PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 2010

TENTANG

SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang      :     a.   bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 148 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perlu mengatur pembentukan dan susunan organisasi Satuan Polisi Pamong Praja;

b.   bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja sudah tidak sesuai lagi dengan jiwa dan semangat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sehingga perlu diganti;

c.   bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Satuan Polisi Pamong Praja;

Mengingat        :     1.   Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2.  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

 

3.     Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

4.     Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan  :    PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA.

BABI

KETENTUAN UMUM

 

Pasal 1

 

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1.     Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2.     Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

 

4.   Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5.   Peraturan daerah, selanjutnya disingkat Perda, adalah peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/ kota.

6.   Peraturan kepala daerah adalah peraturan gubernur dan/atau peraturan bupati/walikota.

7.     Aparatur adalah aparatur pemerintahan daerah.

8.   Satuan Polisi Pamong Praja, yang selanjutnya disingkat Satpol PP, adalah bagian perangkat daerah dalam penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

9.   Polisi Pamong Praja adalah anggota Satpol PP sebagai aparat pemerintah daerah dalam penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

10.   Ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat adalah suatu keadaan dinamis yang memungkinkan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan tenteram, tertib, dan teratur.

11.   Menteri adalah Menteri Dalam Negeri.

 

BAB II

PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI

 

Pasal 2

(1)  Untuk membantu kepala daerah dalam menegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, di setiap provinsi dan kabupaten/kota dibentuk Satpol PP.

(2)  Pembentukan organisasi Satpol PP ditetapkan dengan Perd berpedoman pada Peraturan Pemerintah ini.

 

 

Pasal 3

(1)  Satpol PP merupakan bagian perangkat daerah di bidang penegakan Perda, ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

(2)  Satpol PP dipimpin oleh seorang kepala satuan dan berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah.

Pasal 4

Satpol PP mempunyai tugas menegakkan Perda dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat.

Pasal 5

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Satpol PP mempunyai fungsi:

a.     penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Perda, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat;

b.     pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan peraturan kepala daerah;

c.      pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat di daerah;

d.     pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat;

e.     pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan peraturan kepala daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah, dan/atau aparatur lainnya;

f.       pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar mematuhi dan menaati Perda dan peraturan kepala daerah; dan

g. pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah.

 

 

BAB III

WEWENANG, HAK, DAN KEWAJIBAN

 

Pasal 6

                              Polisi Pamong Praja berwenang:

a.     melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah;

b.     menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;

c.      fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan masyarakat;

d.     melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah; dan

e. melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah.

 

Pasal 7

 

(1)  Polisi Pamong Praja mempunyai hak sarana dan prasarana serta fasilitas lain sesuai dengan tugas dan fungsinya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)  Polisi Pamong Praja dapat diberikan tunjangan khusus sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.

 

Pasal 8

 

Dalam melaksanakan tugasnya, Polisi Pamong Praja wajib:

a.       menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia, dan norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat;

 

b.   menaati disiplin pegawai negeri sipil dan kode etik Polisi Pamong Praja;

c.   membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;

d.   melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia atas ditemukannya atau patut diduga adanya tindak pidana; dan

e.   menyerahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah atas ditemukannya atau patut diduga adanya pelanggaran terhadap Perda dan/atau peraturan kepala daerah.

 

Pasal 9

(1)  Polisi Pamong Praja yang memenuhi syarat dapat ditetapkan menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)  Polisi Pamong Praja yang ditetapkan sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat langsung mengadakan penyidikan terhadap pelanggaran Perda dan/atau peraturan kepala daerah yang dilakukan oleh warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum.

 

 

BAB IV

ORGANISASI

 

Bagian Kesatu

Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi

 

Pasal 10

Susunan Organisasi Satpol PP provinsi terdiri atas:

a.     Kepala;

b.     1 (satu) sekretariat yang terdiri atas paling banyak 3 (tiga) subbagian;

c.      Bidang paling banyak 4 (empat) dan masing-masing bidang terdiri atas 2 (dua) seksi; dan

d.     Kelompok Jabatan Fungsional.

 

 

Bagian Kedua

Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten/Kot

Paragraf 1 Klasifikasi

 

Pasal 11

(1)  Satpol PP kabupaten/kota terdiri atas Tipe A dan Tipe B.

(2)  Besaran organisasi Tipe A dan/atau Tipe B ditetapkan berdasarkan klasifikasi besaran organisasi perangkat daerah.

(3)  Satpol PP Tipe A apabila variabel besaran organisasi perangkat daerah mencapai nilai lebih dari atau sama dengan 60 (enam puluh).

(4)  Satpol PP Tipe B apabila variabel besaran organisasi perangkat daerah mencapai nilai kurang dari 60 (enam puluh).

