
telah dikeluarkan Undang‑undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang
Ketenagalistrikan dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1989 tentang
Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.
Peningkatan kebutuhan akan tenaga
listrik, pada satu sisi menuntut peningkatan usaha penyediaan tenaga listrik
yang meliputi usaha pembangkitan, usaha transmisi dan usaha distribusi, dan di
sisi lain dalam rangka pemanfaatan tenaga listrik diperlukan instalasi
ketenagalistrikan yang aman, memenuhi persyaratan teknis dan memperhatikan
fungsi hidup. Dalam rangka penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik tersebut,
diperlukan instalasi ketenagalistrikan yang handal. Oleh karena itu, diperlukan
sistem Usaha Penunjang Tenaga Listrik yang memenuhi kualifikasi tertentu serta
mampu menyediakan jasa dan atau melakukan pekerjaan yang terjamin mutunya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat
(3) Undang‑undang Nomor 15 Tahun 1985 ditetapkan bahwa, Usaha Penunjang
Tenaga Listrik meliputi kegiatan konsultasi yang berhubungan dengan
ketenagalistrikan, pembangunan dan pemasangan peralatan ketenagalistrikan,
pemeliharaan ketenagalistrikan dan pengembangan teknologi peralatan yang
menunjang penyediaan tenaga listrik. Selanjutnya, berdasarkan ketentuan Pasal 9
Undang‑undang Nomor 15 Tahun 1985, Usaha Penunjang tenaga Listrik
tersebut perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dengan
Dengan adanya Peraturan Pemerintah
ini, diharapkan agar di satu pihak Usaha Penunjang Tenaga Listrik dapat
meningkatkan kualitasnya, sedangkan di lain pihak memungkinkan Pemerintah menyelenggarakan
pengawasan dan pembinaan terhadap kegiatan Usaha Penunjang Tenaga Listrik
secara efektif sehingga dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat
konsumen tenaga listrik.
PASAL
DEMI PASAL
Pasal 1
Berdasarkan
Undang‑undang Noor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan, yang dimaksud
dengan:
a. Ketenagalistrikan adalah segala sesuatu
yang menyangkut penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik;
b. Tenaga listrik adalah satu bentuk energi
sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan, dan didistribusikan untuk segala
macam keperluan, dan bukan listrik yang dipakai untuk komunikasi atau isyarat;
c. Penyediaan tenaga listrik adalah
pengadaan tenaga listrik mulai dari titik pemakaian;
d. Pemanfaatan tenaga listrik adalah
penggunaan tenaga listrik mulai dari titik pemakaian;
e. Menteri adalah Menteri yang
bertanggungjawab dalam idang ketenagalistrikan.
Pasal 2
Ayat (1) dan
ayat (2)
Ketentuan
ini menetapkan standar minimal dari tujuan penyelenggaraan Usaha Penunjang
Tenaga Listrik, berikut kewajiban untuk mematuhi peraturan perundang‑undangan
yang terkait dengan penyelenggaraan Usaha Penunjang Tenaga Listrik.
Standar
minimal ini diperlukan agar kepentingan masyarakat konsumen tenaga listrik
dapat benar‑benar tertampung dan penyelenggara Usaha Penunjang Tenaga
Listrik bertanggungjawab dalam melakukan kegiatannya dan terhadap hasil
pekerjaannya.
Pasal 3
Pasal 3
Dalam
Ketentuan ini yang dimaksud dengan:
a. Konsultasi yang berhubungan dengan
penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik adalah kegiatan yang bersifat non
fisik yang meliputi antara lain studi kelayakan, perencanaan, rekayasa, dan
supervisi.
b. Pembangunan dan pemasangan peralatan
ketenagalistrikan adalah segala kegiatan fisik pelaksanaan pekerjaan instansi
ketenagalistrikan termasuk pengadaannya yang didasarkan pada perencanaan
tertentu.
c. Pemeliharaan adalah segala kegiatan yang
meliputi pemeriksaan, perawatan, perbaikan dan pengujian atas instalasi
pembangkit, jaringan transmisi, jaringan distribusi dan instansi pemanfaat
tenaga listrik, dengan maksud agar tetap berada dalam keadaan baik dan bersih
sehingga penggunaannya aman, serta segala gangguan dan kerusakan mudah
diketahui, dicegah dan diperkecil.
d. Pengembangan teknologi perawatan
ketenagalistrikan adalah kegiatan yang mencakup penelitian dan pengembangan
teknologi untuk memperbaiki mutu dan meningkatkan kemampuan secara ekonomis
atas peralatan atau instalasi ketenagalistrikan dalam rangka penyediaan dan
pemanfaatan tenaga listrik.
