UNDANG‑UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1946

TENTANG

PINJAMAN NASIONAL 1946

 

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

 

Menimbang        :    a.    bahwa berhubung dengan usaha pembangunan negara dalam berbagai lapangan, seperti pertahanan, ekonomi dan sosial, penerimaan negara biasa tak cukup untuk menutup segala pengeluaran;

b.    bahwa terutama pembangunan ekonomi penting sekali bagi usaha menyehatkan keuangan negeri dan oleh karena itu tak boleh dihambatkan;

c.     bahwa berhubung dengan yang tersebut diatas dianggap ada alasan cukup bagi negara untuk mengadakan Pinjaman Dalam Negeri atas tanggungan Negara.

 

Mengingat          :    Akan pasal 23 ayat 4, pasal 20 ayat 1, berhubung dengan pasal IV Aturan Peralihan dari Undang‑Undang Dasar dan Maklumat Wakil Presiden tertanggal 16‑10‑1945 No. X;

 

Dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat;

 

Memutuskan :

 

Menetapkan undang‑undang sebagai berikut :

UNDANG‑UNDANG TENTANG PINJAMAN NASIONAL 1946.

Pasal 1.

Pemberian kuasa, Jumlah. Nama.

(1)    Menteri Keuangan diberi kuasa untuk menjual surat‑surat pengakuan hutang atas tanggungan Negara dengan kurs dan bunga, yang dipandangnya perlu untuk memperoleh sejumlah uang f 1.000.000.000,‑ (seribu juta rupiah).

(2)    Surat‑surat pengakuan hutang hanya dapat dimiliki warga‑negara Republik Indonesia.

(3)    Surat‑surat pengakuan hutang tidak dapat dilepaskan (dijual digadaikan, diwariskan d.s.b.) kepada warga negara negeri lain atau kepada badan hukum negeri lain.

(4)    Penjualan tersebut dapat diselenggarakan, baik sekaligus sampai semua jumlah yang dimaksud dalam ayat ke‑1, maupun berturut‑turut sebagian‑sebagian dari jumlahitu, pada waktu‑waktu yang dipandang baik oleh Menteri Keuangan.

(5)    Pinjaman ini disebut "Pinjaman Nasional 1946" dan apabila tidak diselenggarakan sekaligus tetapi sebagian sebagian seperti termaksud dalam ayat ke‑empat, maka bagian itu dinamakan "Bagian (I, II dst.) dari pinjaman Nasional 1946".

 

Pasal 2.

 

Rupiah dalam undang‑undang ini berarti rupiah yang sah sebagai alat pembayaran Republik Indonesia pada waktu pinjaman dikeluarkan.

 

Pasal 3.

Peraturan menjalankan Undang‑undang.

Perhitungan pinjaman. Pembayaran pinjaman.

 

 

 

(1)    Perjanjian‑perjanjian tentang penjualan surat‑surat pengakuan hutang yang dimaksud dalam pasal satu, ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan mengingat aturan‑aturan dalam Undang‑undang ini.

(2)    Dari penjualan surat‑surat pengakuan hutang, sebagai dimaksud dalam ayat ke‑empat pasal 1, untuk tiap‑tiap bagian pinjaman dibuat perhitungan sendiri, yang setelah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, diberitahukan kepada Badan Perwakilan Rakyat.

(3)    Surat‑surat pengakuan hutang didaftarkan oleh atau atas nama Badan Pemeriksa Keuangan dan dibubuhi satu bukti pendaftaran itu, sebelum surat‑surat pengakuan itu dikeluarkan. Sebelum badan tersebut didirikan maka pendaftaran termaksud dilakukan oleh kantor, yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Pendaftaran tersebut dilakukan juga terhadap tanda‑tanda penerimaan sementara (recepissen) sebelum surat‑surat pengakuan hutang dapat dikeluarkan.

(4)    Dengan tidak mengurangi apa yang ditetapkan dalam ayat yang berikut dalam pasal ini, uang pinjaman yang diadakan menurut undang‑undang ini, akan dibayar kembali dalam selama‑lamanya 40 tahun, dihitung mulai tahun sesudah sesuatu penjualan sebagai dimaksud dalam ayat ke‑empat pasal 1 diselenggarakan.

(5)    Diantara perjanjian‑perjanjian yang dimaksud dalam ayat kesatu pasal ini, dapat pula dimaksudkan hak Pemerintah untuk mempercepat pembayaran kembali pinjaman yang diselenggarakan menurut undang‑undang ini.

(6)    Jika Pemerintah mengeluarkan yang sendiri, maka Pemerintah berhak untuk mengubah jumlah nominal dari surat‑surat pengakuan hutang yang telah dibayar penuh dan jumlah uang tersebut dalam kupon‑kupon sesuai dengan kurs yang ditetapkan untuk uang baru itu.