 

 

Paragraf 2

Susunan Organisasi

 

Pasal 12

 

(1) Organisasi Satpol PP Tipe A terdiri atas:

a.     Kepala;

b.  1 (satu) sekretariat yang terdiri atas paling banyak 3 (tiga) subbagian;

c.      Bidang paling banyak 4 (empat) dan masing-masing bidang terdiri atas 2 (dua) seksi; dan

d.     Kelompok Jabatan Fungsional.

 

 (2) Organisasi Satpol PP Tipe B terdiri atas:

a.     Kepala;

b.     1 (satu) Subbagian Tata Usaha;

c.      Seksi paling banyak 5 (lima); dan

d.     Kelompok Jabatan Fungsional.

Pasal 13

(1)  Pada kecamatan dapat dibentuk Unit Pelaksana Satpol PP Kabupaten/ Kota.

(2)  Unit Pelaksana Satpol PP Kabupaten/Kota di kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang kepala satuan.

(3) Kepala satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara ex-officio dijabat oleh Kepala Seksi Ketenteraman dan Ketertiban Umum pada kecamatan.

 

BABV

ESELON

 

Bagian Kesatu

Provinsi

 

Pasal 14

 

(1) Kepala Satpol PP provinsi merupakan jabatan struktural eselon IIa.

(2) Sekretaris dan Kepala Bidang merupakan jabatan struktural eselon IIIa.

(3) Kepala Subbagian dan Kepala Seksi merupakan jabatan struktural eselon IVa.

 

Bagian Kedua

Kabupaten/ Kot

 

Pasal 15

 

(1) Kepala Satpol PP Tipe A merupakan jabatan struktural eselon IIb.

(2) Kepala Satpol PP Tipe B merupakan jabatan struktural eselon IIIa.

(3) Sekretaris dan Kepala Bidang merupakan jabatan struktural eselon IIIb.

(4) Kepala Subbagian, Kepala Seksi, dan Kepala Satpol PP Kecamatan merupakan jabatan struktural eselon IVa.

 

 

BAB VI

PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN

 

Pasal 16

Persyaratan untuk diangkat menjadi Polisi Pamong Praja adalah:

a.     pegawai negeri sipil;

b.     berijazah sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau yang setingkat;

c.      tinggi badan sekurang-kurangnya 160 cm (seratus enam puluh sentimeter) untuk laki-laki dan 155 cm (seratus lima puluh lima sentimeter) untuk perempuan;

d.     berusia sekurang-kurangnya 21 (dua puluh satu) tahun;

e.     sehat jasmani dan rohani; dan

f.       lulus Pendidikan dan Pelatihan Dasar Polisi Pamong Praja.

 

Pasal 17

Ketentuan mengenai pedoman penetapan jumlah Polisi Pamong Praja diatur dengan Peraturan Menteri.

 

Pasal 18

Polisi Pamong Praja diberhentikan karena:

a.     alih tugas;

b.     melanggar disiplin Polisi Pamong Praja;

 

c.   dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; dan/atau

d.   tidak dapat melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Polisi Pamong Praja.

Pasal 19

Pengangkatan dan pemberhentian Polisi Pamong Praja ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 20

Pengisian jabatan struktural di lingkungan Satpol PP diisi oleh pejabat fungsional Polisi Pamong Praja.

 

 

BAB VII

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

 

Pasal 21

 

Polisi Pamong Praja wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan teknis dan fungsional Polisi Pamong Praja.

Pasal 22

(1)  Pedoman pendidikan dan pelatihan teknis dan fungsional bagi Polisi Pamong Praja ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

(2)  Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan teknis dan fungsional bagi Polisi Pamong Praja dikoordinasikan dengan instansi terkait.

 

 

 

 

BAB VIII

PAKAIAN DINAS, PERLENGKAPAN, DAN

PERALATAN OPERASIONAL

 

Pasal 23

Pakaian dinas, perlengkapan, dan peralatan operasional Polisi Pamong Praja ditetapkan dengan peraturan gubernur atau peraturan bupati/walikota berpedoman pada Peraturan Menteri.

Pasal 24

Untuk menunjang operasional, Polisi Pamong Praja dapat dilengkapi dengan senjata api yang pengaturan mengenai jenis dan ketentuan penggunaannya berdasarkan rekomendasi dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.

 

 

BAB IX

TATA KERJA

 

Pasal 25

Satpol PP dalam melaksanakan tugas dan fungsinya wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik secara vertikal maupun horizontal.

Pasal 26

Setiap pimpinan organisasi dalam lingkungan Satpol PP provinsi dan kabupaten/kota bertanggung jawab memimpin, membimbing, mengawasi, dan memberikan petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan, dan bila terjadi penyimpangan, mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.