Usaha
Penunjang Tenaga Listrik yangbergerak di bidang penelitian dan pengembangan
teknologi peralatan atau instalasi ketenagalistrikan yang harus mendapatkan
izin, adalah Usaha Penunjang Tenaga Listrik yang kegiatannya bersifat
komersial.
Sedangkan
usaha penelitian dan pengembangan teknologi peralatan dan atau instansi yang
diselenggarakan bukan untuk tujuan komersial, tidak memerlukan izin.
Pasal 4
Ayat (1)
Yang
dimaksud Badan Usaha Penunjang Tenaga Listrik dalam ketentuan ini adalah:
a. Badan Usaha Milik Negara;
b. Badan Usaha Milik Daerah;
c. Badan Usaha Swasta, baik yang berbentuk
badan hukum maupun tidak; dan
d. Koperasi.
Ayat (2)
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan pertimbangan tertentu dalam pasal ini antara lain misalnya
karena pekerjaan yang dilakukan bersifat sederhana atau karena dalam suatu
daerah tertentu belum ada Badan Usaha Penunjang Tenaga Listrik.
Pertimbangan‑pertimbangan
tersebut sejauh mungkin tidak memberatkan secara tidak wajar kesempatan
berusaha bagi penyelenggara Usaha Penunjang Tenaga Listrik yang merupakan
golongan ekonomi lemah.
Ayat (3)
Cukup
jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup
jelas
Ayat (2)
Penggologan
usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dilakukan berdasarkan kemampuan
penyelenggara Usaha Penunjang tenaga Listrik dengan memperhatikan tingkat teknologi
yang dibutuhkan oleh suatu jenis kegiatan usaha tertentu.
Pasal 6
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan perusahaan di dalam ayat ini adalah perusahaan yang berbentuk
badan usaha atau perseorangan.
Dalam
Dalam
hal perusahaan berbentuk badan usaha, maka permohonan diajukan pengurus
perusahaan tersebut. Dalam hal perusahaan berbentuk perseorangan, maka
permohonan diajukan oleh penanggung jawab usaha perseorangan tersebut.
Ayat (2)
Cukup
jelas
Ayat (3)
Cukup
jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Apabila
setelah lewat jangka waktu tiga bulan dimaksud Menteri tidak memberikan
keputusan terhadap permohonan yang diajukan, maka sesuai dengan Undaang‑undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Menteri dianggap telah
menolak mengeluarkan keputusan yang bersangkutan.
Ayat (2)
Huruf
a
Cukup
jelas
Huruf
b
yang
dimaksud dengan penanggungjawab teknik adalah seseorang yang dinyatakan mampu
melaksanakan fungsi sebagai penanggungjawab teknik oleh Menteri, dan telah
lulus ujian teori dan praktek yang penyelenggaraannya ditetapkan lebih lanjut
oleh Menteri.
Huruf c
Huruf
c
Yang
dimaksud dengan tenaga teknik adalah seseorang yang berpendidikan di bidang
teknik dan berpengalaman di bidang ketenagalistrikan.
Huruf
d
Cukup
jelas
Huruf
e
Cukup jelas
Huruf
f
Cukup
jelas
Ayat (2)
Dalam
hal Menteri menolak permohonan yang diajukan, maka permohon dapat mengajukan
permohonan baru.
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup
jelas
Ayat (2)
Ayat (2)
Cukup
jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup
jelas
Ayat (2)
Pemegang
izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik wajib memberikan ganti rugi yang secara
nyata dialami oleh konsumen/pengguna jasa, akibat kesalahan yang dilakukan oleh
pemegang izin dalam pelaksanaan kegiatan usahanya.
Tanggungjawab
pemegang izin tersebut, pada dasarnya disesuaikan dengan karakteristik yang
dilakukan sesuai dengan kesepakatan para pihak.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup
jelas
Ayat (2)
Cukup
jelas
Ayat (3)
Cukup
jelas
Pasal 12
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup
jelas
Ayat (2)
Cukup
jelas
Pasal 14
Dalam
melaksanakan pengawasan terhadap Usaha Penunjang Tenaga Listrik, Menteri
melakukan koordinasi dengan Menteri lain yang bidang tugasnya berkaitan dengan
usaha penyediaan tenaga listrik.
Menteri lain
yang dimaksud antara lain Menteri yang bertanggungjawab di bidang keselamatan
kerja.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup
jelas
Ayat (2)
Cukup
jelas
Pasal 16
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup
jelas
Ayat (2)
Cukup
jelas
Pasal 18
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3603