(7)    Surat‑surat pengakuan hutang yang diterima kembali, setelah hutang yang bersangkutan dilunasi menurut ayat ke‑empat dan ke‑lima, dikirimkan kepada Badan Pemeriksa Keuang untuk dibinasakan.

 

Pasal 4.

Provisi.

 

(1)    Kepada bank‑bank, yang langsung membeli sejumlah surat‑surat pengakuan hutang, dapat diberikan provisi sebanyak‑banyaknya 3/8 prosen dari jumlah nominal dalam surat‑surat pengakuan hutang yang diberikan (toegewezen) kepadanya, provisi mana akan dibayarkan sesudah jumlah yang harus dibayar disetor dalam kantorkantor yang ditunjukkan oleh Menteri Keuangan.

 

 

(2)    Juga kepada bank‑bank yang kantornya dipergunakan untuk memberi pertolongan buat penjualan surat‑surat pengakuan hutang, penerimaan pendaftaran‑pendaftaran (inschrijvingen), setoran‑setoran pengeluaran suratsurat pengakuan hutang dapat diberikan kerugian sebanyak‑banyaknya 3/8 prosen dari jumlah nominal dari surat‑surat pengakuan hutang yang dijual dengan perantaranya.

Pasal 5.

Pembayaran bunga, cicilan dan

ongkos‑ongkos pinjaman.

Uang yang dibutuhkan untuk memenuhi .embayaran bunga, pembayaran hutang dan biaya‑biaya penjualan surat‑surat pengakuan hutang yang dikeluarkan menurut undang‑undang ini, disediakan dalam Anggaran Belanja Negara.

Pasal 6.

Pembebasan bea meterai.

Segala surat‑surat, kwitansi‑kwitansi, surat‑surat pendaftaran nama, surat‑surat pengakuan hutang yang dimaksud dalam pasal 1 dan perjanjian‑perjanjian tentang penjualan surat‑surat pengakuan hutang, yang dibuat dan dikeluarkan menurut Undang‑undang ini, dibebaskan dari pembayaran meterai.

Pasal 7.

Conversi.

(1)    Jika perjanjian‑perjanjian yang dimaksud dalam ayat 1 pasal 3 memperkenankan, maka Menteri Keuangan diberi kuasa untuk mengadakan conversi buat seluruhnya atau sebagian dari pinjaman yang dibuat menurut Undang‑undang ini dengan jalan mengadakan pinjaman lain dengan bunga yang lebih rendah. Untuk keperluan itu ia berhak mengeluarkan surat‑surat pengakuan hutang baru sebesar jumlah yang dibutuhkan untuk membayar kembali surat‑surat pengakuan hutang yang lama yang termasuk dalam pinjaman yang harus diganti (diconversikan).

(2)    Pinjaman‑pinjaman yang akan diadakan menurut pasal ini dan yang akan disebut sesuai dengan pinjaman yang diadakan menurut pasal 1 dalam Undang‑undang ini, akan dilakukan oleh Menteri Keuangan menurut kurs dan bungan yang ditetapkan olehnya. Dengan mengingat "kurs pengeluaran" dan peraturan tentang caranya membayar kembali, bunga ini harus lebih rendah dari pada bunga surat‑surat pengakuan hutang yang akan dibayar kembali itu.

(3)    Pinjaman yang akan diselenggarakan menurut pasal ini, akan dibayar kembali dalam waktu selama‑lamanya 40 tahun, terhitung dari tahun sesudah pinjaman yang bermula, yang diganti oleh pinjaman baru itu diselenggarakan.

(4)    Selanjutnya peraturan‑peraturan dari Undang‑undang ini juga akan berlaku terhadap surat‑surat pengakuan hutang yang akan dikeluarkan menurut pasal ini.

Pasal 8.

Berlakunya Undang‑undang.

Undang‑undang ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

 

 

Pasal 9.

 

Undang‑undang ini dapat disebut dengan nama "Undangundang tentang Pinjaman Nasional 1946".

 

Agar undang‑undang ini diketahui oleh umum, diperintahkan supaya diumumkan sebagai biasa.

 

                                                                                    Ditetapkan di Jogyakarta

                                                                                    pada tanggal 29 April 1946.

                                                                                    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

                                                                                                   SOEKARNO.

 

                                                                                                Menteri Keuangan,

 

                                                                                                   SOERACHMAN.

 

        Diumumkan

pada tanggal 29 April 1946.

     Sekretaris Negara,

 

   A.G. PRINGGODIGDO.